Bab 18 | אני אוהב אותך יותר, עאישה Aku Semakin Mencintaimu, Aisyah
****Sepasang mata elang Aaron menyapu seluruh ruangan utama di kediaman Erez, hingga netra cokelat terangnya menangkap sosok sang ayah yang tengah berada di ruangan khusus yang terhubung dengan ruang tamu.
Lelaki paruh baya itu tampak sedang membersihkan rak-rak yang menempel di dinding menggunakan sebuah kain khusus.
Sebuah Menorah---kandil lilin bercabang dari logam yang digunakan saat makan-makan dan berdoa, Cawan Eliyahu untuk memulai Sabat, Kipah---kopiah khas orang Yahudi dan beberapa ornamen sembahyang lainnya dipajang pada rak putih tersebut. Erez selalu memastikannya agar rak itu tetap rapi dan tidak berdebu.
Erez menoleh. Bibirnya tertarik kaku ke samping saat netra cokelat terangnya mendapati wajah Aaron dihiasi senyuman.
"Akhirnya, kau datang juga."
"Maafkan aku, Ayah. Akhir-akhir ini aku sangat sibuk."
"Selalu itu saja alasanmu." Erez mendesis. "Apa aku harus sakit dulu agar putra sematawayangku ini mau menengok ayahnya sendiri?"
Aaron terkekeh pelan. Ia menyeret langkah tegasnya menghampiri Erez, lalu merengkuh bahu sang ayah dan memeluknya erat. Dapat ia rasakan usapan halus di punggungnya. Dia melepas pelukan lalu menyuguhkan senyum ketika tatapan mereka beradu.
"Ayolah, Ayah. Jangan seperti anak kecil. Banyak sekali operasi militer yang harus aku kerjakan dan semua itu sangat menyita waktu. Bukankah hampir setiap hari aku selalu menghubungimu."
"Hmmh."
Tatapan Erez menajam mengintai tubuh kekar anaknya. Seragam perwira Israel masih melekat dipenuhi bercak darah. Erez dapat mencium bau amis darah yang menguar dari tubuh Aaron. Kali ini bibir pucatnya mengembang sempurna. Erez yakin jika itu adalah darah seorang Palestina.
"Sepertinya kau berhasil memenangkan misimu."
"Aku berhasil melumpuhkan Tikus Palestina Kecil itu. Dia sudah kuhabisi."
Aaron menyeringai. Tentunya dia tidak akan pernah membiarkan misinya gagal. Ia akan berjuang semampunya untuk negara dan dengan membunuh banyak orang Palestina, sedikit demi sedikit rasa sakit atas kematian ibunya akan terobati.
Ketika di Khuza'A, Khan Younis, Gaza Selatan, dia dan Jenderal Bolgen sempat kewalahan karena banyaknya warga sipil setempat yang melemparinya dengan batu. Namun akhirnya ia berhasil menangkap pemuda bernama Yusuf Atallah saat ia melarikan diri ke pelosok ladang gandum. Aaron berhasil menembaknya di bagian dada. Pemuda itu tewas di tempat.
"Kau memang salalu menjadi kebanggaanku. Kita duduk di beranda."
Sekali lagi Aaron mengulas senyum saat Erez menepuk
pundaknya. Ia mengikuti punggung ringkih Erez berlapis jubah sembahyang serta topi pedora yang setia menutupi kepalanya meskipun pada malam hari dan di dalam rumah. Aaron menggeleng pelan. Ayahnya ini memang seorang Rabi Yahudi yang sangat taat.Mereka mengambil duduk berseberangan sesampainya di beranda. Dua cangkir teh hangat masih mengepul di atas meja serta kue-kue kering yang baru saja asisten rumah tangganya suguhkan.
"Apa kau tidak ingin menikah?"
Erez berbicara dengan nada datar. Tatapan dinginnya mengawasi ekspresi wajah Aaron yang memerah. Bahkan putranya sampai tersedak teh yang baru saja ia minum.
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Kau membuatku kaget saja."
Aaron menyeka bibirnya menggunakan tisu. Ia membenarkan posisi duduknya, balas menatap tatapan tajam sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa ( Sudah Terbit )
RomanceBagai disambar petir, Aisyah tidak percaya ketika perwira Israel yang dulu telah merenggut kesuciannya di penjara datang menemuinya dan meminta maaf padanya secara tiba-tiba. Persetan dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta Yahudi dan sangat m...