Sore ini udara cukup dingin, orang-orang ramai memakai setelan hangat untuk menghangat-kan diri masing-masing. Namun Jeizen tampak berjalan biasa saja lengkap dengan tangan yang masuk ke dalam saku celana-nya. Pemuda itu berjalan tanpa hambat menuju ke-arah halte yang tidak terlalu jauh dari gerbang sekolah. Akhir-akhir ini dia lebih suka pulang menggunakan angkutan umum, lebih hemat kata-nya. Ketiga teman-nya sudah kembali sekitar 20 menit yang lalu, karena memang sebelum pulang Jeizen sempat mampir di perpustakaan sekolah untuk meminjam beberapa buku.
Langkah Jeizen memelan ketika dari jauh mendapati eksistensi gadis berambut sebahu di lengkapi poni sebagai pemanis dari penampilan-nya. Sudah hampir seminggu dia menjalani rutinitas-nya untuk berangkat dan pulang sekolah menggunakan anggukatan umum, dan hari ini kali pertama-nya mendapati gadis itu berdiri dengan mantap di halte. Sebenar-nya Jeizen tidak terlalu peduli namun kejadian perundungan di mana gadis itu yang menjadi korban mencubit sesuatu yang ada di dalam sana. Jeizen mengendik-kan bahu lalu kembali berjalan dengan tempo yang sedikit cepat karena bus tujuan-nya baru saja sampai. Pemuda itu memasuki bus tersebut dengan tampang santai, namun berbagai macam cara menatap-nya langsung membuat Jeizen meringis. Tidak ingin membuang waktu percuma, Jeizen memilih duduk dan langsung menatap ke luar lewat jendela.
Bus mulai berjalan, Jeizen tampak tidak terusik dengan bisikan-bisikan di samping-nya yang jelas-jelas tertuju pada-nya. Lima belas menit kemudian bus berhenti tiba-tiba, Jeizen menyerngit ini bukan tempat pemberhentian. Jeizen menoleh keluar melihat siapa orang yang baru saja turun di tempat terpencil seperti ini. Seketika alis Jeizen terangkat sebelah, itu gadis yang tadi, kenapa dia berhenti di tempat seperti ini? Bus kembali berjalan, namun entah apa yang ada dalam otak pemuda itu dengan cepat dia berdiri dan langsung mencegat sang sopir.
"Sebentar!!" Ucap Jeizen sambil memegang bahu sopir bus tersebut, membuat pria paruh baya itu menoleh heran pada-nya.
"Ada apa?"
"Aku turun di sini. Terima kasih" Tanpa menunggu lama Jeizen langsung turun dan menoleh ke kanan dan kiri, mencari ke mana pergi-nya gadis itu. Jeizen berjalan menyusuri jalan tersebut lalu langkah-nya berhenti di sebuah jalan setapak di mana di sana tertera tulisan 'Pemakaman umum', apa gadis itu pergi ke sini? Kaki Jeizen membawa tubuh-nya masuk menyusuri makam-makam yang entah kenapa terlihat begitu indah dan rapi. Pemuda itu terus berjalan hingga samar-sama dia bisa mendengar suara seseorang masuk ke dalam gendang telinga-nya, tidak perlu lama untuk mengetahui orang tersebut karena memang itu adalah gadis yang dia cari. Jeizen berjalan agak sedikit mendekat namun tidak mendatangi. Suara samar tersebut begitu jelas sekarang. Bahkan Jeizen bisa melihat jika gadis itu memeluk sebuket bunga Lily.
"Hello my strong boy, happy birthday. Maaf baru bisa mengunjungi-mu sekarang, Ayah"
Tubuh Jeizen menegang seketika, jadi orang di balik gunduk-kan tanah itu adalah ayah-nya, jadi selama ini gadis itu piatu.
"Ayah tahu, Lily mendapat nilai tertinggi lagi, uh senang sekali rasa-nya. Tapi Lily sadar diri, sekalipun Lily belajar mati-matian Lily tetap-lah hanya seorang yang sama sekali tidak di anggap"
Lily, Jeizen baru ingat jika nama gadis yang tengah dia ikuti sekarang ini bernama Lily. Lalu tatapan Jeizen turun pada buket bunga yang masih setia di peluk oleh Lily.
"Aku hanya ingin bercerita jika aku di bully lagi, tapi tenang, ayah tidak perlu khawatir Lily kan gadis kuat kesayangan ayah"
Jeizen tertegun, dari jarak seperti ini dia bisa melihat liquid bening yang mengalir tanpa ragu membasahi wajah Lily. Entah kenapa Jeizen seperti merasa-kan sesuatu yang berbeda ketika melihat gadis itu menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lily [Hiatus]
Teen FictionTembok yang ku bangun sekokoh mungkin, runtuh hanya dalam sekejap mata. Bukan tentang kisah remaja bucin. Hanya tentang Lily, gadis manis yang berusaha mencari kebagiaan-nya sendiri. Dan tentang Jeizen yang mencoba masuk, meyakinkan jika kebahagiaan...