30. PERNYATAAN RIAN

1K 144 16
                                    

Jangan terlalu bahagia dan jangan terlalu larut dalam kesedihan. Itu bisa membunuhmu secara perlahan.

Ree Caltha

***

"Na!" panggil Andre. "Lu nggak apa-apa?"

Sedari tadi hanya itu yang bisa diucapkannya tanpa mendapatkan respons. Apa ekspresiku tak cukup membuktikan kalau aku sedang tak baik sekarang?

Aku hanya bisa duduk membisu di ruang tunggu rumah sakit. Di dalam ruangan sana, Ibu sedang berjuang melawan maut. Apa aku tak boleh merasa khawatir?

Begini rasanya katatonia? Tak ada kepanikan. Aku tak tahu dan tak bisa apa-apa. Tubuh ini merasa lesu, tak bersemangat. Bahkan, untuk menggerakkan bibir pun rasanya melelahkan.

Satu telingaku menangkap Andre menghela napas cukup keras yang sepertinya sudah menyerah untuk membuatku berbicara.

"Nggak guna gue ngajak dia ngomong."

Ia malah mengajak Rian berbicara. Entah apa selanjutnya isi percakapan mereka. Aku tak mendengarkan.

Aku tak tahu sudah berapa lama berdiam diri saat Andre tiba-tiba menepuk bahu ini cukup keras, membuatku terhentak. Efektif mengalirkan ingatan dengan deras. Perlahan, satu per satu ingatan kembali memasuki benak dan membuatku tersadar. Hantu pembunuh itu bukan Rian tapi Risa! Hantu kecil lucu yang sudah kuanggap adik sendiri.

Air mataku menitik. Risa jahat sekali.

"Kamu sudah lama tau semua ini?"

Aku menoleh pada Rian. Tak peduli saat terdengar Andre berdecak.

"Emm, ya. Emm, tidak juga."

"Katakan dengan jelas Rian!"

Aku tak bisa mengontrol emosi. Semua ini benar-benar membuat kesal dan aku butuh jawaban.

"Maaf," ucapnya canggung. "Aku tahu sejak beberapa minggu yang lalu. Tepatnya, saat hari kedua aku ikut ke sekolahmu."

Hening. Sepertinya Rian sedang mencoba mengolah informasi yang ia dapatkan. Sementara Andre ikut diam mendengarkan.

"Waktu itu, aku pulang karena risih diganggu beberapa hantu di sekolahmu dan aku melihat wajah asli bocah itu. Dia penuh amarah, Na! Tidak seperti yang sering kau lihat. Sejak saat itu aku terus mencoba buat ngasih tau kamu, tapi dia ternyata sangat pintar. Dia berusaha ngejauhin aku sama kamu."

Aku mengusap wajah. Frustrasi. Begini rasanya dikecewakan. Saat orang yang sangat kau sayangi ternyata tak sebaik yang kau kira.

Padahal dia hanya anak kecil, kenapa pengaruhnya sebesar ini?

"Kerumunan Mbak Kunti yang waktu itu, dia yang melakukannya. Memanggil mereka, berharap agar aku pergi dari rumahmu dan tidak mengganggunya."

"Karena Risa pernah minta bantuanku, Na," lanjutnya.

Apa?
Aku memandang Rian penuh antusias.

"Saat kamu memergoki aku bicara sama Risa waktu itu, aku bohong. Dia sebenarnya minta aku bunuh kamu."

Hah?

Aku meneguk ludah. Sulit dipercaya. sekali lagi, dia hanya anak kecil! Namun, mendengar perkataan Rian selanjutnya, itu membuktikan Risa bukan sekadar anak kecil yang menggemaskan.

"Tapi aku menolak, Na. Sejak saat itu, Risa selalu memburuku."

"Mungkin saat kau bertanya-tanya kenapa wajahku semakin pucat? Itu karena aku berkali-kali mencegahnya membunuh, energiku terkuras habis dibuatnya. Dasar anak kecil! Energi negatifnya besar sekali!" Rian mengumpat kesal.

HANTU ANEH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang