05. Rencana Dio

302 27 15
                                    

Sudah lebih dari 7 tahun berlalu, kini mereka sudah tumbuh besar. Dio sekarang melanjutkan kuliah jurusan hukum dan Jonathan mengambil jurusan arkeologi. Sementara Joseph dan Jotaro masih duduk di bangku SMA.

Akhir-akhir ini, George Joestar mulai sakit-sakitan dan terus terbaring di ranjangnya. Badannya panas dan batuk terus-menerus. Semua anggota keluarga sangat mengkhawatirkannya, terutama Jonathan.

Berbagai macam pengobatan sudah dicoba, para dokter terkemuka juga sudah dipanggil. Namun tetap saja tidak mengubah keadaan. Tapi Jonathan tidak pernah menyerah.

"Ayah, aku akan berusaha mencari obat untuk kesembuhanmu. Aku berjanji" begitu katanya.

Joseph juga sama khawatirnya dengan Jonathan. Selama di sekolah dia tidak bisa fokus dalam pelajaran.

Sementara Jotaro dari luar terlihat acuh tak acuh bahkan terkesan tidak peduli, namun di dalam hatinya dia sangat mengkhawatirkan beliau.

"Bagus... Keluarga ini mulai terpecah. Kini tinggal penyelesaiannya" Dio pergi ke dapur dan menyiapkan air dan obat yang biasa diminum ayah angkatnya itu.

"Setelah ini kau akan tidur dengan tenang, selamanya"

**********

Sejauh ini, tidak ada orang yang mengetahui niat busuknya. Dengan lancar dia terus melakukan aksinya. Hingga tiba-tiba.

"Oh, hai Dio. Itu obat untuk ayah?"

"Ya, sekarang waktunya ayah minum obat. Jadi menyingkirlah"

"Tunggu" Jonathan mencengkram lengan Dio. Gadis itu sangat kaget.

"Apa itu... Benar-benar obat?"

"Tentu saja dasar bodoh! Kau kira apa? Roti?"

"Ah... Aku hanya... Ya... Kamu tahu..."

"Lepaskan aku"

"Bisa aku lihat obat itu? Hanya untuk memastikan" Dio mulai panik.

"Uhh.. S-silahkan saja" Dia mempersilahkan Jonathan mengecheck obat itu. Setelah puas dengan obat, dia beralih ke air yang dibawa oleh Dio.

"Oke baiklah. Tidak ada yang salah. maafkan aku yang sudah menuduhmu yang tidak-tidak, Dio"

"Ya, tak apa. Aku pergi dulu" Dio akhirnya pergi menuju kamar tuan Joestar. Jonathan masih terdiam disana.

"Hhmmm... Aneh...?"

**********

*KNOCK KNOCK KNOCK*

"Aku masuk... Ayah ini waktunya minum obat"

"Terima kasih Dio, kau sangat baik dan perhatian"

"Ini minumlah, pelan-pelan saja" tuan Joestar meminum obat itu lalu menenggak air putih. Sementara itu, Dio berjalan menuju pintu.

"Dio, kenapa kau kunci pintunya?"

"Ahh... Tidak apa-apa ayah. Aku takut... Seseorang akan mengganggu kita" Dio tersenyum sinis.

"Dio! Apa yang k-kau" kata-katanya terpotong. Tiba-tiba tenggorokannya terasa sangat sakit seperti terbakar. Dadanya sangat sesak hingga sulit bernapas.

"Bagus... Sekarang tuan George Joestar yang terhormat, mohon tanda tangani surat warisan ini"

"T-ternyata... Kau... Akhh..."

"Ini sudah aku bawakan penanya. Biar kubantu ya" Dio membantu tuan Joestar yang gemetar hebat. Tanda tangannya selesai.

"Bagus" Dia mencekik orang tua itu.

"Kini tinggal--" Terdengar suara pintu, Dio sangat kaget.

"Ayah... Buka pintunya, ini aku Joseph"

"Tetaplah diam pak tua" bisiknya

"Mau tak mau aku harus menggunakannya"

"The world: Time stop!" waktu langsung berhenti. Ya, sudah lama Dio membangkitkan stand-nya The World. Dia menamainya sesuai dengan kartu tarot yang didapatnya dulu. Kekuatan utamanya yaitu menghentikan waktu, namun batasnya sekarang hanya bisa sampai 5 detik. Dia sudah pernah melakukan hal yang sama saat menangkap Jotaro di pantai waktu itu.

Dilepasnya cengkraman tangannya dari leher George Joestar, dan pergi membuka kunci pintu. Di luar, Joseph terlihat tengah khawatir. Sepertinya dia mendengar suara sesak ayahnya.

"Oke Joseph, kau aku izinkan melihat kematian ayahmu" Dia kembali ke sisi ranjang tadi. Kini stand-nya yang akan mencekik leher orang tua itu.

"Time resume" waktu kembali berlanjut.

*BRAK* Joseph mendorong pintu dengan keras.

"AYAH APA YANG TERJADI!? DIO KENAPA INI!?"

"A-aku tidak tau... Tiba-tiba saja ayah jadi begini..." Dio bersandiwara dengan menangis.

"Panggil dokter, sekarang!"

"Oke sebentar" Dio mengambil ponselnya, dia berpura-pura menelpon dokter yang dimaksud.

"Dia tidak mengangkat telpon"

"Aghh... Sial! Dio kau jaga Ayah, aku akan--" Tanggan Joseph tiba-tiba digenggam oleh tuan Joestar.

Dia terlihat sangat tersiksa, namun genggamannya semakin melemah. Nafasnya juga ikut melemah hingga akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir. Matanya tertutup dan genggamannya terlepas. Goerge Joestar kini telah tiada.

The World melepas cengkramannya lalu menggilang. Rencana Dio berhasil kali ini.

"AYAAAHH..." Tangis Joseph pecah, dipeluknya jasad ayahnya itu. Sementara Dio menangis.

Sambil menyembunyikan senyum kemenangan.

Tak lama kemudian Jonanthan dan Jotaro datang. Mereka tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Hari itu seluruh penghuni kediaaman Joestar berduka.

Dan hari dimana dimulainya seluruh rencana jahat Dio.

**********

"Dio, kau benar-benar akan pergi?"

"Ya Jojo, tapi tenang saja aku akan kembali nanti"

"Apa perlu aku perlu berkunjung selama studi lapanganmu nanti? Kamu tau, baru beberapa hari yang lalu ayah pergi. Dan sekarang ka--"

"Sssttt... Dengar Jojo, aku cuma pergi keluar kota sebentar. Palingan hanya 4-6 bulan. Kau bisa menelponku nanti"

"Aku akan sangat merindukanmu" Jonathan memeluk Dio. Kali ini Dio tidak membalas. Hatinya sudah dingin sekarang.

"Ya ya... Terserah. Aku pergi dulu semua. Sampai jumpa Joseph, Jotaro"

"Sampai jumpa... Semoga sukses studi lapanganmu" balas Joseph. Jotaro hanya melambai saja.

Dio masuk ke mobil dan pergi menuju ke sebuah mansion yang dibelinya beberapa hari yang lalu. Letaknya cukup jauh dari perkotaan, sangat cocok sebagai markas untuk melancarkan rencana selanjutnya.

"Sekarang tinggal menyingkirkan 3 pangeran. Hmm... Yang mana dulu yaa...?
Mungkin Jojo dulu...? Ah tidak, aku harus mengumpulkan pengikut dan menyusun strategi yang matang AHAHAHA....."

To Be Continued

.

.

.

.

Next chapter:
06. Dirasuki Roh Jahat

==========================

Dio dan Tiga Pangeran |Jojo's Bizzare Adventure Genderbent Fanfic|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang