21. Kita Yang Membuatnya Rumit

475 55 7
                                    














***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***


"Shen,"

"Iya? Kenapa Waf?"

"Kamu beberap hari yang lalu, sore jalan sama Langit ya?"

Shena terdiam, gerakan jari tangannya yang hendak membalikkan halaman novel yang ia baca terhenti. Lantas menoleh pada Wafi yang duduk di sampingnya sambil menopang kepalanya dengan sebelah tangannya. Menatapnya penasaran.

"Enggak jalan, cuma makan di Nasgor Mafia abis itu pulang."

"Oh."

Wafi mengangguk-angguk sambil mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke atas meja.

"Langit cerita sama kamu?"

"Iya."

"Bagus deh. Jadi aku gak perlu repot-repot cerita."

Shena terkekeh kemudian kembali menatap novelnya tetapi lagi-lagi gerakan tangannya terhenti saat Wafi kembali berucap,

"Terus waktu kita abis dari busking nya Regi, kamu ketemuan sama Langit?"

"Iya."

Hening.

Suasana perpustakaan pusat Ganesha lantai 4 kembali sepi setelah hanya mereka berdua yang berbicara di sana.

Tai.

Wafi hanya bisa mengumpat dalam hati saat menyadari bahwa efek seorang Shena baginya tetap sama -membuatnya tidak mampu menyakiti cewek itu. Maka meskipun masih banyak pertanyaan tertahan di bibirnya cowok itu memilih untuk diam karena ia tahu kalimat-kalimatnya mungkin bisa saja menyakiti Shena dan buruknya cewek itu akan pergi dan meninggalkannya, lagi.

Dan Wafi tidak sanggup jika hal itu sampai terjadi.

Sementara Shena entah mengapa cewek itu merasa dia tidak perlu menceritakan semua hal yang terjadi padanya kepada Wafi. Termasuk pertemuannya dengan Langit.

Buat apa.

Iya, cewek itu meskipun merasa sedikit tidak enak hati kepada cowok yang terlihat murung di sampingnya ini tetap berpegang pada keputusannya terlebih semenjak kembali ke Indonesia perasaannya terasa aneh, sesuatu yang sebelumnya tidak ia rasakan terus mengganggunya selama beberapa hari ini dan Shena tidak tahu, perasaan apa itu.

"Waf,"

"Hmm?" Wafi mendongak, mencebikkan bibirnya menatap Shena yang lantas membuat cewek itu terkekeh melihatnya.

"Jelek tau manyun gitu." Ucapnya terkekeh pelan sambil sebelah tangannya menyentuh bibir Wafi yang dengan cepat meraih tangan Shena dan membawanya ke dalam genggamannya.

"Biarin. Jelek-jelek gini yang ngantri banyak tau."

"Pede abisssss."

"Hahaha. Eh, kenapa? Mau ngomong apa tadi?"

KALI KEDUA ✔ SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang