CHAPTER 4

87 19 5
                                    

Hidup itu jangan lurus aja, kadang perlu gelombang buat bikin hidup lebih menarik. Bukankah bahagia itu kita sendiri yang menciptakan?
--------------

"Wih ada buketu nih coy. Sumputin woy rokok" Ujar Aksa, lalu menyembunyikan rokok ditangannya.

"Eh ibu ketua osis, damai ajalah ya kita jangan dilaporin, kita kan temen" Ujar Ojan, lalu mendekatinya dan mengulurkan tangannya.

Bukan disambut, Gita menatapnya tajam, alisnya naik keatas sebelah, dahinya mengkerut dengan kedua tangannya yang dilipat didepan dada. "Gila ya kalian nggak ada kapoknya ngerokok dilingkungan sekolah. Kalo mau ngerokok diluar, ini tempat belajar. Nggak pernah diajarin etika dan tata krama ya"

Ojan bergerak mendekatinya, lalu bertepuk tangan. "Wah keren ya bu ketua ini, pantes aja kepilih jadi ketua osis. Bawa-bawa tata dan krama lagi, gue aja nggak kenal"

"Tata krama bego, bukan tata dan krama. Kalo bego jangan diketarain amat deh" Ucap Aksa yang menoyor kepala ojan.

Gavin yang sedari tadi menyaksikan kedua temannya tengah bernegosiasi dengan Gita, merasa harus turun. Kali ini ia melakukan taktiknya sama seperti dengan cewek lain.

"Halo, gita ya" Ujar Gavin dengan senyuman yang mematikan wanita, lalu mengulurkan tangannya.

Gavin terkekeh kecil, lalu menyentuh ujung bibirnya menyeringai dan memundurkan uluran tangannya yang tidak dibalas. "Oke, lo kalo mau laporin, lapor aja"

Aksa dan Ojan saling bertatapan, dan mengerutkan dahinya bingung. Ia menatap Gavin dengan penuh tanda tanya.

Gavin melirik kedua teman disebelahnya yang meminta jawaban, lalu pandangannya jatuh pada gadis didepannya. Ia tersenyum, lalu menyodorkan wajahnya tepat didepan Gita, bahkan hampir menyentuhnya.

"Tapi, jangan nyesel kalo nanti hidup lo nggak bakal tenang lagi". Ujar Gavin tersenyum puas.

Gita memutar kedua bola matanya, kemudian ikut memajukan wajahnya. Dan kini, gantian Gavin yang terkejut atas tingkah gadis didepannya. "Lo fikir, gue takut?" Ujarnya, lalu pergi.

Baru melangkah, tiba-tiba gavin memegang tangannya. Matanya menyipit, lalu tersenyum licik tercetak diwajahnya. "Gue bakal buat lo jatuh cinta mati-matian sama gue". Ujarnya, lalu menghempaskan tangan Gita, dan pergi meninggalkannya.

"GAK AKAN" Ujar gita sedikit teriak. Tanpa mengengok, Gavin melambaikan tangannya, lalu merangkul pundak kedua teman disampingnya.

****

Gita datang dengan muka ditekuk, lalu menggeser kursinya sedikit kasar, membuatnya mengeluarkan bunyi.

"Lo kenapa sih, nggak ada air ditoilet?" Tanya Wiwit, yang masih dengan buku didepannya.

"Ish kesel banget tau guee" Jawab rain sedikit keras, membuat pak Anto yang sedang menjelaskan melirik kearahnya, begitupun dengan teman-temannya.

"Kamu, kenapa ngobrol?" Tanya pak Anto menunjuk Gita.

Gita menatap takut, ia melirik kearah Wiwit disebelahnya, sialnya Wiwit malah pura-pura sedang menulis. "Enggak pak, tadi baca ini. Maaf pak kalo kekerasan". Ujarnya, lalu mengambil kertas didepannya seolah-olah tengah membaca.

"Yasudah. Kerjakan, kalau sudah letakkan di meja bapak karna jam sudah habis. Selamat siang"

"Siang pak" Ujar mereka serentak.

Gita memasukkan buku-bukunya kedalam tas, karna jam pelajaran telah usai. Beberapa temannya ada yang sudah pulang duluan, kini hanya ada Gita, Wiwit dan Lulu didalam kelas.

"Lo tadi kenapa sih ta, dateng-dateng bete gitu" Tanya Wiwit penasaran.

"Oh iya gue baru inget. Nanti temenin gue ke ruang kepsek bentar ya"

"Mau ngapain?" Tanya Lulu.

Rain menyipitkan matanya, lalu mengepalkan kedua tangannya. "Mau ngelaporin Gavin sama temennya. Tadi gue mergokin mereka ngerokok didepan kelas. Gila nggak"

"Udahlah ta, biarin aja nggak usah diurusin, ntar lo kenapa-kenapa lagi"

Gita melirik kedua temannya heran. "Lo berdua ini buta ya. Ya mana mungkinlah gue diem aja gitu, lagian dia mau ngapain gue coba"

"Ya lo tau kan Gavin itu anaknya gimana, ntar kalo lo diculik terus di--- di perkosa gimana coba" Ujar Lulu dramatis, lalu mendapat toyoran dari Wiwit. "Huss omongan lo ih serem".

Gita memutar kedua bola matanya, lalu bangkit dan berjalan keluar. "Terserah deh lo berdua mau ikut atau enggak, gue mau ngelaporin pokoknya. Dah duluan ya". Ujarnya, lalu pergi menuju ruang kepala sekolah.

"Benar begitu Gita?" Tanya kepala sekolah, yang kini berada dihadapannya.

"Iya bener pak"

"Yasudah kalau begitu, terimakasih Gita atas informasinya, kamu boleh pulang"

"Baik pak permisi".

Baru saja Gita melangkahkan kakinya keluar dari ruang kepala sekolah, terdengar tepuk tangan dari belakangnya. Ia menoleh dan mendapati Gavin disana. Sendirian.

-----

Makasih buat yang udah baca dan vote🌟🌟

Tungguin ya next ya. See uu😊

BLOW METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang