11. KELAS BERISIK

1.2K 177 2
                                    

Mereka tak perlu tahu apa masalahmu karena selain itu tidak penting, juga menjadi bahan dosa untuknya.

Ree Caltha

Aku masuk kelas dengan keadaan ngos-ngosan. Bayangkan saja, berlari dari gerbang menuju lantai dua. Belum lagi kelas berada paling ujung. Itu melelahkan.
Untung saja aku tidak terlambat masuk kelas. Entah kenapa Bu Irene belum masuk padahal beliau guru paling disiplin soal waktu.

Aku duduk di bangku tepat saat Sasha memasuki kelas dengan heboh. Khas gadis pecicilan yang suka bergosip.

Gadis berponi dengan dandanan cetar membahana itu memang biang gosip di kelas ini. Hampir semua rahasia sekolah ia ketahui, bahkan kabarnya wakil kepala sekolah yang punya dua istri saja ia tahu.

"Guys! Gue ada berita heboh!" serunya di depan kelas. Memaksa kami semua menoleh. Beberapa teman satu gengnya segera mendekati Sasha. Para geng cowok yang sibuk bergerombol di meja belakang serta Irsan si ketua kelas kutu buku juga ikut menoleh.

"Apaan?" tanya Dhea. Selain Sasha, gadis berambut panjang tergerai dengan bando pink itu juga tukang gibah di kelas ini. Bisa dibilang mereka berdua ratu gosip yang ditakdirkan sebangku.

"Dengerin ya, Guys." Sasha menggantung ucapannya. Makin bikin penasaran. Beberapa berteriak tidak sabar.

"Kelas kita bakal kedatangan murid baru!"

Ribut. Suasana kelas geger sudah. Gumaman saling bersahutan seperti dengung lebah.

"Beneran? Cowok apa cewek?" tanya salah satu geng Sasha.

"Cantik gak? Ganteng gak?"

"Tajir gak?"

"Pindahan mana?"

Sederet pertanyaan dilontarkan. Namun, Sasha hanya mengangkat bahu. "Entah."

"Lo dapet info dari mana sih? Kok setengah-setengah." Salah satu yang bertubuh tambun mengeluh karena informasi dari Sasha tidak memuaskan.

"Tadi gue nguping di kantor kepala sekolah," ucap Sasha jujur. "Cuma ketahuan Pak Sumardi. Jadinya gue langsung capcus."

Ucapannya itu disambut helaan napas para cewek. Kecewa.

Sasha lalu melenggang menuju bangkunya di barisan tengah dengan gaya tak peduli. Ia diikuti teman-teman gengnya yang berjumlah lima orang. Seterusnya mereka sibuk mengobrol. Sesekali tertawa kemudian berbisik.

"Kalau tuh murid baru cewek, gue bakal pacarin."
Sayup aku mendengar obrolan geng cowok yang hanya berjarak dua bangku dariku.

Sebenarnya itu adalah tempat Galang. Ketua cowok bad boy yang terkenal dengan kenakalannya di sekolah ini. Kerjaannya cuma tawuran, bolos atau tidur. Tidak ada niat belajar sama sekali.

Sementara yang duduk di sana saat ini hanyalah cowok-cowok sok yang akan pindah kalau Galang sudah datang. Nyali mereka ciut juga. Padahal jika dipikir mereka juga biang masalah. Tak jarang mengganggu dan menggoda para siswi di sekolah. Kecuali aku tentunya.

Aku mencuri pandang. Mendengarkan mereka sambil berpura-pura merapikan buku. Sebenarnya ini nggak penting sih, tapi mau bagaimana lagi? Mereka ribut sekali.

"Muka burik gitu emang laku?" sahut Haris tertawa yang dibalas jitakan oleh Agus. Haris manyun sambil membalas perbuatan Agus.

"Makan tuh jitakan!"

"Ck! Ris, lo itu ya." Agus menggantung ucapannya.
"Punya mulut suka bener!" Agus tertawa terbahak-bahak.

"Ya walaupun burik gini, masih ada yang suka ama gue, Ris. Gak kayak lu," sindir Agus sambil menunjuk Sasha dengan dagunya.

"Elah. Jangan bahas itu dah, Bro. Males gue!" Haris mencuri pandang ke Sasha. Gadis itu memang paling cantik di kelas ini.

"Sa! Sasha!" panggil Agus. Cowok satu ini memang terkenal cerewet.

"Bisa diem nggak!" Sasha yang tadinya asyik bergosip menoleh pada Haris dan Agus. Risih.

"Nggak," balas Haris. Tak acuh. Ia lalu fokus pada ponsel di depannya dan Agus.

"Lo!" Sasha melotot. "Ngeselin banget sih!"

"Tenang Sasha Sayang, jangan marah-marah mulu, nanti cantiknya luntur loh," goda Agus sambil mengedipkan sebelah mata.

"Iyuh!" Sasha melempar buku pada Agus yang langsung diterimanya dengan mulus.

"Ah, jadi makin sayang." Agus tak berhenti menggoda layaknya buaya cap kapak.

"Jangan coba-coba godain gue ya. Dasar buaya!" ancam Sasha. Galak.

"Udah, Bro! Jangan godain dia mulu," larang Haris dengan suara pelan.

Ada cerita di balik sikap tidak pedulinya Haris pada Sasha. Cowok berkulit eksotis dengan senyum manis itu pernah mengajak Sasha pacaran. Sayangnya, Sasha menolak. Bahkan pernah mempermalukan Haris di depan kami semua.

Cowok itu, awalnya sangat perhatian sampai-sampai rela mengantar jemput Sasha setiap hari, sekarang berubah jadi sosok pendiam pada Sasha. Sayangnya, gadis tidak berperasaan itu tidak peduli sama sekali pada perubahan sikap Haris. Kasihan.

"Woi, Sa. Haris nyuruh gue diem nih. Cemburu dia." Dasar mulut ember Agus.

"EGP!"

Wajah Haris seketika tertekuk. Sontak jadi bahan candaan oleh Agus dan yang lainnya.

"Apa liat-liat?" Haris menoleh padaku.

Sontak aku membuang muka. Biarpun patah hati, galaknya tetap sama. Huh!

Beginilah. Pemandangan yang harus aku temui setiap kali masuk kelas. Ada saja drama setiap harinya. Drama percintaan sesama teman sekelas adalah hal yang paling menarik.

"Oy, Irsan, dari mana lo?" Agus bertanya saat Irsan memasuki kelas.

"Ruang guru." Irsan duduk di bangkunya, bangku paling depan. Cowok jenius itu memang langganan ruang guru.

"Bu Irene mana nih? Kok belum masuk?"

Tumben Agus bertanya. Biasanya ia akan senang sekali jika jam kosong.

"Bu Irene kabarnya sakit. Jadi, jam pertama kosong," ucap Irsan santail.

"Ya ampun, kasihan Bu Irene." Agus berucap sedih tapi tangannya mengepal di atas kepala.

Memang dasar siswa, mendengar guru sakit malah bersyukur. Bukannya mendoakan agar cepat sembuh. Hehee.

Aku lalu merogoh tas. Mengeluarkan headset juga ponsel. Mendengarkan lagu adalah hal terbaik di saat kelas sedang kacau.

Bagaimana tidak kacau? Di deretan depan, beberapa asyik bergosip, mengganggu Irsan yang akan olimpiade, bermain aplikasi yang sedang viral, ada yang asyik tidur, ada juga yang keluar ke kantin. Macam-macam kelakuan saat jam kosong. Itulah kenapa jam kosong dijuluki surga dunia oleh para pelajar. Memang menggembirakan.

Di saat aku sedang mengamati kelas sambil mendengarkan musik, tatapanku terpaku pada sosok makhluk tak kasat mata di sudut ruangan. Ya, siapa lagi kalau bukan Mbak Kunti genit itu.
Ia juga sedang menatapku intens dengan mata putihnya.

Semenit, dua menit, ia lalu memalingkan wajah. Menoleh ke kanan dan kiri. Seperti mencari-cari seseorang atau sesuatu. Aku tak tahu.

Ia lalu melayang. Menuju ke arahku yang menatapnya sambil meneguk ludah. Ia semakin dekat dan semakin dekat.

Wush!

Ia melayang menembus tembok di belakang tepat saat Pak Sumardi masuk kelas. Aku bernapas lega.

Aku bergegas menjejalkan headset dan ponsel ke dalam tas. Pelajaran Sejarah yang seharusnya setelah istirahat dimajukan. Mengambil jadwal Bu Irene.

Tak hanya aku yang mengeluh, hampir seisi kelas merasa tak terima karena Pak Sumardi dengan entengnya mengeluarkan buku paket lalu mengabsen kami semua.

Dasar!

Bersambung

Jangan lupa tekan ⭐

HANTU ANEH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang