"Abi kangen Ras," ucapnya divideo itu. Mata merahnya tak bisa ia sembunyikan. Juga wajah sembapnya. Farras bisa melihat bekas airmata diwajah lelaki itu. Ditambah lagi, wajah tampan itu tak terlihat bersinar seperti biasanya. Ando kehilangan aura ketampanannya. Kini terlihat kuyu sekali. "Abi di sini baik-baik saja. Ras juga kan?" tanyanya lantas menelan ludah kelu. "Anak kita bagaimana?" lanjutnya dengan mata berkaca-kaca. Farras menatap video itu dengan sendu. Ando merekam video itu di kamar apartemennya. Farras bisa melihat background jendela yang terbuka di belakangnya. Juga ada tempat tidurnya. Tapi apartemen itu tampak kosong seperti hati Farras kini. Hati Farras tampak kosong karena isinya dibawa pergi lelaki itu. Perih bukan?
Ando tersenyum hampa divideo itu. Ia memutuskan untuk merekamnya karena Farras sama sekali tak mengangkat teleponnya apalagi membalas pesannya. Farras hanya membacanya. Jadi setidaknya, ia ingin memperlihatkan diri pada Farras kalau ia tampak sangat tidak baik-baik saja tanpa perempuan itu. Selama ini, lima tahun ini, ia sudah terbiasa dengan kehadiran Farras. Dan kini? Rasanya kosong sekali. Tak ada perempuan itu disisinya. Tak ada Farras yang biasanya suka memeluknya di atas tempat tidur. Suka menggodanya ketika di dapur. Suka meledeknya ketika sedang serius bekerja di depan laptop. Suka menyentil hidungnya ketika ia sedang marah. Haaaaah. Mengingat semua itu, sungguh-sungguh membuat Ando sesak nafas. Lantas apakah Ando akan mengulangi kesalahan yang sama?
Ia sudah berjanji setiap malam. Selama hampir seminggu di sini, ia tak pernah melewatkan tahajudnya. Nyatanya, hanya Allah lah yang selalu menemaninya. Walau kadang dilupakan olehnya. Namun ketidaan Farras, menyadarkannya tentang siapa yang lebih berhak atas cintanya. Ya. Allah bukan? Tentu. Dan mungkin karena selama hidup ini terlalu mudah bagi Ando, hingga ia khilaf seperti ini. Seperti manusia yang kurang bersyukur. Kalau dipikir, apakah ia tidak sadar diri dengan kelakuannya kemarin? Sangat tidak sadar diri. Dan itu lah yang membuat ketakutannya semakin menjadi. Ia benar-benar takut jika Farras pergi. Benar-benar pergi. Apalagi perempuan itu sukses mengabaikannya seminggu ini. Mungkin balasannya memang belum setimpal. Tapi Ando sudah benar-benar terluka bahkan sebelum diabaikan oleh Farras seperti ini. Saat berangkat ke kantor usai mengantar Farras hari itu, ia sampai tergugu di atas setirnya. Bagaimana kalau Farras tak ingi kembali padanya? Tak ingin dijemput olehnya lagi?
"Ras ingat surat ini?" lanjutnya. Lantas ia melafalkan surat yang pertama kali ia lafalkan di depan Farras ketika pertama kali mereka menikah dulu. Surat apa?
"Wa min aayaatihii an khalaqa lakum min anfusikum azwaajal litaskunuu ilaihaa wa ja'ala bainakum mawaddataw wa rahmah, inna fii zaalika la'aayaatil liqaumiy yatafakkarun."
Ia melafalkannya dengan baik sekali dan dengan senyuman yang membuat Farras terbius. Walau wajah itu kuyu dan membuat Farras pedih tapi hatinya tetap masih tersentuh. Lantas tiba-tiba merindu suara Ando yang begitu menentramkannya ketika sedang mengaji untuknya. Dan airmatanya menetes lagi. Ia juga tak tahan dengan keadaan seperti ini.
"Ras ingat artinya?" tanyanya lantas ia sendiri yang mengatakan arti dari surat Ar-Rum ayat 21 itu. "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Ando menarik nafas dalam. "Abi banyak memikirkan surat ini. Abi merasa jauh sekali dari banyaknya kata-kata bijak yang dulu sering Abi katakan untuk Ras. Karena kenyataannya, Abi tidak sebijak itu. Abi juga tidak sebaik yang Ras pikir," tuturnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca lagi. "Abi banyak salah pada Ras," lanjutnya dan itu membuat Farras tergugu mendengarnya. Sementara Ando menarik nafas dalam. Ia menguatkan dirinya untuk tidak menangis. "Rasanya Abi tidak bersyukur bukan? Punya istri seperti Ras tapi Abi tinggalkan. Maafin Abi, Ras," ia hanya bisa mengucapkan itu. Kata-kata yang diucapkan dengan penuh penyesalan. "Abi mungkin seperti tidak tahu diri kalau masih meminta Ras untuk bertahan. Tapi begitu lah, Ras. Nyatanya, Abi rela mengemis pada Ras untuk bertahan dengan Abi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Atas Cinta 2
SpiritualMenikah itu bukan akhir dari tujuan hidup. Nyatanya, ini adalah sebuah awal yang baru untuk memulai hidup berdua dengannya yang dicinta. Keduanya menikah diusia yang teramat muda. Namun setelah lima tahun pernikahan, apa yang didamba-dambakan setiap...