dua puluh tujuh

514 35 6
                                    

Happy reading.
.
.
.
.
.

Sepuluh menit. Ia mematut diri di depan gambar seorang pria di rumah itu. Manik matanya berkilat merah sebelum kemudian membalik badan dan berakhir menatap ruang kosong di belakangnya. Ia menghela napas.

"Baiklah. Tunjukan padaku dimana tempatnya?" ucapnya entah pada siapa. Setelah berdiri dan berbicara seorang diri netranya kembali berubah hitam. Tubuhnya sedikit membungkuk dengan tangan kanan menekan dadanya yang terasa sesak, napasnya tersengal, bahkan keringat dingin pun keluar cukup banyak melalui pori-pori kulitnya. "Sial!" rutuknya.

Hingga beberapa menit ia menenangkan diri, barulah ia bisa berdiri tegak kembali dengan napas bergerak teratur. Berderap cepat pergi dari sana sambil merogoh ponsel di saku celana, memasangkan earpod ke telinga, ia lalu melakukan panggilan jarak jauh tanpa berhenti menghentakkan kaki menuju tunjuannya.

"Hoseok, kau sudah bertemu dengannya?" tanyanya setelah pria di seberang sana mengucap satu kata pembuka.

"Iya, aku juga sudah menceritakan semuanya?"

"Baguslah. Apa sekarang dia bersamamu?" tanyanya lagi sambil tangannya memutar kunci mobil, kemudian disusul bunyi suara mesin mobil pertanda kendaraan roda empat itu sudah siap untuk melaju ke jalanan.

"Iya, dia juga bersedia ikut untuk menjadi pemandu jalan dan mungkin juga bisa membantu kita berbicara dengan sahabatnya. Bagaimana menurutmu? Apa dia bisa ikut? Aku tak mau menyalahi aturan dengan menyertakan warga sipil."

"Hmm... kurasa itu tak perlu. Suruh dia menunggu di apartementnya saja. Aku akan meminta seorang polisi untuk menjemputnya dan membawanya ke kantor, untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Jun Pio akan mengurusnya di sana." tangan Alana terus bergerak mempertahankan stir kemudinya tetap stabil melintas dengan kecepatan penuh. Dengan bantuan sirena polisi yang menyala dan meraung di atas kap mobilnya membuatnya bergerak tanpa hambatan. Satu hal yang bisa ia syukuri adalah alamat yang akan ia tuju rupanya tak terlalu jauh. Hanya beberapa kilometer di pinggiran kota Seoul.

"Kalau begitu aku akan langsung ke tempat itu."

"Baik, kita bertemu di sana."

"Tunggu akan ku kirim alamatnya."

"Tidak usah, aku sudah tahu tempatnya dan sedang dalam perjalanan menuju ke sana menggunakan GPS. Mungkin sebentar lagi sampai."

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Ada seseorang memberi tahuku. Kalaupun ku katakan kau tak akan mengenalnya." Alana tersenyum tipis ia yakin Hoseok sekarang pasti tengah membelalak tak percaya mendengar perkataannya barusan.

"Hoseok terimakasih." ucap Alana sebelum pemuda itu mulai bicara kembali.

"Namjoon sangat beruntung memiliki teman sepertimu. Sekarang aku bisa tenang karena ada kau yang akan selalu menemani dan menghiburnya."

"Hei, apa yang kau bicarakan. Kau membuatku merinding. Ini terdengar seperti kau sedang memberi pesan terakhir dan aku tak menyukainya."

Kembali Alana tersenyum tipis kemudian bergerak menepikan kendaraan ke salah satu kedai di tepi jalan. "Aku tutup teleponnya, Hoseok. Sampai jumpa." ucapnya singkat sebelum memutus sambungan secara sepihak.

"Selamat datang," sapa si penjaga kedai sambil tersenyum ramah saat tungkai Alana menyentuh lantai kedainya. "Ada yang bisa ku bantu?"

"Tolong berikan aku sebotol soju."

"Ya, Nona. Tunggu sebentar." ucap si penjaga lalu melangkah sedikit menjauh mengambil sebotol soju yang terpajang di rak kayu besar di sisi kanan kedainya. Berbagai jenis minuman beralkohol ada di sana. Tapi Alana hanya memilih soju, karena itu sudah cukup untuk membuatnya mabuk. Alana memang sangat lemah dengan minuman sejenis itu. Sejak dulu ia memang menghindari minuman-minuman yang memabukkan karena takut jika mabuk maka makhluk tak kasat mata yang berada di sekitarnya akan memanfaatkan tubuhnya. Dan karena Namjoon, hari ini ia akan membuat pengecualian.

Yandere (Kim Namjoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang