Olive PoV
Dingin sama sekali tak mengusikku pagi ini, malah bunyi alarm yang berhasil membangunkan aku dari tidurku. Walaupun hujan deras mengguyur tadi malam, tetapi cuaca hari ini sangat bagus, aku menyukainya. Tapi tetap saja, jam tidurku yang tidak memadai membuat aku tak bisa menikmati indahnya pagi ini.
"Non, bangun. Sudah waktunya sekolah." Suara Bi Surti dari balik pintu mencegahku untuk memejamkan mata lagi. Waktu masih menunjukkan pukul 05.05 pagi, aku tak mengerti kenapa harus berangkat sepagi ini, padahal waktu tidurku juga tidak banyak. Menyebalkan.
"Iya bi, aku udah bangun kok!" Suara ku masih sangat parau, kepalaku juga terasa pusing. Berat memang, tapi mau tak mau aku harus melakukan ini. Kalau tidak Pak Jerome-manajerku- akan menceramahiku seharian.
Aku bangun dari ranjang, berjalan menuju meja rias. Kupandangi pantulan diriku di cermin, rambut acak acakan, wajah polos tanpa make up, bekas air liur diujung bibirku. Aku tersenyum bahagia, bahkan kalau bisa aku ingin berangkat sekolah seperti ini. Aku menyukai diriku yang apa adanya, tapi tentu saja diriku yang sekarang tak bisa melakukan apapun yang aku mau. Ada banyak mata yang mengarah kepadaku. Aku harus me-nomor sekiankan egoku untuk bisa tampil sempurna setiap saat dan memenuhi ekspetasi semua orang.
---
Setelah mandi dan memakai seragam, aku turun untuk sarapan. Kesadaranku masih belum terkumpul sempurna, bahkan di meja makan aku sempat tertidur beberapa kali.
"Olive, manner mu dijaga!" Suara bariton dari ujung ruangan membuat tubuhku menegap seketika. "Meja makan bukan tempat buat tidur." Tegas Pak Jerome.
Pak Jerome menjadi manajer ku sejak aku kelas 1 SMP. Beliau adalah kenalan ayahku. Karier ku sebagai artis tak secemerlang ini sebelumnya, tapi semenjak Pak Jerome menangani aku banyak tawaran mulai berdatangan, karierku mulai naik dan penghargaan demi penghargaan aku dapatkan.
Aku bersyukur bisa mendapatkan apa yang aku miliki sekarang, hanya saja terkadang aturan Pak Jerome terlalu mengekangku. Aku tak bisa makan mie instan kesukaanku, tak boleh menonton film favoritku di bioskop, harus mempunyai penampilan yang sempurna setiap waktu, yang terkadang membuatku sangat kelelahan. Walaupun tak bisa dipungkiri kalau aku tak akan bisa sesukses sekarang tanpa campur tangan Pak Jerome.
---
Setelah selesai sarapan Pak Jerome sendiri yang mengantarkan aku ke sekolah. Keluargaku punya supir sendiri, tapi Pak Jerome ingin memastikan kalau aku bersikap seperti yang dia mau setidaknya sampai aku masuk gerbang sekolah.
"Hari ini aku ada jadwal pak?" Mataku memandang jalanan yang masih sepi, hanya satu dua kendaraan yang berhasil masuk ke penglihatanku. Yah, memang masih pagi. Dan sekolahku juga tidak terletak di tengah kota, jadi tak banyak aktifitas yang terlihat saat ini.
"Kamu ada pemotretan pulang sekolah nanti. Jadi saya bakal jemput kamu." Jawab Pak Jerome tanpa mengalihkan fokus nya pada jalanan.
"Tapi kan aku baru selesai sekolah Pak, capek." Rengekku, aku ingin tidur seharian pulang sekolah nanti.
"Kamu jangan egois. Gak mungkin saya batalin janji kita sama client." Tegasnya. Apa yang aku pikirkan, tak mungkin juga aku menang debat melawan Pak Jerome.
Aku mendengus kesal, kualihkan pandanganku ke arah jalanan lagi. Ingin rasanya aku menghilang sekarang dan muncul di kamarku. Lalu aku bisa tidur seharian disana dan melakukan apa yang mau kulakukan tanpa harus memikirkan pusing memikirkan pekerjaanku. Sebenarnya aku tidak membenci pekerjaanku juga, hanya saja aku ingin menikmati masa muda ku, aku ingin menjadi remaja pada umumnya yang pusing memikirkan tugas sekolah dan dimabuk cinta. Bukan sibuk menghabiskan waktu untuk kerja seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alathia : The Truth Untold
Teen Fiction"Gue suka sama lo." "Apa itu sebagai teman?" "Enggak, gue serius jatuh cinta sama lo." "Lo orang paling berani yang pernah gue temui, walaupun banyak orang yang salah paham soal masa lalu lo. Lo gak pernah ragu buat nolong mereka. Lo orang yang pali...