Chapter 5

2.9K 309 58
                                    

- Ajakan atau Paksaan? -

"Kau juga tidak akan pernah aku anggap sebagai anakku." Saking syoknya Hinata, ia hanya mampu diam mematung. Perlu mencerna semua kalimat-kalimat yang terlontar tanpa perasaan itu terlebih dahulu.

"Kau tidak mendengarnya?" tanya seorang tetua.

Setelah selesai mencerna baik-baik kalimat-kalimat itu, kedua mata Hinata berkaca-kaca. Oh ayolah, siapa yang tidak akan menangis jika yang membuang adalah klan dan ayah kita sendiri?

Dada Hinata terasa sesak, "K-Kenapa? Saya bu-butuh alasannya."

"Ck. Jangan bertanya sesuatu yang sudah jelas menjadi jawabannya." sahut tetua yang paling muda.

"Tentu saja karena kau sangat lemah. Klan suci ini telah mempunyai aib yang besar dan jika tersebar ke seluruh desa, itu hanya akan membuat kami menanggung malu." tambah yang lainnya.

Satu anggota dari keluarga cabang menatapnya dengan sinis. "Klan lain pasti akan menertawakan kami karena ternyata keluarga utama yang seharusnya berisi orang-orang yang kuat, justru juga mempunyai seorang anggota yang sangat lemah."

Jangan tanyakan bagaimana keadaan dan perasaan Hinata sekarang. Yang pasti air mata sudah mengalir deras walaupun tetap menangis dalam diam. Hancur, sakit, marah, kesal, sedih, benci, dan putus asa bercampur menjadi satu.

"Aku akan mengatakan pada Kurenai bahwa kau akanku latih di mansion dengan alasan kau harus latihan kembali ke klan. Selain itu tentang pembuanganmu dari klan, kami tidak akan mengatakan kepada siapa pun.." kata Hiashi.

Hinata beranjak lalu berlari kecil keluar dengan keadaan berderai air mata. Ia terus berlari tanpa mempedulikan arah. Yang terpenting saat ini adalah harus pergi sejauh-jauhnya dari mansion klannya.

Tiba-tiba gerimis turun dengan cukup deras. Mungkin, alam pun ikut merasakan kesedihan dan kepahitan yang dialami oleh seorang gadis Hyuga-bukan, kini tidak lagi menjadi bagian dari klan suci Hyuga itu.

Tak peduli jika ia harus menabrak orang-orang yang berjalan berbalik arah dengannya, tidak peduli. Tanpa terasa, ia sudah berlari hingga ke luar desa. Gerbang desa memang terbuka, mungkin ada yang ingin menyambut kepulangan shinobi-shinobi dari keluarga masing-masing seusai dari misi. Hinata terus berlari hingga akhirnya berhenti di tepi sungai. Ia jatuh terduduk di atas rerumputan yang basah dan menangis sesenggukan di sana.

Pohon, rumput, bunga, hewan-hewan kecil, hujan, awan mendung, dan sungai menjadi saksi bisu. Perlahan-lahan gerimis mulai mereda dan akhirnya berhenti turun. Namun, mendung masih terlihat di langit malam.

"Tidak sedikitpun menyangka jika aku yang mengalah pada pertandingan itu, akan sangat berdampak besar.." Hinata bermonolog, air matanya masih menetes.

Ia kembali menangis sesenggukan di sana. "Sekarang, hiks aku dibuang oleh klan. Juga dibuang hiks hiks.. dan tidak pernah dianggap sebagai seorang anak oleh ayah, lalu hiks sekarang aku harus bagaimana dan kemana?"

"Bergabunglah ke Akatsuki." datang seorang laki-laki yang kini sudah berdiri di samping Hinata. Ia refleks menghentikan tangisan dan mendongak, "S-Siapa?"

"Namaku Pain. Aku adalah ketua dari organisasi bernama Akatsuki." jawab laki-laki itu sambil menatap Hinata. Gadis kecil itu membulatkan kedua matanya ketika melihat dengan jelas kedua mata yang tak biasa milik laki-laki di sampingnya itu. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya.

"A-Akatsuki?" tanya Hinata dengan bingung.

"Ya, Akatsuki. Organisasi yang anggotanya juga sama-sama merasakan kesedihan, kesakitan, dan kepahitan dalam hidupnya."

Pain menceritakan kisah masa lalunya, dimulai dari dulunya dia adalah anak yang baik. Namun karena suatu kejadian dimana orang tuanya yang dibunuh, dia menjadi sosok jahat untuk mencari keadilan.

"Sepertinya penderitaanmu sangat menyakitkan." ucapan Pain membuat Hinata mendongak.

"Aku se-sedang tidak ingin m-membahas apa pun tentang mereka."

Pain bergeming di tempatnya, "Bergabunglah ke Akatsuki. Jadilah seorang yang jahat namun juga yang mencari keadilan."

"Bagaimana cara menjadi jahat? Aku tidak tahu." Hinata jelas tahu apa itu menjadi jahat. Biarpun begitu sifat jahat tentu sangat berkebalikan dengan sifatnya. Yang benar saja, bagaimana ia bisa merubah sifatnya?

"Apa yang kau rasakan ketika kau dibuang dari ayah dan klanmu?"

"Rasanya... hancur, sedih, sakit, marah, kesal, dan putus asa bercampur menjadi satu."

Pain berpindah tempat dan berdiri tepat di hadapan Hinata, "Semua itu adalah bagian-bagian yang nantinya akan membentuk rasa kebencian."

"Aku dan kami para anggota Akatsuki akan membantumu menjadi orang yang jahat dan tentu untuk bersama-sama mencari keadilan. Maka dari itu bergabunglah ke Akatsuki."

Hinata bingung harus menjawab apa, "Aku..."

Hening.

Tiba-tiba saja Pain menarik tangan kanan Hinata untuk berdiri, si empu tentu terkejut. Lantas Pain menyuruh dan memerintahkannya untuk mengikutinya dan pergi dengan melompati dahan-dahan pohon.

"Mau kemana?" tanya Hinata pelan.

"Markas Akatsuki."

'Ini bukanlah sebuah ajakan, lebih tepatnya adalah sebuah paksaan.' batinnya meluruskan. Setelah percakapan kecil itu, suasana di antara mereka berdua menjadi hening.

Pain dan Hinata masih melompati dahan-dahan pohon. Suatu ketika Pain turun ke bawah yang diikuti oleh Hinata di belakangnya.

"Kenapa kita berhenti di sini?"

"Istirahat sebentar, aku yakin kau kelelahan." Hinata mengangguk, ia tidak bohong itu memang benar adanya. Pain duduk di bawah salah satu pohon. Hinata juga duduk di bawah salah satu pohon dekat pohon yang digunakan Pain untuk bersandar. "Waktu istirahat hanya 30 menit."

*

Seorang wanita berbaju putih dan berambut putih memanggil nama Hinata. Di kepalanya memiliki dua tanduk dan tidak memiliki alis. Hinata membulatkan kedua matanya ketika melihat kedua bola mata wanita itu. Mata wanita itu sama dengan mata miliknya, byakugan.

'Siapa dia? Apakah dia salah satu dari anggota klan Hyuga? Tapi, aku tidak pernah melihatnya di mansion.' batin gadis kecil yang terheran-heran.

"Si-Siapa Anda?" Hinata tidak pernah bertemu dengan seorang wanita seperti yang sedang berdiri di depannya kini.

"Namaku Otsutsuki Kaguya."

Hinata pernah mendengar cerita legenda si pencipta Ninshu dari Iruka, Rikudou Sennin. "Otsutsuki? I-Itu seperti nama klan Ri-Rikudou Sennin."

"Ya, itu memang benar. Rikudou Sennin adalah salah satu dari anakku.." sahut Kaguya yang membuat Hinata cukup terkejut.

"Aku sudah lama mati karena disegel olehnya dan oleh anakku yang lain."

Hinata masih dengan mode terkejutnya. Setelah mencerna baik-baik perkataan Kaguya, Hinata merubah kembali raut wajahnya menjadi seperti biasa. "Aku adalah nenek moyangmu dan aku muncul di hadapanmu karena aku ingin memberitahumu suatu hal."

"A-Apa itu, Kaguya–baachan?" Hinata sangat penasaran, ada perlu apa ibu dari legenda Rikudou Sennin bertemu dengannya.

Kaguya menghela napas, "Jangan memanggilku nenek, Hinata. Panggil aku Kaasan saja, usiaku memang sudah sangatlah tua tapi wajahku masih terlihat muda."

"Lagipula, anggap saja aku seperti ibu kedua untukmu setelah Hikari."

"Wakatta, Kaguya–kaasan.." Hinata menyebutnya dengan sedikit kikuk.

"Itu terdengar lebih baik.." Kaguya tersenyum tipis dan secara tidak langsung Hinata juga ikut tersenyum.

"Nah Hinata, dengarkan ini baik-baik." mau tak mau, rasa penasaran Hinata menjadi semakin besar.

What If : Akatsuki adalah HidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang