Sejak meninggalnya papaku, aku jadi sering bolos sekolah. Saking seringnya, kini akhirnya aku dipanggil oleh guru BK. Menghadapnya di ruangannya.
Berdiri di depannya yang duduk dengan wajah kejam.
"ibu tahu Kamu sedang berduka. Tapi Kamu juga tidak bisa bolos sesuka hati kamu. Sebelum ini Kamu juga pernah bolos kan?"
"Ya. Jadi, apa saya akan di scorsing?"
"kenapa? Kamu ingin di scorsing?"
"Ya. Sekitar tiga hari kalo boleh."
"Kamu minta di scorsing atau cuti?" tanya guru BK.
Aku tersenyum.
"Begini saja. Kita buat kesepakatan dulu. Jika kamu masih membolos lagi, kami dari pihak sekolah akan panggil orang tuamu."
Aku menghembuskan nafas. "Bisanya, ibu yang dateng."
"Lha kok gitu?"
"Orang tua sayakan sudah meninggal semua."
"Ada ibu tirimu."
"Lupakan. Dia lagi hamil. Nggak boleh capek apalagi banyak pikiran."
Guru BK terlihat menghembuskan nafas pelan.
"Tapi bu." Aku duduk di kursi yang ada. Memelankan suaraku. "Ada kabar soal Raiyan nggak bu? Soalnya Dia udah lama nggak masuk. Orang tuanya nggak kesini? Dia nggak keluarkan?"
"Orang tuanya memintakan cuti untuk beberapa bulan. Raiyan sedang dalam perawatan."
Aku menghela dada. Syukurlah jika Raiyan masih hidup. Tiba-tiba aku jadi teringat dengan Black. Jika Raiyan dalam perawatan, lantas bagaimana dengan Black. Bukankah mereka mau berkorban? Raiyan ingin mendonorkan matanya untuk Black dan Black justru ingin memberikan jantungnya untung Raiyan.
"Tapi tunggu, untuk apa ibu memberitahumu hal penting ini padamu?"
Sepertinya informasi yang baru aku dapat tadi hanya karena guru BK tidak sadar. Kurang air putih.
Eh, jika memang itu benar aku Seharusnya bersyukur guru BK tidak sengaja memberitahuku. Aku jadi tahu keadaan Raiyan.
Tak butuh waktu lama untuk keluar. Guru BK hanya memberiku peringatan. Tidak lagi jika aku membolos untuk selanjutnya. Kania akan ke sekolah. Bukan sebagai murid tapi waliku.
Sekrum menungguku di depan pintu.
"Gimana?" Tanyanya setelah aku membuka pintu.
"Jangan dibahas."
Kami berjalan menuju kantin. Tumben sekali Sekrum tidak berkumpul dengan anak Cheerleader.
"Sejak ada Athia gua jadi males kalo deket anak cheerleader. Athia itu tukang hasut juga tau. Jelek-jelekin gua."
Di kantin sekolah, Sekrum hanya mengaduk-aduk bakso di mangkoknya.
"Kenapa?" Tanyaku setelah menelan mie di mulutku.
"Sebenernya gua dikeluarin dari tim cheerleader."
Garpuku terjatuh. "Lo? Di keluarin? Kok bisa?"
"Gara-gara HP kapten tim cheerleader ada di tas gua. Gua disangka maling." jelas Sekrum agak sedih.
"Nggak bener nih."
"Iya. Emang nggak bener."
Meja kami diketuk. Kami menoleh.
"Pergi. Kita mau makan disini. Apalagi lo. Dasar maling. "
Anak tim cheerleader. Hanya sebagian yang berkumpul di hadapan kami. Sekrum menundukkan kepalanya. Tidak pernah sekalipun aku melihat seorang Sekrum menundukkan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mie Instan
RandomMie instan itu penolong. Saat tanggal tua, Ia siap mengenyangkan perut. Saat lapar tiba-tiba dan makanan belum tersaji, ia juga siap dengan instannya waktu. Tapi Bukan hanya itu. Ada cerita dan memori indah yang pernah dilewati setiap orang Saat me...