Aroma gurih menguar dari kue qatayep yang sedang Aisyah susun di atas piring. Tangannya sangat trampil menyusun kue pancake Arab berbentuk bulan sabit tersebut hingga tersaji indah. Sesungguhnya kue khas negeri Syam dan Mesir itu hanya akan ada pada bulan suci ramadan di Gaza, namun Aisyah mengidam ingin memakannya sekaligus agar Aaron bisa mencicipinya. Sore ini dia membuat kue qatayep berisi keju Akkawi, krim dan kacang-kacangan.
Bibir penuhnya melengkung ke atas. Ia jadi teringat akan masa kecilnya dulu. Selain seorang pejuang Hamas, ayahnya juga merupakan seorang pedagang kue di pasar. Ibu dan ayahnya sering mengajak Aisyah berjualan kue qatayef selama bulan ramadan berlangsung.
"Emm, apa kau ingin memakannya sekarang?"
"Ya, tentu saja. Aku sangat penasaran dengan rasa kue buatanmu."
Aaron menoleh sekilas diiringi senyum tipis di bibirnya. Ia lantas membilas kedua tangannya yang dipenuhi busa sabun dengan kucuran air keran. Pria itu baru saja selesai mencuci beberapa piring dan mangkuk yang menumpuk di wastafel. Dia tetap membantu Aisyah untuk mencucinya meskipun perempuan itu bersikeras melarang.
Kini Aaron sudah duduk di salah satu kursi dengan kedua tangan dilipat di meja. Mata elangnya berbinar saat Aisyah meletakkan piring berisi kue qatayep di depannya, lalu menarik kursi di sebelahnya dan mendudukinya.
"Aromanya tercium sangat lezat." Aaron menyecap lidah. "Hmm ... ya, tentu saja. Kau pasti membuatnya dengan penuh rasa cinta untukku. Bukankah begitu, hm?"
Bola mata Aisyah sontak melebar dan ia bergerak gelisah di tempat duduknya. Ia buru-buru memindahkan tiga potong kue qatayef ke piring kosong buat Aaron tanpa menyahut ucapan pria itu. Kemudian dia bergegas mengambil secawan madu, lalu menyiramkannya di atas kue qatayef secukupnya.
"Semoga saja rasanya enak, karena aku memakai resep Ibu. Dia sangat pandai sekali memunbuat kue ini dan rasanya memang sangat lezat. Makanlah, kuharap kau menyukinya."
"Aku pasti akan menyukainya."
Aaron sengaja memperdalam tatapannya mengintai netra hazel Aisyah. Entah kenapa akhir-akhir ini dia sangat senang menggodanya. Semburat merah jambu yang memoles kedua pipi putih wanita itu sangat membuatnya gemas dan ingin menciumnya.
Jantung Aaron meletup-letup. Ada hasrat yang menggebu dalam dadanya. Hasrat ingin memiliki Aisyah seutuhnya. Namun dia masih bisa menahannya. Aaron berharap semoga kelak dia bisa menikahi Aisyah. Sungguh dia sangat ingin membahagiakan Aisyah, menjaga dan melindunginya dari apa pun dengan segenap jiwa dan raganya.
"Aku sangat mencintaimu. Sangat," tegas Aaron dengan suara serak.
Tidak pernah bosan dia mengatakan hal itu di setiap hari, di setiap detik, bahkan di setiap embusan napasnya. Letnan Aaron memang benar-benar sudah gila karena Aisyah.
Beberapa hari yang lalu bahkan dia pernah memberanikan diri mendekatkan wajahnya pada wajah Aisyah, berniat ingin mengecup pipinya dengan lembut sekali saja. Namun yang ia dapatkan justru sebuah bogeman mentah dari tangan Aisyah hingga salah satu sudut bibirnya berdarah.
Aaron tersenyum geli mengingat hal itu dan dia sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi sampai Aisyah menjadi istrinya. Sepasang iris cokelat terangnya kini semakin intens mengunci wajah Aisyah.
"Ada apa apa denganmu?" Aisyah mendengus. Kedua pipinya semakin memanas dan jantungnya semakin berdebar-debar. "Sudah kubilang, kau jangan menatapku seperti itu. Apa kau ingin aku menusuk kedua matamu dengan garpu ini?"
Aaron tertawa pelan, lalu menggigit bibir bawahnya. Dia sungguh geregetan melihat ekspresi wajah Aisyah yang seperti itu. Wanita hamil itu sedang menatapnya dengan berang sambil mengacungkan sebuah garpu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa ( Sudah Terbit )
RomanceBagai disambar petir, Aisyah tidak percaya ketika perwira Israel yang dulu telah merenggut kesuciannya di penjara datang menemuinya dan meminta maaf padanya secara tiba-tiba. Persetan dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta Yahudi dan sangat m...