1. SI ANEH

8.1K 661 44
                                    


Mereka masih berada di sekitarmu. Menunggu waktu untuk pulang, tapi waktu tak akan pernah terulang.

Ree Caltha

***

AKU berjalan menyusuri koridor. Melewati siswa dan siswi yang sedang asyik menikmati waktu istirahat. Di antara mereka, ada yang asyik mengobrol sambil tertawa bahkan ada juga yang tengah pacaran.

"Dasar aneh!"

"Hiii! Ini Ratna yang suka ngomong sendiri itu, 'kan?"

"Gue takut dekat-dekat sama dia."

Samar-samar terdengar bisikan menghina para siswi yang bergerombol di depan salah satu kelas disertai lirikan tak suka atau ... jijik.

Tanpa memperdulikan mereka, aku tetap berjalan santai sambil memasang wajah cuek.
Hal ini sudah menjadi makanan sehari-hari.

Entah kenapa, sejak aku masuk ke sekolah menengah atas, ada saja manusia yang seperti mereka. Bahkan, tak jarang seperti tadi, membicarakan tentang diriku secara terang-terangan. Ah, aku lupa, gosip 'kan hobi cewek. Sayangnya, hal ini juga dilakukan beberapa cowok yang kulewati.

Mereka memang benar. Diri ini aneh karena bisa lihat Mbak Kunti di sudut kelas yang sedang melayang santai sambil memelototi seisi ruangan, dan juga karena bisa lihat hantu perempuan jelek di toilet siswi yang sering mengganggu dengan suara meweknya serta tidak jarang bertemu bocah gundul yang lari-larian di koridor bikin aku membentak menyuruh diam hingga bocah itu menangis.
Setelah itu, mereka menatapku. Seakan menyalahkan bumi, 'kenapa ada manusia aneh di dunia mereka?'.

Hantu. Makhluk yang tak habis-habisnya menjadi perdebatan. Mereka dengan indra yang tidak peka berpikir bahwa itu sebuah halusinasi dari pikiran-pikiran yang sedang kalut. Sementara mereka dengan indra yang cukup tajam berpikir, mereka ada dengan jarak yang sangat dekat dengan kita. Hanya sedikit sekat pembatas yang membedakan alam.

Oke. Aku sedang tidak mengajak berdebat. Kembali pada kepercayaan masing-masing saja sebab setiap kepala pasti berbeda pemahaman.

Ah ya, aku memanggil mereka dengan nama samaran saja, ya. Aku tak suka nama asli mereka, selalu bikin merinding.

Jujur, aku juga tak menginginkan ini dan tak pernah menginginkannya. Melihat mereka yang seharusnya sudah tiada atau sudah berada dalam keabadian bukanlah sebuah keinginan. Memangnya siapa yang mau? Huh! Tak ada yang tahu betapa tersiksanya menjadi diriku saat umur delapan tahun hingga sekarang.
Melewati hari-hari dengan melihat mereka, itu siksaan!

Apa ada yang pernah begadang setiap malam demi menunggu sampai rintihan Mbak Kunti yang tinggal di pohon mangga tetangga selesai? Atau memakai headset dengan volume full sambil meringkuk di dalam selimut demi tak melihat Om Poci terus-menerus membenturkan kepala di jendela kamar? Tidak ada yang merasakan hal yang sama!
Bahkan, setiap kali aku mencoba untuk memberitahu Ibu, tetapi sama tidak percayanya seperti para tetangga. Aku frustrasi.

Namun, di balik semua itu, ada banyak hikmah yang membuat diri ini tertampar. Betapa tidak? Banyak dari mereka yang berharap bisa mengulang waktu karena ingin memperbaiki kesalahan masa lalu. Ya, mereka menyesal dan aku dibuat bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk memperbaiki segalanya.

Hmm, bukankah mati adalah hal yang pasti? Aku pun tentu akan merasakannya, begitu juga kamu. Hanya kita semua sedang menunggu waktu, tapi memangnya siapa yang ingin mati dengan cara tragis dan mengenaskan? Tentu tidak ada.

Terlalu memikirkan keanehan yang menimpa, aku baru sadar. Ternyata langkahku sudah sampai di halaman belakang sekolah.

Mataku menyapu pada bangku usang di bawah pohon rindang. Satu-satunya tempat ternyaman yang ada di sekolah ini. Tak ada keramaian dan tentunya tak ada hinaan. Sunyi.

HANTU ANEH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang