Enam

54 11 0
                                    

"Jadi bagaimana?" Jeizen melurus-kan tatapan-nya ke arah kedua teman-nya. Sementara Nandito hanya menatap mereka secara bergantian, Nandito tidak perlu susah payah untuk menyetujui persetujuan yang di berikan oleh Jeizen karena memang saat kejadian tadi Nandito berada di sana.

Jeizen mulai menyusun kata-kata seperti apa yang bisa membuat dua orang sinting di depan-nya ini percaya. "Aku membantu-nya lalu membawa-nya pergi dari sana"

"Kenapa seperti itu?" Tanya Hendery sambil memasuk-kan semeping oreo ke dalam mulut-nya, sementara Jason yang berada di sebelah-nya mengangguk setuju.

"Di dalam persetujuan kita hanya ada satu pertanyaan dan berarti hanya ada satu jawaban. Jika kalian bertanya kenapa itu arti-nya kalian melewati batas dan dengan mohon maaf sekali aku tidak bisa menjawab-nya" Jeizen langsung berdiri dan meninggal-kan ketiga teman-nya, di mana dua diantara-nya melongo di tempat sementara yang satu-nya lagi sudah asik dengan makanan-nya.

"Kita yang bodoh atau Jei yang terlalu licik ya?" Tanya Jason sembari menggaruk-garuk kepala-nya.

"Remahan biskuit seperti kita kalah telak jika di banding-kan dengan berlian seperti Jei" Nandito terkekeh mendengar kalimat yang di keluar-kan oleh Hendery barusan. Sudah tahu Jeizen orang-nya licik mereka masih mau untuk menggali informasi dari pemuda tampan itu. Ada-ada saja.

•••

Jeizen berjalan sambil tersenyum tipis, sangat tipis hingga hampir tidak terlihat jika tidak di amati baik-baik. Pemuda itu sangat senang ketika berhasil menjahili para sahabat sinting-nya. Wajah konyol Jason dan juga Hendery benar-benar lucu. Namun sedetik kemudian langsung menutup mata erat-erat. Entah darimana dan kenapa selalu saja ada orang yang berhasil membuat-nya emosi. Jeizen membuka mata-nya melirik orang yang baru saja menabrak diri-nya, namun tatapan Jeizen sedikit melunak ketika mendapati siapa orang tersebut.

"M--maaf aku benar-benar tidak sengaja" Ucap Lily masih tetap pada posisi-nya. Sementara itu Jeizen hanya memandang gadis manis itu sambil tersenyum samar. Tanpa sadar Jeizen mengulurkan tangan-nya membantu Lily untuk berdiri.

Lily menatap uluran itu takut, dia sering kali berada pada posisi ini. Terjatuh, di beri uluran yang ternyata palsu, di saat itu juga dia akan di hina, di salahi dan di bentak habis-habisan. Lily menatap pemuda di depan-nya, memang tidak asing karena tadi pagi pemuda ini-lah yang membantu-nya.

"A-aku bisa sendi--"

"Berdiri" Jeizen menatap Lily datar, sejujur-nya dia tidak tahu setan dari mana atau malaikat dari mana yang membuat-nya bisa melakukan hal seperti ini. Tapi Jeizen tidak perduli untuk itu karena diri-nya yang mencoba masuk dan diri-nya juga yang harus menyelesaikan-nya.

Gadis bermata bulat itu masih ragu untuk meraih tangan besar itu. Tapi Lily kemudian menyakinkan diri-nya jika Jeizen tidak seburuk yang terus mengambang di otak kecil-nya. Dengan sedikit ragu Lily menerima uluran tangan itu, sedikit mempersiap-kan diri jika tiba-tiba Jeizen melepas-kan tangan-nya dari tangan Lily. Namun tidak seperti itu nyata-nya, Jeizen menarik Lily dengan lembut agar gadis itu tidak tersentak dan perbuatan Jeizen barusan membuat Lily terkejut, sungguh di luar dugaan.

Jeizen menatap Lily intens, sebenarnya dia sudah tahu jika gadis di depan-nya ini jelas-jelas memberikan sirat keraguan di balik mata indah-nya. Tapi Jeizen lagi-lagi tidak memusingkan itu, tidak ada guna-nya sama sekali untuk-nya.

"Lihatlah diri-mu, siapa yang terjatuh dan siapa yang meminta maaf? Tck" Lily menunduk seketika. Entah kenapa diri-nya merasa sedikit malu jika berhadapa dengan pemuda di depan-nya ini. Dan mendengar kalimat yang di ucapkan oleh Jeizen tambah membuat-nya dirundung malu di sertai takut.

My Lily [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang