Bisik-Bisik Tetangga

9.7K 595 118
                                    

Mari mundur dulu dari spoiler ending di cerita Gantung

😍😍😍


Farras hanya mengangguk lantas pamit. Ia menghela nafas panjang usai meninggalkan deretan ibu-ibu yang nongkrong di depan masjid. Kebetulan ia aktif ikut kajian dengan istrinya Ustad Marshall setiap seminggu sekali. Berhubung masjidnya gak jauh-jauh amat dari rumah Bunda, ia sekalian berangkat.

Kini ia berjalan pulang ke rumahnya dengan jalan kaki. Lumayan lelah memang, sekitar lima belas menit. Meski sore ini anginnya lumayan kencang tapi panas tetap menyengat dan membuatnya berkeringat. Omong-omong sedari pagi ia berada di rumah Bundanya karena Bunda hanya sendiri di rumah. Ah, ia juga dapat kabar bahagia dari Bunda. Apa? Setelah sebulan menanti kabar dari Latisya, akhirnya sepupu perempuan itu mau berta'aruf dengan Abangnya. Ya, Farras sih mendoakan saja agar lancar. Ia turut bahagia bahkan sudah heboh tadi bersama Bundanya yang tak sabar menanti menantu baru di rumah. Maklum lah, Bunda kan hanya memiliki ia sebagai anak perempuan satu-satunya jadi merasa agak kesepian. Apalagi ia juga sudah pindah ke rumah sendiri. Farras sih memaklumi.

Aah, Omong-omong wajahnya agak kusut sepanjang pengajian tadi. Kenapa? Biasa lah ibu-ibu. Mau di masjid, pasar, minimarket, mulutnya gak bisa berhenti gosipin orang. Dan kali ini yang kena Farras. Bukan kali ini saja sebetulnya, sudah sangat sering. Tentu saja tak jauh-jauh dari perutnya yang belum membuncit selama lima tahun pernikahan. Setelah dulu usai menikah sempat digunjing hamil duluan, sekarang lama menikah kembali dibicarakan karena tak kunjung hamil. Sebetulnya, secara tak langsung Allah baru saja menjawab gunjingan mereka dulu pada Farras saat baru menikah. Gunjingan yang mengatakan kalau Farras hamil duluan itu ternyata tidak terbukti hingga sekarang. Dan Farras terlalu lelah mengurus semua mulut itu walau tak urung, hatinya panas dan sakit. Ya, siapa yang tak sakit hati sih? Bukan kah seharusnya sebagai saudara seagama mereka ikut mendoakan Farras agar segera hamil begitu? Lah ini?

Makanya, Farras jarang berkumpul dengan mereka. Ia hanya datang ke pengajian untuk menambah ilmu agama saja. Mau dibilang sombong atau tidak mau bergaul pun Farras tak perduli kok. Ia lelah saja jika harus menuruti semua ucapan manusia. Karena apa? Karena tak akan ada akhirnya. Mereka tak akan pernah puas sekalipun kau telah sering melakukan apa yang mereka ingin kan. Karena apa? Ya begitu lah manusia yang diciptakan disertai nafsunya. Mereka lupa kalau nafsu itu bukan Tuhan. Jadi jangan terlalu mengurusi nafsu apalagi ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain. Karena apa? Kita tak pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya. Dan lagi, memangnya rumah tangganya sudah beres? Sudah sempurna? Sehingga punya hak untuk ikut campur rumah tangga orang lain?

Aisyah, istri Ustad Marshall juga berkali-kali untuk tak menghiraukan omongan ibu-ibu itu. Karena Aisyah pun sama. Hingga sekarang tak punya anak. Tapi tak masalah. Ustad Marshall banyak mengangkat anak yang sekarang sibuk di pesantren. Kalau mengukur diri, sejujurnya Farras tak akan sekuat perempuan itu. Perempuan itu dulunya dokter, sama seperti tantenya. Tapi sejak menikah memilih sibuk memperdalam agama. Farras sih tak terlalu dekat dengan perempuan itu. Ia agak-agak takut awalnya. Karena desas-desus mengatakan kalau perempuan itu bisa membaca hati orang. Gimana gak ngeri? Tapi makin ke sini, Farras terbiasa. Walau sebetulnya desas-desus itu tak benar. Memang benar perempuan itu punya kemampuan tapi bukan bisa membaca hati orang melainkan melihat masa depan. Hanya saja, sejak menikah, kemampuan itu entah bagaimana bisa dihilangkan oleh Ustad Marshall.

Haaah. Sudah lah. Kalau terus dipikirkan, hanya membuat Farras emosi saja. Dosanya terus bertambah dan stressnya bisa meningkat. Persoalan anak ini saja sudah membuatnya sedih lalu ditambah lagi dengan gunjingan. Seolah penderitaannya tak pernah cukup. Toh orang-orang tak akan pernah memikirkan perasaannya ketika mulutnya berbicara. Mereka hanya menilai dari luar. Seandainya dibalik, apa tidak ada sedikit simpati? Kenapa ia terus tersudut dengan persoalan anak ini?

Cinta Di Atas Cinta 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang