Keributan di luar sudah cukup untuk membuat Louise menjadi pusat perhatian. Sebagai orang yang terakhir kali masuk pintu gedung, sebelum para pria berbadan kekar menutupi pintu itu dengan meja dan kursi, rasa canggung agaknya menggurui Louise untuk sedikit tunduk.
Meski begitu, rautnya sama sekali tidak menunjukkan keraguan. Lembar surat yang digenggamnya itu adalah kunci kejelasan dari situasi di luar. Yang mana akan menjadi jawaban dari nasib kota perak dan perunggu, Tridas.
Seorang pastur tua dari ras Ogre pun hadir dari balik orang-orang yang memperhatikan kedatangan Louise dan riuh yang mulai terdengar di luar gedung.
Raksasa kekar setinggi lebih dari dua meter itu pun menghadap langsung Louise dengan alis mata yang mengkerut ke tengah. Kemudian, dengan bahasa yang amat sopan is bertutur. "Hamba tau anda ke sini membawa jawaban. Biarkan Tuhan yang menentukan nasib kita semua yang ada di sini setelahnya."
Sebelumnya Louise pernah berurusan dengan seorang pastur keji dari wilayah para Elf, membuatnya menerka detik-detik ketika busur yang ditariknya melesat bersama bulu gagak.
Saat-saat yang tidak ingin diingatnya untuk kala ini saja.
"Tuhan memberkati kita dan tanah tempat kita berpijak. Sekarang, di mana kita akan memulainya?"
Ada kalanya lelaki dapat menembus batas maksimalnya hanya untuk seseorang yang ia tahu, dunia akan berbeda jika seseorang itu tiada.
***
Dua belas orang dari berbagai ranah, termasuk Louise dan pastur yang baru ia ketahui namanya adalah Obara, berkumpul dalam ruang bawah tanah yang sempit dalam naungan gedung pengadilan umum.
Lima orang dari mereka adalah hakim perwakilan langsung yang ditunjuk kepala peradilan di sana. Obara bersama dua orang bawahannya adalah penasehat dari gereja yang mengawasi penegakkan keadilan berdasarkan paham-paham agama. Dan empat orang terakhir adalah perawakilan serikat dagang di Tridas, termasuk Louise yang mewakili Garrick.
Di sana tidak ada meja maupun kursi mewah. Semuanya disiapkan dengan terburu-buru. Ke-12 orang itu hanya duduk bersila membentuk persegi panjang dengan Obara dan kedua bawahannya memimpin pembicaraan.
Ketukkan keras di atas lantai dari tangan besar seorang Obara memecah sunyi di antara mereka. Semua mata tertuju pada Ogre itu. Tidak satu pun berani berucap atas nama hormat mereka kepada si kepala gereja.
"Hamba yakin, anda sekalian paham ini begitu mendadak. Hanya menunggu waktu sebelum kota disapu bersih oleh bawahan dari tuan tanah kota yang cintai ini. Atas dasar itu, hamba mengumpulkan anda sekalian kemari. Untuk anda sendiri, untuk tanah ini, dan untuk orang-orang yang akan hadir setelahnya. Hamba mohon dengan sangat kerjasama anda sekalian. Tuhan bersama kita semua."
Di akhir kalimatnya, Obara menunduk dan memanjatkan do'a dengan suara yang hanya bisa didengar olehnya, lalu diikuti kesebelas orang lainnya termasuk Louise.
Selepas memanjatkan do'a, Obara kembali membuka mulut dan mengalihkan pandang ke pada satu-satunya orang yang bukan merupakan penduduk asli Tridas, yaitu Louise sendiri selaku perwakilan serikat dagang Chosky.
"Kehadiran kita tidak lepas dari aksi pemuda ini, yang mencuri dokumen hasil perhitungan kemungkinan untung yang diterima selepas kenaikan nilai perak terjadi. Kalian para pedagang tentunya paling paham tentang ini, di lain pihak, kami para penelaah kata-kata Tuhan hanya dapat mengikuti apa yang telah disirat."
Salah seorang dari perawakilan serikat dagang mengangkat tangan tepat selepas Obara mengakhiri kata-katanya.
"Silakan, serikat dagang Grantia." Ucap bawahan Obara, mempersilakan lelaki Khii'dar itu angkat suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Land of Promising
FantasyPernah kah kamu mendengar puisi di kala perang? Ketika darah bersimbah dan prajurit menari-nari atas kemenangannya, lalu menyanyikan himne tentang tanah yang menjanjikan. Yang mati akan dibiarkan termakan oleh gagak dan yang selamat akan dibawa bers...