dua puluh delapan

514 34 11
                                    

Happy Reading.
.
.
.
.
.

"Namjoon...!" pekik Alana sambil berlari ke arah dimana Namjoon tergeletak dengan penuh luka.

"Namjoon, apa yang dia lakukan padamu? Ya Tuhan." Namjoon berusaha tersenyum manis saat menatap kecemasan dan air mata di wajah Alana.

"Maafkan aku karena membohongimu, Alana. Aku tak ingin kembali karena Taehyung akan memaksaku menikah dengan gadis itu dan... uhuk! uhuk!..." Namjoon terbatuk saat dadanya berdenyut sakit "Kau tak boleh berkencan dengan Hoseok."

"Bodoh!" rutuk Alana dengan kesal tapi produksi air matanya terus bertambah banyak. Namun sesaat kemudian tangannya  menyentuh dada Park Namjoon sambil bertanya "Apa ini sakit sekali? Kita harus segera keluar kau butuh bantuan medis secepatnya." ia mengelus dada yang terluka itu penuh kasih sayang.

"Tidak lagi, Al. Karena kau menyentuhnya." ucap Namjoon sambil tersenyum menatap Alana yang sibuk melepas ikatan pada tangan dan kakinya.

"Masih saja membual, lihat dulu keadaanmu baru lakukan itu." kesal Alana lalu merangkul Namjoon dan berusaha untuk membantunya berdiri. Membiarkan pria itu terkekeh menertawakan reaksinya. Ikatan pada kaki dan tangannya sudah terlepas memudahkan Namjoon untuk bergerak bebas.

"Ayo, Joon." ajak Alana berusaha membangunkan prianya. Akan tetapi bukannya berdiri Namjoon malah menarik wajah Alana dan menyentuhkan bibirnya pada birai wanita itu. Alana terdiam merasakan ciuman Namjoon yang tiba-tiba itu. Ia membiarkan saja tanpa berani untuk membalas karena bibir pria itu terluka parah. Karena ciuman itu saliva mereka pun tertukar sempurna. Saliva Namjoon yang bercampur darah segar sungguh membuat hati Alana serasa remuk karena terlambat menolong pria itu. Air matanya pun kembali tumpah hingga kini tak hanya rasa anyir darah yang tercipta di antara penyatuan bibir mereka tapi juga rasa asin dari air mata Alana yang terus berjatuhan.

"Kenapa kau tak melawan, Joon? Kenapa kau biarkan dirimu diperlakukan seperti ini? Aku tahu jika kau mau, kau pasti bisa melumpuhkannya." tanya Alana sambil menghapus tetesan darah dari bibir Namjoon yang pecah.

"Aku harus melakukannya agar kau punya kesempatan untuk menangkapnya secara langsung. Jika tidak perjuanganmu hanya akan sia-sia. Bukankah kau masih belum mendapat cukup bukti untuk menjeratnya? Dan karena itu pula kau dan Hoseok berencana untuk menjebaknya. Jadi biarkan aku mengambil posisi itu, Alana."

"Kau menyebalkan... kenapa kau sangat menyebalkan...! Aku membencimu, Namjoon..., amat sangat membencimu...!" tangis Alana semakin meraung membuat tubuhnya gemetar, ia memeluk pria itu dengan erat saat mendengar penjelasan Namjoon "Kau bodoh! Sangat bodoh! Aku bisa menangkapnya dan mengumpulkan bukti-bukti yang lebih dari cukup untuk menghukumnya seumur hidup. Kenapa kau lakukan hal bodoh seperti ini? Bagaimana kalau aku datang terlambat?"

"Jika aku menunggumu mengumpulkam bukti-bukti itu maka kita tak akan pernah menikah, Alana. Dan mungkin juga jika bukan aku maka akan ada korban lain lagi yang menyusul. Dia pysco, Alana." Namjoon mengurai pelukan mereka lalu mengulurkan tangannya menarik kepala Alana dan membenturkan kedua kening mereka hingga obsidian mereka saling mengunci.

"Selain itu, aku membiarkan dia melakukan ini karena aku percaya padamu... aku percaya kau akan datang, Al." Namjoon mengelus lembut surai wanitanya, mencium aroma lavender dari rambut itu, aroma yang sangat disukai Alana dan entah sejak kapan ia jadi menyukainya juga. "Aku sangat mempercayaimu, Sayang." ucap Namjoon sekali lagi membuat Alana makin terisak.

"Wanita itu, dia melukaimu sampai seperti ini. Sialan! Aku pasti akan membunuhnya." geram Alana saat menatap tubuh Namjoon yang berlumuran darah.

Wajahnya dipenuhi memar dengan hidung dan bibir yang berdarah. Tapi syukurlah darah di hidungnya sudah berhenti menetes. Sementara badannya yang setengah telanjang telah dipenuhi luka sayatan dimana-mana. Dari punggung, lengan bahkan bagian dada dan perutnya. Dadanya juga tampak memar, sepertinya karena itu Namjoon sempat terbatuk hingga beberapa kali.

"Kau tahu, dia hampir saja memperkosaku. Tapi tenang saja aku masih bisa mempertahankan harta berhargaku." guyon pria itu untuk menenangkan kekasihnya yang terus menangis. "Dan kau juga keburu datang, jadi dia pasti sedang sangat kesal sekarang."

"Tidak, Joon. Kita masih belum aman. Ayo, kita harus segera pergi dari sini." akhirnya Namjoon pun merangkulkan tangannya yang terluka ke bahu kekasihnya agar Alana bisa membantunya berjalan. Selangkangannya masih berdenyut sakit setelah wanita itu menendangnya. Namjoon menyembunyikannya karena tak ingin Alana semakin khawatir. Mereka pun berjalan dengan pelan menuju ruang utama. Alana sempat melirik ke arah kaki Namjoon yang basah dengan darah. Itu sudah cukup meyakinkannya kalau sebagian besar kaki kekasihnya pasti juga penuh luka sayatan. Ia pun berusaha menguatkan rangkulannya sambil tangan kirinya tetap memegang senjata api, untuk berjaga-jaga jikalau wanita sialan itu kembali dan memergoki aksi pembebasan itu.

"Joon, bagaimana kau bisa tahu semua yang kami rencanakan? Maksudku, aku dan Hoseok." tanya Alana sembari menatap wajah Namjoon yang sesekali tampak mengerang menahan sakit di tubuhnya.

"Aku sudah tahu sejak di Jeju." jawab Namjoon. Kakinya kini menjejak tangga pertama untuk keluar ruang bawah tanah itu. Kedua kakinya sudah gemetar karena luka dari betis hingga ke pahanya. Celana panjangnya pun hancur tercabik-cabik belati iblis wanita itu.

"Sebenarnya waktu pertama kali bertemu di dalam lift di gedung apartement Hoseok aku sudah mulai mengenalimu. Lebih tepatnya aku mengenali Jun Pio. Lalu kasus pembunuhan yang kutonton di televisi Hoseok tiba-tiba membuatku mengingat sebuah kasus pembunuh di Vancouver dan sekelebat bayanganmu kembali menggangguku. Aku pun meminta bantuan orang-orangku untuk mencari tahu semua tentangmu dan hubunganmu denganku. Meski awalnya cukup sulit tapi akhirnya aku berhasil mendapatkan keseluruhan data tentangmu, Alana." terang Namjoon sambil terus melangkah tertatih menaiki tangga satu demi satu menuju lantai utama rumah itu.

"Tapi saat itu seluruh ingatanku masih timbul tenggelam, hingga saat kita bertemu di Jeju. Aku kembali mengingatmu, beberapa kali bertemu membuatku bisa mengingat segalanya dengan cepat. Dan malam itu tepat ketika aku melihatmu sendirian di atas roofftop, aku ingin mengatakan semuanya bahwa aku sudah mengingatmu, aku ingin memelukmu tapi kembali ingat kasus pembunuhan di Jeju Royal aku pun mengurungkan niatku dan mencoba mencari tahu apa yang akan kau lakukan untuk mengungkap kejahatan itu. Hingga pagi itu aku hanya berpura-pura tidur di kamarmu. Saat itulah aku melihat semua catatan hasil investigasimu. Juga seluruh rencana yang kau susun. Aku juga tahu kalau kau ingin mengirimku kembali ke Kanada untuk melindungiku, sementara kau dan Hoseok akan memburu wanita itu." langkah Namjoon terhenti sejenak. Ia mencoba menstabilkan detak jantungnya yang memburu darahnya menetes semakin banyak hingga rasanya ia akan mati detik itu juga.

"Joon, kau masih bisa bertahan, 'kan? Jika tidak kau tunggu di sini. Aku akan pergi mencari bantuan dan segera kembali untuk menjemputmu. Bahkan mungkin Hoseok sekarang sudah ada di depan. Kau mau menungguku di sini sebentar lagi bukan?" tanya Alana dan kembali menangis, ia benar-benar khawatir melihat kondisi Namjoon yang sudah kehilangan banyak darah.

"Aku tidak apa-apa. Ayo kita lanjutkan, Alana. Aku hanya butuh istirahat sebentar dan sekarang semuanya sudah jauh lebih baik." ucap Namjoon sambil kembali tersenyum agar Alana kembali tenang.

"Mengharukan sekali, haruskah aku menulis sebuah novel untuk kisah kalian yang luar biasa itu? Atau haruskah aku membuat film dari kisah cinta kalian?"

Alana dan Namjoon terkesiap ketika rungunya mendengar suara perempuan menggelegar mengisi lorong penuh anak tangga itu. Mereka pun menoleh ke arah sumber suara dan seketika terdiam menatap sesosok wanita yang berdiri di ujung tangga teratas.

"Jang Yuri...,"

******

Yandere (Kim Namjoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang