“Kenapa kita selalu terhubung meskipun hati kita kosong? ” — Miss yang sedang patah hati untuk kesekian kalinya oleh orang yang sama.
•
•
•"Handphone untuk siapa ini, mas?" tanya Thalita mengerutkan keningnya ketika Mas Jeje meletakan sebuah Handphone keluaran terbaru yang harganya tidak murah seperti miliknya dahulu.
"Itu untuk Kak Thalita dari Bos, udah saya pasang kartu SIM dan nomor handphone Bos. Siap pakai pokoknya," jawabnya kemudian pamit meninggalkan ruangan.
Thalita membuka box handphone tersebut dan ya, semua aplikasinya dan kontak sudah lengkap. Ia membuka aplikasi tempat ia berkomunikasi menggunakan data seluler. Ia berdecak antara kagum dan tidak enak, lagi-lagi karena harga handphone ini bisa untuk membeli kendaraan roda dua yang standar.
'Dijaga baik-baik handphonenya, sekitar dua minggu lagi aku akan pulang. Setelah setahun lamanya, I'll see you again my wife.' - Sakya.
Thalita mengerutkan keningnya merasa tidak yakin jika suami macam Sakya akan mengirim pesan seperti itu. Antara heran, bahagia dan ya merasa tidak percaya orang sepertinya itu.
Dua minggu lalu berarti tepat satu hari sebelum acara kelulusannya diadakan. Apakah Sakya akan kembali bersama kekasihnya? Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya.
Thalita menepis pikirannya itu, ia tidak peduli tentang hubungan Sakya dan perempuan itu. Yang terpenting, ia tidak melalaikan tugasnya sebagai seorang isteri.
***
Dua minggu telah berlalu, Thalita dengan kebaya berwarna merah muda dengan payet dan brokat yang menghiasinya terlihat anggun dan menawan. Tak lupa hijabnya yang menutupinya. Make up yang pas untuk kelulusan juga menambah kesan yang begitu sempurna, ia begitu pangling dengan dirinya sekarang.
Tentu saja penampilannya ini disponsori oleh Papa mertuanya. Pagi-pagi sekali ada beberapa wanita datang ke apartemennya yang ditugaskan mendadaninya dari acara kelulusan hingga prom night nanti.
Thalita berjalan ke lobby karena supir jemputan menunggunya di sana. Dirinya diperlakukan bak putri kerajaan. Senyum tipis terlukis di bibirnya.
Dan kabar Sakya, ya, dia belum pulang ternyata dari kemarin. Di dalam mobil Thalita berselfie kemudian mengunggahnya ke akun media sosialnya tanpa diketahui bahwa di luar sana ada yang tersenyum tipis memandangi potret wajahnya sembari menunggu pegawai sekaligus orang kepercayaannya datang menjemput.
Ya, dia adalah Sakya yang duduk di tempat tunggu bandara. Dia baru saja landing dari Prancis setelah transit dahulu di bandara lain. Walaupun masih jetlag ia memaksakan diri untuk segera menuju sekolah istri kecilnya itu.
"Bos ... Maaf saya telat," ucap pegawai setianya yaitu Mas Jeje datang dengan terengah-engah.
Sakya menyunggingkan senyum tipis, "It's okay, Mas. Langsung anterin saya ke sekolah."
Mas Jeje mengangguk dengan sigap ia membawa koper Bos mudanya tersebut.
Dalam perjalanan mereka berhenti dulu karena Sakya ingin membeli buket bunga untuk istrinya yaitu Thalita. Bunga mawar putih, ia sangat menghargai Thalita yang tidak mengkhianati seperti dirinya.
***
Thalita bersama temannya Kiwi berselfie ria sehabis acara kelulusannya selesai disalah satu photobooth disediakan oleh sekolahnya. Kemudian Kiwi berpamitan untuk menemui Ibunya. Thalita hanya mengulas senyum tipis melihat yang lain ditemani orang tua, padahal dia sudah mengirim pesan pada orang tuanya agar datang. Semenjak menikah, orang tuanya tidak pernah menanyakan kabar atau menjenguknya kesini.
Papa mertuanya juga belum kesini atau mungkin beliau sibuk. Thalita memutuskan untuk duduk di taman sekolah, ia akan merindukan sekolah ini.
"Di hari bahagia seperti ini masih saja murung?"
Laki-laki berambut kecoklatan itu duduk di sampingnya.
"Mawar putih untuk hari kelulusanmu." Dia menarik tangan kanan Thalita dan meletakkan sebuket mawar putih di tangannya.
Thalita menghela nafas, menatap buket bunga di dalam genggamannya. "Kamu pulang juga ternyata," ucap Thalita menoleh ke samping.
Sakya hanya mengangguk, sambil menyelami kedua bola mata Thalita yang tersirat rasa enggan padanya.
"Kamu mungkin membenciku Tha, ya, sudah sepatutnya kamu seperti itu. Aku minta maaf," ucap Sakya.
Thalita memalingkan wajahnya ke arah lain. "Sikap kamu gak bisa ditebak, berubah-ubah, aku lelah Sak. Sampai kapan terikat seperti ini? Aku ingin pisah tapi di lain sisi hati aku gak menginginkannya. Di usia segini, aku harus mengalami hal ini," ungkap Thalita pelan.
Thalita hanya ingin Sakya tidak mempersulit keadaan, tidak membuat sebuah drama. Dia mengingkari ucapannya. Selama setahun ia mengabaikan kenyataan bahwa suaminya itu melanjutkan pendidikan bersama perempuan lain. Jika saja, dia tidak memiliki perasaan ke laki-laki di sampingnya ini mungkin ia akan bersikap tidak peduli faktanya malah sebaliknya.
Sementara dia harus bersikap seperti menjadi istri yang patuh, sampai saat ia bisa menghasilkan uang sendiri. Dia akan pergi dengan kehidupan yang melelahkan ini.
Thalita menghela nafas, ini hari bahagianya dia terbawa emosi. Sakya datang padanya harusnya ia bersyukur.
"Maaf," ucap lirih Thalita.
Sakya merangkul bahu Thalita dan mengusap lembut. Yang salah dirinya bukan Thalita.
"Kamu mau makan apa?" tanya Sakya.
"Terserah." Thalita melepaskan rangkulan tangan Sakya.
"Thalita, Papa cariin ternyata kamu disini bersama dia." Mereka berdua menoleh ke samping kanan tempat suara itu berada.
"Pulang juga kamu," sindir Papa pada anak laki-lakinya.
Mereka teringat terakhir berbicara saat Thalita berada di Rumah sakit, obrolan tidak baik. Sakya hanya mengangguk saja. Ia juga tidak berminat untuk membalas sindiran tersebut. Thalita yang memahami situasi langsung mengalihkan suasana dengan mengajak mereka ke tempat lain.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Le Mariage!
Ficción GeneralTentang Thalita dan kehidupannya. Lebih enak dibaca pas rebahan:)