06

261 51 47
                                    

Changbin menatap langit dari balkon kamarnya sayu. Dari tatapannya tersirat sebuah kesedihan yang begitu mendalam dan sebuah penyesalan. Ia memegang tangan kursi yang sedang diduduki erat, berusaha agar air matanya tidak keluar.

Ia kembali menatap langit, setelah itu menunduk, melihat badannya. Badan yang sudah tak berdaya, duduk di kursi beroda karena ia tak bisa lagi berjalan.

Operasi seminggu yang lalu tidak bisa sepenuhnya menyelamatkannya. Ya, memang, tulang yang patah semakin hari semakin membaik. Tapi operasi itu tidak bisa menolongnya dari kelumpuhan. Operasi itu hanya berguna untuk mengurangi rasa sakitnya saja.

Changbin benci, benci orang itu, benci bot itu. Tega sekali dia melukai orang-orang tidak bersalah seperti dirinya. Tapi sayangnya, ia tak bisa melakukan apa-apa.

Entah nanti ia memang akan bertemu biang kerok semua ini, itu sudah tak ada gunanya. Kini, ia tidak bisa lagi bergulat seperti dulu, tak bisa lagi berlari dan menjalankan aktivitas seperti dulu, tak bisa.. Semuanya tak bisa..

Rasanya mimpi yang telah ia rancang sedemikian rupa, perlahan-lahan hancur. Mimpi ingin menjadi seorang rapper terkenal kandas. Ya, mungkin bisa saja tercapai. Tapi memangnya ada orang yang menerima penyanyi cacat sepertinya?

Mungkin ada, tapi rasa pesimisnya begitu besar.

Tok tok

Ketukan pintu kamar membuyarkan lamunan Changbin. Ia masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup pintu balkon. Di perjalanan ke pintu kamar, tak henti-hentinya Changbin mengeluh.

Sekarang, rasanya berjalan sedikit saja sudah melelahkan karena harus menjalankan kursi roda.

Klek

Changbin membuka pintu kamarnya, terpampang lah sang ibu yang sedang menunggunya.

"Kenapa, mah?"

"Ada temenmu yang dateng, samperin, gih." Tutur ibu Changbin. Changbin membalasnya dengan anggukan.

Ibu pun berjalan ke belakang Changbin, lalu mendorong kursi rodanya. Changbin menghela napas panjang disertai senyum simpul. Kini, ada yang mendorong kursinya jadi ia tak perlu capai-capai untuk menjalankannya.

Fyi, karena rumah Changbin bertingkat, jadi di rumahnya ada satu lift. Jadi Changbin menaiki lift setiap kali ingin berpindah lantai.

"Eh, Jeongin," sapa Changbin ketika sudah sampai di ruang tamu.

"Mamah tinggal, ya?" Changin menengok ke belakang, lalu mengangguk, "iya, makasih bu."

Sang ibu mengecup dahi sang anak, lalu pergi meninggalkannya bersama Jeongin. Setelah ibunya pergi, barulah Changbin mendekati Jeongin yang lagi duduk santai di sofa ruang tamu.

"Tumben kesini, Yen, kenapa?"

Jeongin cemberut, "gue udah nengok kakak, dibilang tumben :(.."

Changbin terkekeh melihatnya, karena tak kuasa menahan kegemasan yang haqiqi, ia pun mengusak rambut teman yang lebih muda darinya tersebut.

"Ish, kak! Rambut gue jadi berantakan nihh.." Gerutu Jeongin kesal.

Changbin tertawa lepas, menurutnya maknae di genknya itu sangatlah lucu dan menggemaskan.

"Iya, maap," Jeongin manyun tapi dia mangut tanda memaafkan.

"Tapi beneran deh, lu ngapa ke mari?" Tanya Changbin lagi.

"Gue pengen ngomongin bot, kak!" Ujar Jeongin semangat.

Tapi beda lagi dengan Changbin. Mendadak mukanya musam, bot lagi bot lagi, argh dia sebal. Dia sudah bicara kepada Hyunjin untuk tak pernah membahas bot itu, masa iya sekarang harus bicara lagi kepada Jeongin.

Ia hanya takut, setiap kali mereka membahas bot, kali itu juga bot itu tiba-tiba memberi pesan kepada mereka.

"Hhh.. Mau bahas apaan tentang bot itu?" Tanya Changbin jengah.

"Gue pengen ngebahas siapa dalang dari bot itu, kak! Eum, siapa ya kira-kira?"

Changbin menautkan kedua alisnya, "ya mana saia tau, saya manusia biasa bukan Tuhan. Saya juga cuma seorang Changbin bukan seorang Roy Kiyoshi,"

Jeongin menatap datar Changbin, "ih kakak, serius!"

"Ya udah ini serius, sekarang coba lo keluarin pendapat lo," ujar Changbin. Karena ia tahu kalau Jeongin pasti sudah memiliki teori.

"Gini kak, gue ngerasa bot itu orang di sekitar kita. Kenapa? Karena dia tau nama-nama kita, terus dia juga kan suka tau kita lagi ngapain."

Changbin menautkan kedua alisnya, "jadi, maksud lo pelakunya adalah salah satu di antara kita bertujuh, gitu?"

Jeongin menjentikan jari di depan Changbin, "Bisa jadi!"

"Terus?"

"Nah terus, gue ngerasa pelakunya itu dua orang. Ya, yang botnya itu cuma satu, tapi kayaknya dia punya temen sekongkol gitu, lho. Soalnya pastikan ada yang mata-matain kita, terus ngasih tau ke si bot itu,"

Changbin mengangguk mengerti, "terus, kata lo pelakunya siapa?"

"Nah itu, gue juga belum tau."

"Hm.. Siapa ya kira-kira?" Gumam Jeongin, mendengar penjelasan Jeongin, Changbin jadi ikutan bingung.

Eh, tapi.. Sebentar. Changbin mempunyai pertanyaan yang membuat dirinya penasaran.

"Yen," Jeongin yang sedang berpikir pun mendongak, "kenapa, kak?"

"Kenapa lo milih gue sebagai temen diskusi buat cari tau siapa bot itu?" Tanya Changbin.

Jeongin tersenyum, "karena cuma kakak yang dapat dipercaya."

"Lah, emang kenapa sama yang lain?" Lagi-lagi Jeongin menatap datar Changbin.

"Ya kan, tadi gue udah bilang. Pelakunya pasti ada di sekitar kita, nah gue hati-hatikan pasti. Terus satu-satunya orang yang gue percayai untuk sekarang itu cuma lo kak, soalnya lo udah jadi korban bot itu."

Changbin hanya membalas dengan ber-oh-ria.

Eum.. Memang Changbin sudah menjadi korban.

Tapi..



















Bisa sajakan kalau dia cuma berakting?

TBC

Truth or Dare || Stray KidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang