Berpisah

6.3K 670 283
                                    

Sebetulnya Ando tak rela. Tapi Farras sudah mengatakan sejak semalam kalau perempuan itu butuh waktu tentang pernikahan ini. Apakah akan berlanjut atau sebaliknya. Karena jujur saja, meski Ando sudah banyak berubah dan terus meminta maaf padanya, ia masih merasa sakit hati. Wajar kan?

Tak heran kalau sepagi ini, Farras memberesi beberapa pakaiannya. Ando hanya mampu menatapnya dari jarak beberapa meter. Tangan lelaki itu memegang dinding dan sudah bergetar. Matanya menyimak bagaimana Farras memberesi beberapa pakaiannya. Ia tidak pernah membayangkan kalau rumah tangganya akan ada dititik ini. Titik apa? Titik puncak. Bisa kemudian jatuh ke titik terendah atau nol. Yang artinya, berakhir. Atau melaju meski menurun dan masih ada kemungkinan bertahan. Namun Ando benar-benar tak bisa meraba hati Farras. Hal yang membuatnya nelangsa seketika karena Farras benar-benar seperti ingin pergi.

"Berapa lama?" tanyanya dengan nada bergetar. Bahkan matanya sudah memerah. Semalam ia juga tak bisa tidur usai mendengar keputusan Farras yang ingin membuat pernikahan ini menggantung. Farras butuh waktu untuk memikirkan semua ini. Farras butuh waktu kalau memang harus memaafkan. Farras juga butuh waktu kalau memang harus mengakhiri. Wajar bukan? Karena sakitnya dikhianati itu...

"Belum tahu," jawabnya dengan enteng. Ia baru saja menarik resleting kopernya. Ia sebetulnya tak berani menatap Ando. Kenapa? Takut rapuh dan berakhir dengan memaafkan secara mudah. Ia bukannya ingin mempersulit urusan ini. Tapi setidaknya ia ingin Ando benar-benar memperbaiki diri dan ia juga sama. Kalau pun berlanjut lagi, ia ingin mereka membangun rumah tangga dengan lebih baik lagi. Tidak seperti beberapa minggu terakhir. "Abi jangan muncul selama waktu itu. Jangan sekalipun mendekati Ras," tambahnya. Ia berbicara begitu datar tapi bagai ancaman ditelinga Ando. Lelaki itu benar-benar ketakutan jika Farras tak akan kembali padanya. "Ras gak mau Bunda dan Papa tahu. Juga Abang dan Ferril," terangnya.

Ando sedikit melega jika alasannya itu. Ia hanya bisa mengangguk. Ia juga sudah membuat rencana lain selama Farras menenangkan diri. Mungkin ia akan mencari apartemen di dekat kantor. Walau ia was-was juga. Kadang Farrel atau Ferril sering datang ke kantornya. Dan kalau sampai melihatnya ada di sana lalu Farras yang ditinggal di rumah Bunda, bukan kah mereka akan curiga?

Sementara Farras berpikir hal lain. Ia hanya ingin menyimpan urusan rumah tangga ini berdua dengan Ando. Ia tak ingin ada yang tahu selain mereka berdua. Kenapa? Meskipun Ando pernah berkhianat setidaknya ia ingin menjaga wibawa Ando di hadapan keluarganya. Baik sekali bukan?

Tapi itu lah yang dapat dilakukan Farras untuk Ando. Setidaknya selama ia berpikir tentang kelanjutan dari pernikahan ini. Lalu kehamilannya? Aah, ia baru ingat karena sejujurnya, ia tak konsen sama sekali tentang hal itu. Ia terlalu memikirkan hal lain yang menguras emosi.

"Tentang kehamilan ini," ungkitnya dan kali ini ia menatap Ando yang menatapnya nanar. Kalau lah Farras sadar, sejujurnya ia sudah menembak habis Ando hingga kini sekarat meski tak berdarah di depannya. Sejujurnya, lelaki itu sudah benar-benar tewas. Tewas jiwanya dan juga batinnya. Hatinya? Lebih dari tewas jika ada kata-kata yang bisa menggambarkannya. "Ras akan memeriksakannya sendiri nanti."

Dan itu sanggup membuat jantung Ando bagai berhenti berdetak. "Kenapa?" tanyanya. Ia tentu saja tidak rela. Bagaimana pun, itu juga anaknya. "Itu juga anak Abi, Ras. Ras masih istri Abi."

Farras menarik nafas dalam. "Ya," tuturnya namun ia mengalihkan tatapannya. Enggan menatap Ando. "Ras sudah bilang kalau butuh waktu kan?" ia melempar kalimat itu dengan sedikit emosi dan itu sanggup membuat Ando terdiam seketika. Farras benar-benar memukulnya tepat diulu hati. Ando kesakitan walau luka itu tak tampak jelas.

"Kalau begitu, harus kabari Abi tentang hasil pemeriksaannya," tuturnya. Ia mengalah. Farras hanya membalasnya dengan deheman.

😍😍😍

Cinta Di Atas Cinta 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang