22. ASTAGA ANDRE

1K 161 8
                                    

Ada seseorang yang akan selalu berada di sisimu. Namun, tidak bermaksud berada di hatimu.

Ree Caltha

***

Hari Minggu tiba untuk kesekian kali. Hari yang kutunggu-tunggu. Tidak berangkat sekolah, tidak berdesak-desakan di angkot dan yang pastinya tidak mendapat lirikan tak suka. Lega.

Aku bisa menghabiskan waktu setelah semua pekerjaan selesai dengan membaca novel atau tidur. Masih ada beberapa yang belum sempat kubaca.

Pekerjaan rumah sudah selesai. Saatnya bersantai di kamar. Menikmati musik dengan novel sambil rebahan. Namun, urung kulakukan saat Rian masuk menembus jendela.

Rian tampak lesu. Wajahnya juga semakin pucat. Setiap aku bertanya, ia mengatakan bahwa hantu memang seperti itu. Semakin hari akan tampak hilang kebahagiaannya. Aku percaya saja. Tak menyangkal. Adanya dia di sisiku sudah lebih baik.

Seperti saat ini, ia mendekat ke arahku. Walaupun ia semakin pucat, senyuman di wajahnya tak pernah luntur. Sebuah suntikan semangat bagiku.

"Kamu kenapa? Muka kamu kok makin pucat?"

Aku mengamati wajahnya saat ia mendekat. Sikap Rian akhir-akhir ini berbeda. Suka menghilang tiba-tiba. Lalu muncul dengan rasa tak bersalah. Tak tahu kalau aku sangat khawatir.

Bagiku, Rian bukanlah sekadar hantu. Ia adalah semangat untukku. Bangun pagi hanya untuk disambut dengan senyuman, itu rasanya menyenangkan. Tanpanya, dunia terasa hampa. Membuatku sering berpikir, mengapa Tuhan menjadikannya hantu? Padahal aura dendam sama sekali tidak ada padanya. Ah, sudahlah. Rencana Tuhan pasti lebih baik.

"Nggak apa-apa. Cuma rasanya agak aneh. Dingin."

Nada suaranya rendah dan lemah. Terdengar seperti bukan Rian. Biasanya ia akan semangat dan ceria.
Apa ini disebut peka? Aku merasa sebagian semangatku ikut hilang mendengar jawabannya.

Lalu, apa hantu masih merasakan dingin? Berapa buku yang kulewatkan sehingga tak tahu tentang ini. Atau aku melewatkan pertanyaan itu saat bertemu hantu lain.

"Memangnya kamu ke mana aja sih? Kok ngilang mulu?" cecarku. Tak mau kalau di luar sana terjadi sesuatu padanya.

Ia menggeleng lemah.

"Tenang saja, aku nggak ganjen kok!" godanya seraya terkekeh pelan. Menampilkan barisan gigi yang berbaris rapi.

Ish! Orang lagi khawatir malah bercanda. Dasar Rian!

"Bukan kamu ganjen atau tidak, tapi kamu sering keluar ke mana? Takutnya kamu diculik Mbak Kunti."

'Atau Nona Ngesot.'

Ia masih terkekeh. Lalu tangannya terjulur mengusap puncak kepalaku. Lembut dan terasa dingin sekali.

"Tenang aja. Aku nggak ke mana-mana. Aku nggak mungkin juga ninggalin kamu, Na."

Speachless. Rasanya kumpulan kupu-kupu di dalam perut ingin terbang keluar sekarang juga.
Kedua pipi ini juga terasa menghangat. Jangan-jangan warnanya sudah semerah tomat matang. Ah, aku tiba-tiba merasa gugup. Aku meneguk ludah sambil mengusap dada. Mencoba menetralkan detak jantung.

"Tapi kamu nggak apa-apa, 'kan?"

Sekali lagi aku memastikan seraya menyembunyikan kegugupan. Sebenarnya aku bukan pengamat hantu, tapi jika manusia seperti ini, pasti sedang menyembunyikan sesuatu. Entah dengan hantu.

Ia menggeleng sebagai jawaban.

Aku mengangkat bahu. Baguslah kalau dia tidak apa-apa.

Aku kemudian duduk di tepi ranjang. Mengamati Rian yang masih berdiri kaku dekat jendela. Gelagatnya sungguh aneh. Lidahku ingin sekali bertanya, sayangnya urung karena saat Rian membalas tatapanku ia kembali tersenyum. Sepertinya ia tidak apa-apa.

Hening.

Aku tidak tahu mau membahas apa karena jujur aku tidak ahli memulai obrolan. Lagian, topik obrolanku itu tidak seru.

Pernah suatu hari saat aku naik angkot ke sekolah, seorang ibu mencoba mengobrol tentang sinetron yang dibintangi Amanda Manopo dan Arya Saloka. Aku? Hanya menganga karena tidak menonton sinetron itu.
Lalu kuceritakan kisah Harry Potter yang membuat ibu itu menguap.

Oke, anggap saja kalau aku jago mendongeng.

Namun, selagi Risa tak ada di sini, aku ingin terus bersama Rian. Tak banyak waktu bisa kuhabiskan bersamanya. Risa selalu menggangu.

"Em ...."

Tok! Tok! Tok!

Seseorang mengetuk pintu.
Mengganggu saja. Siapa di siang hari mendung seperti ini datang bertamu? Ada-ada saja.

Aku bangkit. Berjalan keluar kamar. Meninggalkan Rian yang melayang. Sorot matanya seakan bertanya 'itu siapa?'

Namun, aku hanya mengangkat bahu. Kemudian ke ruang depan. Setelah pintu terbuka lebar. Muncul wajah menyebalkan itu.

"Gue ganggu nggak?" tanyanya tanpa dosa.

Yaiyalah ganggu banget!

Aku memutar bola mata, malas.

Ya, pemilik wajah menjengkelkan itu adalah Andreas Nugroho. Ia datang mengenakan kaos oblong hitam dengan jeans panjang sobek di bagian lutut. Ditambah sneakers putih. Tampak keren sih.

Tunggu, apa aku baru saja memujinya? Oh tidak mungkin.

"Ada apaan sih?" ucapku seraya memasang wajah jutek. Menghadangnya di depan pintu sambil bersedekap.

"Gue boleh masuk nggak nih?" tanyanya.

"Emang mau ngapain ke sini?"

Aku masih menghalanginya di depan pintu. Enggan beranjak.

"Mau main."

"Nggak ada mainan," sungutku cepat dengan mengangkat dagu. "Kamu pikir ini playground, heh?"

"Yaelah, judes amat. Gue cuma mau mampir bentar. Ibu ada nggak?"

Ia melongok ke dalam, mencari-cari ibu. Padahal ibu kan sedang pergi.

Ia kemudian memaksa masuk rumah. Apalah daya tubuhku ini dibanding tubuh kekarnya Andre. Ia dengan mudahnya menggeserku ke samping lalu masuk begitu saja.

Aku mendengkus kesal sambil berbalik menghadap si Andre yang nyelonong seperti rumahnya sendiri.

"Ibu nggak ada. Sana pulang!"

"Ck! Ngusir nih ceritanya?"

Aku mengangguk.

"Bikinin minum dulu kek. Haus gue!" titahnya setelah duduk di sofa dengan gaya arogan.

Astaga, menyebalkan sekali cowok ini!
Tamu macam apa dia?

Namun, aku tetap membuatkannya walau sambil mengomel tidak jelas. Berniat mengganti gula dengan garam saja, tapi kayaknya itu terlalu jahat.

Lagipula ia sudah jadi temannya ibu. Mau bagaimana lagi, tidak sopan jika ada tamu tapi tidak disuguhkan apa-apa. Itu nasihat ibu.

Andre, satu nama yang tiba-tiba hadir di hidupku. Menawarkan untuk menjadi teman. Padahal belum kenal. Entah apa yang ada di pikirannya itu. Aku kan aneh, tapi dia lebih aneh karena ingin berteman denganku. Terserah dialah karena sekarang kami sudah menjadi teman.

Saat aku melewati kamar, sejenak menghentikan langkah. Kepalaku melongok ke dalam. Rian tidak ada. Tuh kan, hantu itu menghilang lagi. Dasar Andre pengganggu!

Aku mengamati Andre yang langsung meneguk teh secara brutal hingga tuntas. Perasaan itu masih panas. Buktinya saat kubawa tadi, asap tipis masih mengepul.

Pelan, aku mengintip ke arah pohon mangga tetangga. Tempat Mbak Kunti nongkrong. Mbak Kunti ternyata masih ada di sana. Cekikikan sendiri entah apa yang sedang ia tertawakan. Baguslah dugaanku salah. Andre ternyata tidak kesurupan.

"Oke, gue cabut ya. Makasih minumnya. Tenggorokan gue terselamatkan." Ia meletakkan gelas teh.

Dahiku mengernyit.
What? Begitu saja?

Ia melangkah keluar rumah. Berbalik seraya melambai. Meninggalkanku yang masih menganga. Tak percaya.

Bersambung.

Jangan lupa tekan ⭐

HANTU ANEH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang