26. JADI DETEKTIF

961 148 2
                                    

Jatuh cinta itu tidak salah. Salahnya dia tidak mencintaimu.

Ree Caltha

***

Pagi ini terlewati begitu saja dengan perdebatanku bersama Andre. Tentang sebab akibat pembunuhan siswi itu.

Namun, kami kemudian saling terdiam setelah tidak menemukan jawaban untuk menguatkan argumen masing-masing.

"Oke, gue emang nggak punya bukti, sih. Sorry."

Ia mengalah. Memang begitu seharusnya. Buang-buang waktu saja.

"Tapi gue rasa kita perlu cari tahu," ucapnya seraya mengamati bangku-bangku di depan yang mulai terisi. Lalu menoleh ke arahku sembari menaikkan sebelah alis. Meminta pendapat.

"Andre, buat apa?" tanyaku. "Itu bukan tugas kita. Ini tugas polisi."

"Na, ini kasus pembunuhan teraneh! Polisi aja pusing ngurusinnya."

Jelas sekali dari sorot matanya, ia sangat tertarik.

"Nggak. Jangan coba-coba!" ancamku. Kamu tau kan ini pembunuhan? Resikonya besar, Ndre. Lagipula kamu bukan detektif!" tegasku padanya.

"Iya gue tau! Tapi gue punya feeling kalau ini bukan kasus pembunuhan biasa."

"Iya, terus kenapa?"

"Pokoknya gue bakal cari tahu."

Aku mengangkat bahu. Terserah maunya apa.

"Ini nggak ada hubungannya dengan tuduhanmu ke Rian, kan?"

"Sorry, gue masih nuduh dia, Na."

Aku mengepalkan tangan lalu membuang muka.

"Dia bukan hantu biasa, Na. Lu harus hati-hati."

"Kalau lu mau, kita bisa telusuri bareng. Lu bisa lihat kalau gue bener."

Aku menarik napas kemudian mengembuskannya. Menimbang-nimbang. Sulit rasanya menentukan pilihan. Namun, jika Andre tak mendapatkan bukti, maka ia tak perlu lagi menuduh Rian dan itu sangat bagus.

"Gimana?"

"Oke. Kita cari tau!"

Ada ekspresi puas dari wajahnya.

***

Sesampainya di rumah, aku segera berganti pakaian. Setelah makan, lalu mempersiapkan diri. Sebentar lagi, aku dan Andre akan menjadi detektif.

"Mau ke mana, Ratna?" tanya Rian.

Tunggu, apa? Aku gak mimpi, kan?

Mataku mengerjap beberapa kali. Hantu tampan ini berdiri di hadapan sebelum menutup kamar. Terbengong begitu lama sampai lupa mulut ini terbuka.
Pelan, aku menguasai diri.

"Ini beneran Rian, 'kan? Aku gak mimpi, kan? Jawab dong! Kamu Rian, kan?"

Kutepuk pipi ini keras-keras. Terasa sakit. Benar, ini bukan mimpi! Rianku ada di sini. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, wajahnya kini terlihat sangat segar untuk seseorang yang sudah mati. Membuat diri ini berharap kalau dia memang belum mati.

Ia terkekeh menanggapi pertanyaanku.

"Iya, Na. Ini aku. Kenapa? Kok kayak ngeliat hantu aja?"

"Ya, kan kamu emang hantu!" timpalku.

Kami tertawa renyah.

Lega. Perasaanku benar-benar lega. Rian melemparkan senyuman yang selama ini kurindukan. Sukses membuat pipiku terasa hangat.

HANTU ANEH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang