Bab 5 | Doa Letnan Aaron

3.3K 345 144
                                    

Ratusan kaum Yahudi yang mengenakan kippa membanjiri tembok buroq di sekitar komplek masjid Al-Aqsa yang mereka sebut sebagai Tembok Ratapan.

Tangis mereka pecah saat meratapi dosa-dosa yang telah dilakukan di masa silam. Bibir mereka menggumam, merapalkan doa serta mengakui dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil mereka kepada Tuhan.

Aaron berada di antara orang-orang Yahudi yang berkerumun di sana. Pria tinggi kekar itu mengenakan kemeja hitam lengkap dengan kippa, atau topi kecil berbentuk piring berbahan kain yang menutupi kepalanya.

Sedari tadi keningnya menempel pada tembok sepanjang 57 meter yang terbuat dari batu meleke. Aaron menggulung secarik kertas berisi doa-doa yang telah ia tulis, lalu menyelipkannya pada salah satu selah Tembok Ratapan dengan penuh keyakinan seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi di sekelilingnya.

Semoga Aisyah sudi meninggalkan Gaza dan mau ikut bersamaku ke Israel untuk memulai kehidupan baru denganku.

Semoga Aisyah bersedia melepas agama dan kebangsaannya.

Aaron mengehela napas panjang. Ia mengusap wajah tegasnya yang sudah basah. Hatinya meradang dan sangat sesak hingga membuat kristal bening yang memenuhi kelopak matanya terus meluruh tanpa jeda.

"Ampuni dosa-dosaku, Tuhan. Ampuni dosaku."

Bibirnya bergetar. Aaron mengutuk dirinya yang telah mengkhianati janjinya pada Shirel.

Adik perempuannya tewas  bunuh diri lima tahun silam. Shirel diperkosa ketika dirinya mengikuti wajib militer Israel dan tinggal di sebuah asrama, di Unit Batalyon Caracal.

Gadis itu di-bully dan dilecehkan, lalu direnggut kesuciannya secara bergilir oleh tiga tentara pria yang satu unit dengannya. Shirel depresi dan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan meminum sebuah racun yang mematikan.

Surat terakhir yang Shirel tulis adalah sebuah pesan untuk kakaknya.

Wanita adalah makhluk yang paling lemah dan mudah rapuh. Kesucian adalah sesuatu yang paling berharga bagi kami.

Berjanjilah padaku untuk tidak menyakiti wanita. Siapa pun itu. Bahkan gadis Gaza sekalipun!

Kau seorang perwira tangguh kebanggaan Israel. Tetap lakukan tugas kemiliteranmu dan menangkanlah Israel! Tapi jangan pernah kau merenggut kesucian wanita seperti tiga tentara bejad itu!

Cukup aku saja yang merasakan kepedihan ini. Cukup aku saja! Berjanjilah!

"Ber--berjanjlilah padaku, Kak! Ber--berjanjilah!"

"Shirel! Kenapa kau melakukan ini? Kumohon bertahanlah. Aku akan membawamu ke rumah sakit."

Rangkulan tangan kokoh Aaron pada tubuh adiknya semakin menguat. Sepasang netra cokelat terangnya sudah tenggelam oleh air mata dan tumpah ruah menuruni pipinya. Dadanya perih melihat adik satu-satunya tengah meregang nyawa seperti itu.

"Ti--tidak usah, Kak. A--ku sudah tidak pantas u--untuk hidup. Ku--kumohon berjanilah pa--padak----"

Shirel menggerakkan tangan kanannya dengan susah payah, mencoba untuk menangkup pipi tegas Aaron yang basah. Mulut gadis itu megap-megap, buih putih terburai dari bibirnya, meleleh memenuhi pipi dan dagunya. Kedua bola matanya melebar sempurna, seolah ingin keluar dari tempatnya. Tubuh Shirel mengejang tak kuat menahan sakit yang mendera.

"Ber--berjanji---"

"Aku berjanji, Shirel! Aku berjanji!"

Embusan napas berat meluncur dari bibir tipis kemerahan Aaron. Ia menarik kippa yang semula bertahta di kepalanya dengan lemas. Bayang-bayang kematian Shirel yang sangat tragis masih selalu melintas di benaknya dan merobohkan hatinya.

Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa ( Sudah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang