11th: Pahit di akhir

35 7 4
                                    

Dengan tinju menopang senyumnya, Garrick meratapi bukti-bukti itu dengan garis marahnya yang begitu nampak menekan ke tengah. Tidak lama setelahnya, tawa lepas dari balik bibir pria itu. Cukup keras untuk membuat kedua bawahannya yang berjaga di luar ruangan tersentak.

Helaan lega akhirnya ia lepas. Kemudian, dengan rapih ia susun lembaran itu ke dalam berkas. Arah mata dikembalikannya pada Louise dan sekilas pujian ia tuturkan.

"Tuhan memberkati kita dengan surat ini. Meski aku yakin, kalian mendapatkan ini bukan dengan cara yang baik. Tapi, usaha kalian pantas untuk dipuji. Tridas tidak akan lama bertahan jika orang-orang korup itu tetap berada di atas."

"Terima kasih. Tapi tetap saja, sebagai pendatang baru, aku tidak begitu paham situasi di sini hingga berujung ke keserakahan. Seharusnya, penerus adipati sebelumnya paham betul dengan siapa yang akan mendahuluinya. Lantas, mengapa ini tetap terjadi?" Louise berbalik bertanya.

Di ruangan itu, cahaya senja perlahan memudar di antara kedua lelaki itu. Hanya mereka yang ada dalam ruangan itu, dengan dalih Garrick, untuk menjaga kerahasiaan diskusi mereka.

"Ah benar juga. Kalian baru di Tridas ya?" Tanya Garrick kembali.

"Ya. Kami baru saja datang beberapa hari yang lalu."

"Tapi, kalian tentunya tahu tentang penobatan vertikal kan?"

"Kurang lebih."

"Ya, itu lah yang terjadi di kota ini. Adipati sebelumnya tidak lagi sanggup berkuasa karena usia, akhirnya adik dari sang adipati pun ditunjuk sebagai pengganti. Kurangnya pengalaman dan lingkup tertentu yang punya kepentingan pun akhirnya memanfaatkan keadaan, lalu menjadikan adipati kala ini tidak lebih dari boneka. Itu lah yang diri ini pikir." Jelas Garrick panjang lebar.

Louise cukup tersentak mendengar itu. Sebagai pendatang yang tidak tahu apa-apa, mendengar angin buruk di balik dinding istana tentunya membungkam sebagian kesan baik yang ia rasa selama di kota itu. Akan tetapi, membayangkan posisi seseorang yang begitu muda untuk duduk di atas tahta panas itu, dirinya hanya bisa maklum.

"Kalau benar begitu, aku tidak bisa berharap lebih agar agar mereka yang lebih berpengalaman duduk di atas sana."

Garrick pun tertawa mendengar balasan Louise. "Astaga, kita tidak sedang di gurun para kucing itu." Kesannya pun lebih dibuat santai dengan bersandar pada kursi seraya menarik nafas selepas puas tertawa. "Kembali ke perunggu dan peraknya. Jika surat ini kita jual, tidak salah lagi kita akan mendapat untung besar dari adipati tetangga. Tapi, yang kita dapat itu saja. Tidak lebih. Di lain pihak, kita bisa mengajukan ini ke persidangan, tapi pastinya nyawa salah satu dari kita akan dalam bahaya."

"Tentara bayaran ya?"

"Benar. Mereka akan menutup wajah mereka sambil memburu kita malam-malam. Kecuali kamu memiliki gedung besar berpintu besi seperti serikat dagang ini, aku yakin kamu akan baik-baik saja. Kalau boleh tahu, di mana kamu dan istrimu tinggal?"

"Penginapan Kayu Manis."

Alis Garrick pun kembali terlihat menengah dan rautnya pun nampak begitu serius. "Aku tahu akan seperti itu, mengingat kalian pendatang baru. Berkenan untuk menginap di sini saja?"

Sontak, Louise pun menjawab dengan suara yang lantang. "Sungguh?!"

"Demi keamanan. Aku pun akan membawa keluarga ke sini. Untuk jaga-jaga. Lebih baik kamu kembali dan kabari istrimu." Ujarnya seraya mengibaskan tangan.

Pemuda beruban itu pun langsung beranjak dari kursinya. Agak canggung, karena sedikit tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Garrick. "K-kalau begitu aku akan ke penginapan dulu. Selepas makan malam, kami akan langsung ke sini."

Land of PromisingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang