Enam belas

36 6 1
                                    

Suasana kafe tempat Lily bekerja saat ini terlihat sangat ramai. Lily bersyukur setidaknya hari ini pasti penghasilannya bisa di atas dari biasanya. 

Hari ini dia tidak menjadi pelayan, perannya saat ini adalah kasir tapi biarpun seperti itu Lily tetap kewalahan melayani setiap uang yang masuk. Namun kurva indah tidak pernah luntur, membuat wajahnya nampak manis.

"Hei, kau lelah?" Tanya seorang gadis yang langsung di balas Lily dengan gelengan.

"Tidak, justru aku yang harus bertanya seperti itu-- kau lelah?" Gadis tersebut menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari Lily.

"Tidak ada kata lelah Lily, kalau begitu aku ingin kembali bekerja. Ada pelanggan yang baru masuk-- semangat" Ucapnya sambil mengepalkan tangan ke depan.

Lily mengangguk lalu tersenyum, "Semangat!"

Setelah gadis itu pergi, Lily kembali pada rutinitasnya. Melayani para pelanggan yang ingin membayar, tersenyum, mengucapkan terima kasih dan berbagai tindakan ramah yang sudah mendarah daging padanya.

Di tengah kesibukannya, entah kenapa perkataan Sorania beberapa jam yang lalu kembali mengambang. Tentang Taufan, apa iya pemuda itu jahat, apa iya Taufan itu munafik. Rasanya kepala Lily ingin meledak saja, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang kebenarannya belum terlalu pasti.

"Permisi aku ingin membayar," Tubuh Lily menegang ketika mendengar suara tersebut. Suara yang begitu membuat Lily ketakutan. Baru ingin beranjak, namun gadis itu kembali berbicara.

"Oh kau! Apa kabar?" Tanyanya dan Lily langsung berbalik berhadapan dengan gadis itu. Dapat dia lihat senyum iblis, yang tak pernah absen tersungging di bibirnya.

Lily tersenyum kaku, rasanya sungguh canggung dan takut. "H--hai Juri, a-aku baik. K-kau sendiri?"

Gadis itu Juri, gadis yang di skors beberapa minggu kemarin usai merundung Lily. Namun tidak ada yang berbeda, Juri tetap menampilkan raut tidak suka dan penuh dendam. Lily tentu tahu, tipe sepertinya Juri tidak akan lengah hanya karena di skors.

"Kau yakin akan itu?" Tanya Juri menatap Lily lekat seperti ingin memakan gadis itu hidup-hidup.

Tubuh Lily bergetar, dia ketakutan. Meskipun ini tempat ramai, namun aura Juri sungguh terasa menakutkan.

"Tak perlu di jawab, karena jawabannya tidak. Meskipun itu bukan aku, kau akan tetap hancur!" Sarkasnya lalu memilih meninggalkan Lily yang sudah berkeringat di tempat.

Jujur saja selama setahun merundungnya, ini adalah kali pertama Juri di hukum. Bisa bayangkan selama itu Lily merasa kesakitan tanpa adanya suatu pembelaan, tidak ada yang perduli akan dirinya. Se akan-akan dirinya adalah sampah, semua memilih menutup telinga.

Lily menghela nafas kasar, perkataan Juri membuatnya kepikiran. Namun Lily berusaha untuk fokus, saat ini pekerjaannya adalah yang paling penting.

Semoga itu semua tidak terbukti.

••••

Sorania menatap keluar melalu kaca apartemennya. Di luar sana masih terlihat ramai, kendaraan-kendaraan masih lalu lalang di atas aspal jalanan.

Sorania menyesap sebatang nikotin, menghembuskannya melalui mulut dan juga hidung-- membuat kepulan asapnya mengudara. Melakukan hal tersebut terus berulang, hingga batang nikotin tersebut berakhir hancur karena selanjutnya Sorania membuangnya secara kasar dan menginjaknya.

Gadis itu membuang nafas kasar, nyatanya dia tidak baik-baik saja. Berbagai macam kejadian yang memuakkan membuatnya kepalang kesal bukan main. Bukan tanpa alasan dia memilih untuk berdiam diri di apartemen di bandingkan rumah mewah bak istana disney.

My Lily [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang