Hari demi hari berlalu begitu cepat, Aisyah melewatinya dengan penuh perjuangan. Saat ini usia kandungannya sudah genap sembilan bulan. Tidak lama lagi dia akan segera melahirkan. Selama ini Aisyah tinggal di kamp pengungsian Jabaliya bersama warga Gaza yang lain. Noura sempat mengajak Aisyah untuk tinggal di rumahnya, namun ia menolak dan memilih tinggal bersama anak-anak. Aisyah sangat senang menyibukkan diri dengan mengajar dan bermain bersama mereka. Semua itu membuatnya lebih bersemangat dan tidak terlalu hanyut dalam konflik hatinya.
Aisyah sudah mengikhlasan kepergian Salim dan Rauda. Ia juga sudah mengikhlaskan cintanya untuk Aaron kepada Sang Khaliq. Kehidupan akan terus berjalan. Aisyah tidak ingin patah semangat. Masih ada janin dalam perutnya yang harus ia perjuangkan. Di tengah carut-marut hujan rudal yang masih selalu dikirim oleh tentara Israel, Aisyah ingin bertahan hidup dan melahirkan anaknya dengan selamat.
Noura, Rahaf, Arif dan teman-temannya yang lain selalu memberikan perhatian lebih dan dukungan. Aisyah sangat bersyukur akan hal itu. Dia tidak sendiri, masih banyak orang-orang baik dan tulus yang selalu menjaganya.
Selama itu pula tidak pernah ada kabar lagi dari Aaron. Pria itu bagai menghilang ditelan bumi. Aaron benar-benar sudah menepati sumpahnya untuk melupakan Aisyah. Aisyah menahan napas saat sesak tiba-tiba menyergap dadanya. Janin dalam perutnya menendang keras, Aisyah segera mengusapnya dengan hati yang bergemuruh.
Bayang-bayang wajah dan perlakuan Letnan Aaron selama ini masih sangat membekas di hati dan pikirannya. Mungkin tidak akan pernah bisa Aisyah lupakan di seumur hidupnya. Rasa cintanya pada Aaron sudah telanjur dalam terpatri di dasar hatinya.
Aku sangat merindukanmu Semoga Allah selalu menjagamu di mana pun kau berada
Kau tahu, sebentar lagi anak kita aka lahir. Bukankah kau sudah tidak sabar ingin menggendongnya?
Bahu Aisyah berguncang. Hatinya semakin perih. Sebulir bening hangat meluncur dari ujung matanya, ia segera mengusap menggunakkan ujung kerudung. Aisyah tidak ingin ada yang melihatnya.
Aisyah menegakkan duduknya saat pintu terpal biru miliknya disingkap oleh seseorang dari luar. Netra hazelnya mendapati kepala Noura menyembul di sana, disusul Arif, Han dan Rahaf. Bibirnya mengulas senyum manis.
Mereka berempat mengambil duduk di tanah berlapis tikar, hingga saling berhadapan dengan Aisyah. Kemudian mereka menaruh kantung pelastik yang mereka jinjing barusan di hadapan Aisyah.
"Apa ini?" tanya Aisyah.
"Ini hanya sedikit hadiah dari kami untuk menyambut kelahiran anakmu. Semoga kau akan menyukainya."
Noura tersenyum hangat. Ia menaruh beberapa kantung pelasik bawaannya di depan Aisyah dan mengeluarkan isinya satu per satu.
Mereka patungan membelikan Aisyah beberapa kain bayi, baju bayi, bedak, minyak telon dan perlengkapan bayi lainnya. Semuanya berwarna biru dengan motif beragam yang sangat lucu dan menggemaskan. Kedua netra Aisyah kembali menggenang air mata. Hatinya terenyuh.
"Masya Allah, terima kasih. Ini sangat banyak. Kalian sungguh baik padaku. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian."
Aisyah menatap wajah mereka satu per satu sambil menyuguhkan senyum terbaik. Hingga senyumnya sedikit memudar kala tatapannya terkunci dengan sepasang netra hitam milik Rahaf. Lelaki itu tersenyum tulus pada Aisyah. Canggung tiba-tiba menyelinap ke dadanya. Beberapa hari yang lalu, Rahaf kembali mengutarakan perasaannya. Aisyah sungguh tidak menyangka jika Rahaf masih setia mencintainya.
Noura paham apa yang dirasakan Aisyah. Perempuan itu berdeham, lalu mengurai tawa pelan seraya mengusap punggung Aisyah.
"Aisyah, mmm ... sebenarnya ada kabar baik yang ingin aku sampaikan padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa ( Sudah Terbit )
RomanceBagai disambar petir, Aisyah tidak percaya ketika perwira Israel yang dulu telah merenggut kesuciannya di penjara datang menemuinya dan meminta maaf padanya secara tiba-tiba. Persetan dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta Yahudi dan sangat m...