"Apa seorang Letnan sepertimu sama sekali tidak ada kerjaan lain selain membuatku muak?""Jika kau ingin tahu, akulah orang yang paling sibuk, Aisyah. Tapi sebisa mungkin aku meluangkan waktu untuk menemuimu. Aku hanya ingin memastikan keadaanmu dan anakku baik-baik saja. Bisakah sedikit saja kau mengharagi perjuanganku?"
Aisyah menggigit bibir. Dia kehilangan kata-kata. Sepasang mata elang yang kini mengunci tatapannya terlihat merah dan berair, tersirat luka yang mendalam dari netra hijau palsunya. Entah kenapa dada Aisyah menjadi perih melihat sendu di wajah pria yang sangat dibencinya itu.
"Aku bisa menjaga anak ini dengan baik meskipun tanpa dirimu. Kau tidak perlu merepotkan dirimu sendiri untuk menemuiku dengan menyamar lagi seperti ini."
"Aku tidak akan pernah berhenti untuk menemuimu sampai kau memaafkanku. Aku---"
"Aku sudah memaafkanmu!"
Nada suara Aisyah meninggi.
Sebulir air mata luruh menuruni pipinya. Dia menyekanya dengan gerakan cepat. Aisyah kembali melempar tatapan bengis pada Aaron dengan dagu yang sengaja diangkat tinggi."Tadinya aku sudah bersumpah untuk tidak akan pernah memaafkanmu. Tetapi aku sungguh malu pada Allah jika aku sampai melakukannya. Allah saja mengampuni semua dosa hamba-Nya sebesar apa pun dosa yang dilakukannya. Lalu apa hakku yang sangat kerdil ini untuk tidak memaafkan seorang Tentara Bejad sepertimu?! Sekarang aku hanya ingin berdoa pada Allah agar Dia mengazabmu dan para sekutumu atas apa yang telah kalian lakukan pada negeri kami."
Bibir Aisyah tertarik ke samping. Dadanya bergemuruh. Tidak pernah di seumur hidupnya dia berkata kasar seperti ini, kecuali pada para tentara Zionis Israel yang memang sangat dibencinya dari dulu. Apalagi pada lelaki yang sekarang berdiri di depannya ini. Bukankah sangat layak melemparinya dengan kata-kata sarkas atas semua kekejian yang telah dilakukan Aaron pada Aisyah dan saudara-saudaranya di Gaza.
"Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan? Aku ... sudah memaafkanmu karena Allah. Ya, hanya karena Allah! Setelah ini kau tidak perlu menampakkan wajahmu lagi di depan mataku. Aku sungguh tidak ingin melihat wajahmu lagi di seumur hidupku! Dan ini ...!"
Sepucuk surat yang Aaron berikan padanya mengapung tinggi di udara. Aisyah meremasnya dengan tangan gemetar. Dia tidak peduli pada Aaron yang kini membeku dengan rahang mengeras. Bahkan pria tinggi itu terlihat menjatuhkan sebulir air matanya.
"Jangan buang-buang waktumu untuk menulis surat konyol seperti ini lagi. Aku sangat membencimu! SANGAT! AKU SANGAT MEMBENCIMU!"
Dada Aisyah naik turun seiring embusan napasnya yang memburu. Dia membuang surat beramplop merah muda itu ke sembarang arah di depan mata Aaron. Aisyah meringis saat pedih menyergap dadanya.
"Terima kasih telah mematahkan hatiku untuk kesekian kalianya."
Aisyah tertegun melihat senyuman manis yang terukir di bibir merah Aaron walaupun netra lelaki itu dipenuhi air mata.
"Tetapi kau harus tahu bahwa aku sangat tulus mencintaimu. Demi YHWH, aku sangat tulus."
"Jangan katakan kau mencintaiku jika kau tidak mencintai Palestina! Jangan katakan kau mencintaiku jika kau tidak mencintai Gaza! Jangan katakan kau mencintaiku jika kau masih menumpahkan darah di Palestina!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa ( Sudah Terbit )
RomanceBagai disambar petir, Aisyah tidak percaya ketika perwira Israel yang dulu telah merenggut kesuciannya di penjara datang menemuinya dan meminta maaf padanya secara tiba-tiba. Persetan dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta Yahudi dan sangat m...