19. Sisterhood

56 9 0
                                    

Saat ini Alea berjalan beriringan dengan Airy yang menggandeng lengannya. Airy merupakan kakak yang protective atau posessive? Atau mungkin keduanya.

Airy sendiri sudah menenteng paper bag dengan logo apel di tangannya. "Dek, mau beli sesuatu gak? Kali ini gue gak nerima penolakan!" Tawar Airy.

Alea berpikir sejenak. Daripada membeli sesuatu dia lebih butuh saran dari kakak satu-satunya ini. Tadi sebelum pergi dengan Airy, Arka bilang kalau Mamanya ingin bertemu dengan Alea.

Mengingat ucapan Arka saja sudah membuat Alea deg degan dan gugup. Bagaimana lagi saat bertemu orang tua Arka? Memang sih dia sudah pernah bertemu, tapi kan itu beda situasi. Mamanya Arka tidak tahu kalau Alea adalah pacar anaknya. Astaga. Alea bisa gila memikirkan hal ini.

Tapi ia juga ragu untuk meminta saran Airy, Alea tak ingin mendapat ledekan dari kakaknya.

"Dih malah ngelamun. Hayo dong Alea adek kakak yang cantik, mau apa biar kakak beliin." Yah begitulah Airy selalu memaksa Alea untuk membeli sesuatu.

"Alea cuma mau saran dari Kakak." Ucap Alea memberanikan diri. Bagaimana pun Airy satu-satunya orang yang paling dia percayai.

Airy mengernyit sesaat. "Saran? Lo lagi ada masalah?"

"Bukan—" Alea belum menyelesaikan kalimatnya tapi Airy sudah menyeret Alea menuju salah satu cafe.

Setelah duduk di dalam cafe dan memesan beberapa cemilan. Airy menatap Alea serius.

"Alea kenapa? Kalo ada masalah cerita sama Kakak." Mulai Airy dengan nada serius.

Mendengar nada bicara Airy yang sangat serius, Alea jadi merasa bersalah. Airy pasti khawatir Alea mengalami kejadian yang tak mengenakkan.

"Bukan masalah besar, Kak. Bahkan gak layak disebut masalah." Jelas Alea lalu menyeruput minuman di hadapannya.

"Terus?"

"Mamanya Arka mau ketemu sama gue. Tapi gue malu." Jelas Alea lalu menunduk. Ia tak berani menatap kakaknya.

"Astaga. Gue mikirnya kejauhan." Ucap Airy menepuk dahinya lalu tertawa pelan.

"Wajar kok lo malu plus bingung. Gue juga dulu gitu waktu pertama kali ketemu orangtua pacar gue." Airy menangkan Alea yang tampak gugup.

Alea jadi berpikir ini bukan pertama kalinya ketemu orang tua Arka harusnya ia tak perlu segugup ini. Tapi mengingat kesalahpahaman yang terjadi waktu itu, Alea jadi gugup sendiri. Ia takut orang tua Arka tak setuju dengan hubungannya dengan Arka.

Alea memandang Airy kemudian menceritakan kesalahpahaman yang terjadi beberapa waktu lalu.

"It's okay, Alea. Menurut gue, orang tua Arka setuju kok sama hubungan lo makanya Mamanya ngundang lo buat datang." Airy mengutarakan pendapatnya membuat Alea mulai tenang.

"Beneran, Kak? Kalo ternyata Mamanya ngundang gue datang buat minta gue jauhin Arka gimana?" Alea menanyakan kekhawatirannya yang dibalas tawa oleh Airy.

"Astaga, Alea. Enggak-lah. Kalo Mamanya gak setuju pasti dia minta Arka buat jauhin lo. Bukan sebaliknya."

Alea jadi berpikir lagi.

"Kalo ternyata Mamanya udah minta Arka buat jauhin gue, tapi Arka gak mau. Gimana Kak?" Alea semakin overthinking.

"Arka sayang sama lo. Kalo dia tahu Mamanya gak suka, dia gak bakalan ngajak lo ke rumahnya karena itu bakal nyakitin lo, Dek."

Airy memberi pengertian pada adiknya. Airy maklum jika Alea overthinking begini karena Alea masih anak sekolah dan takut melakukan kesalahan.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang