Tahun ke-21 Raja Pietro, Bulan Tanam II, Jorles. Danau Garam.
_____Danau garam bukan lah laut terbuka. Rasa asin yang didapat kala angin menerpa dari arah danau, tidak salah lagi sama dengan laut pada umumnya. Akan tetapi, bukan tanpa alasan orang-orang menyebut hamparan air asin itu sebagai danau.
Di sisi paling timur, daerah perbatasan, terdapat selat kecil yang memisahkan daratan utara dengan daratan selatan. Air laut mengalir dari sana dan tertampung hingga daratan di barat. Menciptakan kepungan air asin yang terperangkap dalam pulau besar. Akibat itu juga, iklim di selatan naik drastis dan menjadikannya sebuah gurun.
Hingga kini, orang-orang dari selatan maupun utara perlu mengarungi danau garam untuk menyebrang. Opsi lain hanyalah dengan memutar ke barat yang makan waktu lebih lama.
Setidaknya dua hari satu malam untuk Louise dan Clarissa menyebrangi danau garam dan sampai ke gurun para Khii'dar. Malam sudah terlewati, tinggal menunggu angin membawa kapal untuk merapat di kala senja, diiringi lantunan dari seorang Khii'dar dan seorang Manusia yang menabuh genderang.
"Dari perang kamu pulang, hormatmu untuk raja
Mata berlinang senyum senang, kamu kembali dengan banggaKita anak-anak... Dari tanah yang menjanjikan
Kita berternak, beribadah, abdi ibu kita balikanSenyum raja adalah senyum rakyat
Sambut kita kembali dengan martabat
Pun, bila ada yang tidak pulang
Maka, untuk mereka kebahagiaan tak tertantangOh... Kita anak-anak dari tanah yang menjanjikan
Kita berlagak, berbenah, dan mengemban
Cinta kita untuk tanah ini dan anak-anak setelah kita
Dengan surga diharapkan
Janji pun diemban..."Sorak-sorai dan tepuk tangan pun terdengar setelahnya. Louise yang juga menyaksikan seraya menenggak air dari kantung pun ikut terpukau. Pagi baru saja dimulai dan suasana telah begitu meriah di atas kapal.
Ada kendi bersih yang biasa orang gunakan untuk membuang hajat mereka. Sengaja diletakan di depan beralaskan kain dengan tulisan "perak untuk suara kami". Terlepas dari lelucon kendi itu, orang-orang tidak enggan untuk menaruh koin mereka di sana. Bahkan seseorang yang jelas terlihat stratanya dari apa yang ia pakai saja rela meletakan sekeping emas.
Louise kembali menenggak minumnya, pura-pura tidak melihat. Sifat pelitnya tidak banyak berubah sekali pun gereja memoles Louise selama sebulan terakhir. Tinggal menunggu waktu sebelum dirinya sekali lagi menerima azab.
Gadis setengah elf setengah manusia yang Louise bawa bersamanya masih terlelap di atas tumpukan jerami di dalam kabin. Sarapan baru akan dibagikan dan dia masih saja nyaman dengan dunianya sendiri. Jika pun dinasehati, pastinya tidak akan mudah, mengingat sifatnya itu.
Sepotong roti, daging asap, dan anggur dalam gelas kayu. Louise menerima kedua makanan itu, namun menolak minumannya seraya tersenyum pahit. Khii'dar yang membagikan makanan pun tertawa pada Louise dan melewatinya begitu saja. Mereka pastinya menyayangkan Louise yang kini tidak dapat merasakan hangatnya anggur dan mabuk kala fajar yang dingin, atas dasar kepercayaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Land of Promising
FantasyPernah kah kamu mendengar puisi di kala perang? Ketika darah bersimbah dan prajurit menari-nari atas kemenangannya, lalu menyanyikan himne tentang tanah yang menjanjikan. Yang mati akan dibiarkan termakan oleh gagak dan yang selamat akan dibawa bers...