BAGIAN 11

110 6 0
                                    

Patah hati? Ketika kepercayaan dan harapan yang semu menghampiri—Ms. NarSa



Di sini Thalita dengan gamis merah muda dan kerudung pashmina yang menutupi dadanya, ia berjalan ke dalam sambil menenteng tas berisi kue bolu yang ia beli sebelum ke sini.

Thalita sangat jarang memakai pakaian tertutup seperti ini tetapi rasanya adem dan merasa damai. Ia berpikir untuk tetap berpakaian seperti ini suatu saat, dia merasa belum siap.

"Thalita, kamu cantik banget," puji Viana—istri Taksa, ia menyambut Thalita dengan hangat.

Thalita tersenyum, ia menghampiri Papa dan Kak Taksa setelah menyimpan barang bawaannya. Seperti biasa menyalimi mereka.

"Sakya gak datang?" tanya Taksa.

Thalita tersenyum tipis, "Sakya ada urusan yang gak bisa ditinggalin," balasnya.

Taksa tersenyum memaklumi sedangkan Papa wajahnya datar mirip saat Sakya bereaksi tidak suka. Tamu-tamu berdatangan, Thalita mengobrol banyak dengan Viana.

"Thalita, maafin Kak Taksa dan mbak ya? Mbak sangat bersalah sama kamu, Papa juga belum bisa menerima mbak di sini." Viana menggenggam tangan Thalita, matanya sudah berkaca-kaca.

"Mbak, dari dulu juga aku udah maafin. Gak ada yang salah, aku yakin Papa pasti nerima kehadiran Mbak di sini. Kan nanti ada keponakan aku," ucap Thalita dengan lembut.

Viana memeluk Thalita seraya berterima kasih. 

Acara di mulai dengan pengajian dan serangkaian adat jawa lainnya. Thalita membantu acara itu juga. Sekitar jam delapan malam acara selesai. Para pelayan membersihkan sisa-sisa acara tersebut.

Thalita membuka aplikasi chatnya, dia sudah meminta izin pada Sakya namun ia hanya membaca chatnya. Dia benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkan Sakya, laki-laki itu menutup dirinya sekali.

"Nak," panggil Papa mendaratkan pantatnya di samping Thalita.

"Sakya tidak ke sini? Sekalipun menjemput kamu?" tanyanya.

"Sakya mungkin sibuk sekali, Pa. Aku pulang aja, udah malam juga," kilah Thalita.

"Biar Papa antar, sekalian kamu bawa makanan dari sini." Papa beranjak dari duduknya untuk mengambil kunci mobilnya.

Thalita tersenyum sesibuk apapun mertuanya ternyata sangat mengkhawatirkan dirinya. Dia berpamitan dengan yang lain, jujur saja Thalita masih canggung berbicara langsung dengan Taksa.

"Jadi, bagaimana kehidupanmu dengan Sakya?" tanya Papa tapi tetap fokus menyetir.

Mereka dalam perjalanan untuk mengantar Thalita pulang, ia juga dibekali banyak makanan yang membuat dirinya meringis tak enak.

"Sangat baik, Pa. Sakya, laki-laki yang bertanggung jawab, dia menafkahi Thalita sangat baik namun dia sangat tertutup," jawab Thalita mengingat pertengkaran pertama mereka pagi tadi.

"Syukurlah jika begitu. Sakya ditinggalkan Ibunya sejak lahir, Ibunya meninggalkan Sakya pada Papa. Itu karena kesalahan Papa yang tidak bisa adil dalam berumah tangga. Papa dulu terlalu sibuk bekerja hingga tidak memperhatikannya, dia menjadi tertutup, keras dan bebas. Berbeda dengan Taksa yang memang dipenuhi perhatian sebelum Ibunya meninggal," jelas Papa.

Thalita sekarang mengerti, Sakya butuh perhatian dia merasa kosong. Ia semakin bersalah, seharusnya ia tidak bersikap seperti itu tadi pagi. Ia harus pelan-pelan mendekati Sakya.

Kendaraan berhenti di lobby, Papa menurunkan paper bag berisi makanan dan mengantarnya ke depan pintu apartemennya yang ternyata Sakya belum pulang.

Hi, Le Mariage!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang