Hati Yang Bergetar

4K 604 501
                                    

Ini komenannya banyak banget ternyata wkwkwkwkw sampe mabok bacanya wkwkwkwk oke hari ini bonus lagi dan besok puncaknya wkwkwkw

🤣🤣🤣

Hening.

Memang tak ada kelanjutan dari pertengkaran kemarin. Farras juga enggan mengungkitnya namun bukan berarti ia menghentikan wacana itu begitu saja. Baginya, ini hanya menunggu waktu saja untuk benar-benar meledak. Jika memang Ando masih tak berniat untuk mengakui kesalahannya. Farras tak butuh yang lain, ia hanya butuh pengakuan maaf dari lelaki itu dan kejelasan. Maaf berarti hentikan semua hubungan dengan perempuan itu dan Farras juga berjanji tidak akan mengungkit persoalan poligami itu lagi. Ia akan fokus pada tesisnya saja. Anak?

Hohoho. Farras sudah tak berniat. Melihat wajah Ando saja membuatnya malas. Kalau dibilang masih marah yah memang. Dan meski sudah berupaya memaafkan, rasa ikhlas itu belum merasuki hatinya. Ia butuh waktu untuk menerima semua yang terjadi.

Sejak berhari-hari lalu, Farras memang tak begitu bawel karena memang ada perang dingin tak kasat mata antara ia dan Ando. Tapi bukan berarti ia tak menunaikan tugasnya di rumah. Ia tetap menyiapkan kebutuhan Ando ketika lelaki itu akan berangkat bekerja. Ia tetap masak meski masakannya tak digubris sama sekali. Ia juga selalu memberesi rumah dengan baik. Namun mungkin baru dua hari ini, Ando merasa agak kehilangan sisi ceria Farras yang biasanya. Walau sudah hampir dua minggu lalu mereka tidak banyak bicara tapi dua hari ini, Ando bahkan tak berani dekat-dekat dengannya. Kalau ditanya, apakah Ando masih marah seperti malam itu? Jawabannya tidak. Karena setelah ia berpikir jernih, ia sadar jika kesalahan itu ada padanya.

"Ras!" panggilnya dari lantai atas.

"Baju Abi udah aku gantung rapi di dekat lemari," sahutnya. Tapi bukan itu keinginan Ando yang sebenarnya. Lelaki itu ingin Farras membantunya memakaikan baju, mengancingkan kemejanya dan mencari-cari kesempatan memeluknya. Namun Farras malah bilang begitu. Ia sadar jika ini salahnya. Selama hampir dua minggu kemarin, ia bahkan tak sekalipun meminta Farras melakukan itu bukan? Ia juga tak tahu jika Farras kerap terpaku ketika melihatnya sudah rapi dengan kemeja. Dasinya pun sudah rapi tanpa sentuhan Farras. Hal yang kemudian membuat Farras terbiasa. Farras bahkan sudah tak sakit jika melihat Ando sudah rapi. Karena lelaki itu lah yang membuat Farras terbiasa akan hal itu.

Ando menghela nafas. Akhirnya, ia memakai kemejanya sendiri. Mengancingkan kemejanya sendiri. Memakai dasinya sendiri. Tak lama, ia sudah menuruni tangga, tapi begitu matanya terarah pada meja makan, ia tak melihat Farras di sana. Sarapan pagi memang sudah tersaji. Tapi istrinya tak ada di sana.

"Ras!" panggilnya. Tapi Farras masih tak terlihat. Ia berjalan ke halaman belakang, perempuan itu tak ada. Ia berjalan lagi ke halaman depan, juga tak ada. Namun saat balik badan, ia mendapati Farras berjalan menaiki tangga. "Ras gak makan?"

"Udah," sahutnya dingin lalu masuk ke kamar. Suara bantingan pintu menjadi jawaban berikutnya. Biasanya Farras tak pernah marah selama ini hingga lebih dari tiga hari. Biasanya, Ando akan menegurnya. Tapi kali ini, suasananya berbeda. Ando sadar jika ia lah yang mulai memercikan api. Akhirnya, ia tak jadi makan dan malah naik ke kamar. Saat hendak membuka pintu kamar, pintu kamar terkunci. Ia menghela nafas.

"Mau sampai kapan Ras marah seperti ini? Apa Ras lupa kalau marah lebih dari tiga ha--"

Dan pintu kamar langsung terbuka. Ando tersenyum tipis sekali. Merasa lucu dengan tingkahnya tapi wajah istrinya masih dingin. "Abi belum minta maaf sama Ras," tuturnya. Dan ia enggan menatap Ando.

"Maaf," tuturnya dengan mata lurus menatap Farras.

Farras mengangguk pelan. Memaafkan memang akan mudah bagi Farras. Menerima dan melupakan itu yang susah. Camkan itu. Jadi jika terulang lagi....

Cinta Di Atas Cinta 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang