BAGIAN 3 - THALITA

166 9 0
                                        

Aloha all! Sebenernya ini cerita lama yang aku tulis di buku karena udah mau ngilang tintanya jadi aku pindahin ke sini. Emang gak sama persis sama yang aslinya tapi semoga senang deh. Lebih suka dibaca dengan nyaman:)


Ruangan bercat merah muda dengan segala isi di ruangan ini yang sudah dirancang khusus untuk anak perempuan. Aku menatap langit ruangan ini, pikiranku menerawang jauh rasanya aku tidak kuat. Yang kurasakan hanya ingin pergi dari sini bertemu Bunda, tapi apakah Bunda mau menerimaku?

Beberapa jam yang lalu aku mengantarkan orang tuaku ke depan untuk pulang, aku kembali ke ruangan ini untuk beristirahat. Disini sepi tidak mudah untuk bersosialisasi dari rumah ke rumah. Sudah dua hari aku berada di tempat ini dan keadaannya masih sama, sepi sekali.

Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam dengan berani aku keluar kamar dan ya sunyi sekali. Mungkin para pelayan sudah beristirahat. Papa juga tidak terlihat keberadaannya. Aku bergegas ke ruang makan rasanya tenggorokanku kering segelas air mampu membasahi tenggorokanku.

"Siapa lo?"

Prak

Gelas yang kupegang jatuh ke lantai dan pecah. Aku tersentak kaget dengan suara itu, kemudian berbalik menghadap ke arah asal suara itu. Mataku menangkap seorang laki-laki bertubuh tegap, berambut cokelat, mata sedikit abu-abu dan hidung yang mancung. Tatapan matanya yang tajam menghunus ke arahku.

"A-aku...,"

"Ya, gue inget jadi lo calon istri dia," potongnya datar melangkah pergi kemudian berhenti dan menoleh padaku. "Panggil pelayan untuk membersihkan pecahan itu,"lanjutnya melenggang pergi.

Aku mulai bernafas kembali, tatapannya membuatku berhenti bernafas.

"Dia dingin sekali, tidak perlu memanggil pelayan aku bisa sendiri membersihkannya," gerutuku pelan.

Jadi siapa dia? Wajah blasteran tapi Papa kan bukan bule, mungkin Ibunya. Sudah dua hari berada disini, aku merasa asing dengan segalanya. Papa jarang berada di rumah aku pun tidak pernah melihat istrinya. Aku benar-benar tidak tahu tentang keluarga ini dan juga calon suamiku seperti apa? Dan juga bagaimana sekolahku?

***

Aku terbangun untuk melaksanakan kewajibanku, setelahnya pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan. Kamarku berada di lantai kedua oleh karena itu aku harus menuruni anak tangga.

Langkah kaki ku terhenti di tengah anak tangga ketika seorang laki-laki berwajah oriental Indonesia menatapku dengan senyumannya.

"Hai, selamat pagi!" Sapanya ramah.

Aku membalas balik sapaannya, melanjutkan langkahku menuruni tangga bersamanya walaupun aku tidak tahu siapa dia.

Kini aku duduk bersampingan di ruang TV bersamanya, terasa suasana yang canggung.

"Kamu pasti bingung siapa aku 'kan? Perkenalkan aku Taksa Adhiwinata, calon suami kamu," ucapnya tersenyum lagi.

Jadi dia calon suamiku? Laki-laki dewasa dan ramah ini.

Kepalanya menunduk seraya berkata, "Maafkan aku belum bisa menemuimu beberapa hari yang lalu karena kesibukanku di kampus, Thalita."

Aku mengerjap merasa canggung dan tak enak hati mendengarnya.

"Kenapa Kak Taksa menerima perjodohan ini?" tanya secara tiba-tiba, ia terdiam mengatupkan kedua bibirnya.

"Karena aku pikir kamu menarik saat Papa menceritakan dirimu," jawabnya terlihat ragu di mataku.

Apa benar seperti itu?

Bahkan aku sangat tidak tertarik dengan perjodohan ini. Umurku masih muda untuk menjadi seorang istri, aku merasa belum pantas. Aku ingin meraih impianku tanpa beban.

"Sakya!" panggil Kak Taksa kepada laki-laki yang semalam kutemui di dapur.

Ia berhenti dan menoleh malas pada kami, penampilannya terlihat rapih.

"Ada apa?" tanyanya tak acuh.

"Thalita, ini Sakya. Dia yang akan mengurus tentang sekolahmu jadi, jika kamu mau minta bantuan padanya saja," jelas Kak Taksa padaku.

Aku menatap laki-laki blasteran itu dengan canggung, pandangan kita beradu. Dia dengan cepat memutuskan kontak mata tersebut. Dia membuang muka ke depan dengan malas, laki-laki menakutkan sepertinya? Rasanya enggan meminta bantuan tentang sekolahku padanya.

Dia melangkah pergi.

"Sakya, kamu tidak sarapan bersama dulu?" tanya Kak Taksa sedikit menaikan volume suaranya.

"Omong kosong, bersikap sok perhatian," ucap Sakya terasa dingin.

Dia menghilang saat pintu tertutup kembali. Kenapa orang-orang disini aneh sekali?

Kak Taksa melihatku, dia tersenyum tipis menyiratkan bagaimana keadaan di kediaman Adhiwinata ini.

Akhirnya aku hanya terdiam, hanya perlu beradaptasi dengan kehidupan disini. Ya, aku harus menyesuaikan diri disini jika tidak ingin tertekan.

Kami melanjutkan dengan sarapan pagi, Papa belum terlihat sama sekali. Sehabis sarapan dia mengajakku berkeliling rumah sambil bercerita tentang keluarga ini.

Jadi, laki-laki blasteran bernama Sakya Lewis Adhiwinata itu anak kedua dari dua bersaudara dan ternyata berbeda Ibu. Status Papa sekarang adalah seorang duda. Kak Taksa juga memberitahuku jika pernikahan kami akan segera dilaksanakan setelah urusan perusahaan terselesaikan.

"Thalita."

Aku menoleh padanya dan dia menyelipkan bunga dia pada rambutku. Kemudian ia merapikan rambutku dengan lembut, debaran jantungku dua kali lipat sekarang. Aku mendongak padanya mata kami saling bertemu.

"Kamu cantik dan polos," pujinya pelan menepuk puncak kepalaku.

Kami berada di taman belakang dengan angin segar yang terus bertiup, dia membuatku jatuh hati dengan cepat.

***

Hi, Le Mariage!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang