Empat belas

27 6 0
                                    

Hening menyelimuti antara Lily dan Adinda, ibu-nya. Keadaan seperti ini sangat jarang terlihat di antara mereka. Hari ini Lily memilih untuk tidak berangkat ke sekolah. Diri-nya berencana untuk mendengarkan penjelasan langsung dari mulut ibu-nya.

"Maafkan ibu Lily," Ujar Adinda sendu sambil menatap Lily yang hanya menatap-nya lurus tanpa ekspresi.

Lily menghela nafas, lantas menggeleng. "Tidak ibu, tidak ada yang pantas untuk di minta maafkan. Lily mengerti kenapa ibu sampai memilih jalan seperti itu. Lily akan berusaha untuk lebih keras  bekerja."

"Lily, ibu--"

"Lily paham ibu, Lily sudah besar dan untuk mencari biaya sekolah Lily bisa. Lily juga akan mencoba membantu ibu untuk melunasi hutang ibu pada pria tua itu, Lily janji!"

Mata Adinda mengembun, sesuatu di pelupuk mata-nya hampir luruh. Melihat Lily yang tampak menyemangati-nya, se olah-olah mengatakan semuanya tidak masalah membuat Adinda emosional.

Dengan cepat Adinda meraih tubuh-nya putri semata wayangnya itu dan mendekap-nya lembut, se akan-akan jika diri-nya memeluk Lily erat gadis itu akan kesakitan.

"Ibu bangga melihat-mu tumbuh dewasa Lily. Terima kasih sudah mau bertahan bersama ibu hingga sekarang," Lily mengangguk dan mempererat pelukan-nya pada Adinda.

Rindu, Lily tidak bisa menjelaskan bagaimana rindu-nya pada sosok ibu seperti Adinda. Ibu yang sudah jarang dia lihat ketika bangun dan tidur, Lily teramat merindukan-nya. Ibu-nya sungguh jarang terlihat beberapa minggu ini, dan ini kali pertama-nya menghabiskan waktu bersama.

Lily melepaskan dekapan mereka dan beralih mengelus wajah Adinda yang sudah basah dengan air mata. Lily sungguh jatuh cinta pada ketulusan ibu-nya. Ibu yang selalu kuat di kala beban mulai membuat-nya oleng, namun Adinda tetap bertahan dengan cara apapun.

"Jangan menangis, nanti ayah sedih." Ujar Lily lembut, di mulut berkata jangan menangis namun nyata-nya Lily sedang berusaha agar tidak menangis. Meyakinkan ibu-nya jika dia kuat.

Adinda mengelus surai Lily pelan lalu beralih membersihkan jejak air mata yang membasahi pipi-nya. Dia tidak boleh membuat Lily sedih dan khawatir.

Adinda tersenyum menatap manik bercahaya milik Lily. "Kenapa tidak bersekolah? Sudah izin?"

Lily tersentak namun selanjutnya menggeleng-kan kepalanya. "Lily membolos, tapi Lily janji akan mengganti-nya sehabis ini."

Adinda mengangguk menyetujui, lagian Lily bukan tipe anak-anak nakal yang hobi membolos setiap hari-nya. Dia mempercayai putri-nya.

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" Tanya ibu-nya.

Lily nampak berpikir, "Mungkin aku akan beristirahat, sebentar sore aku akan masuk kerja--"

"Ibu akan pergi hari ini?" Sambung Lily sambil menatap ibu-nya intens. Jika ingin jujur Lily ingin ibu-nya menetap hari ini.

Adinda nampak terkejut, hari ini dia akan bekerja dan gaji-nya lumayan. Melihat wajah lesu ibu-nya, Lily tahu jika Adinda ingin pergi bekerja.

Lily tersenyum manis, "Jika ibu ingin bekerja, cepat-lah bersiap nanti terlambat. Lily akan beristirahat setelah ini."

Adinda menghela nafas sukar, ingin rasa-nya menetap dan berbagi waktu bersama putri-nya. Namun sayang-nya dia tidak bisa.

Adinda beralih mengelus rambut hitam Lily, memberikan tatapan penyesalan. "Maaf Lily, lain kali ibu akan menghabiskan waktu bersama-mu,"

Lily tersenyum lalu mengangguk setuju. "Jika ibu punya waktu, kita pergi mengunjungi ayah. Sudah lama rasa-nya kita sama-sama ke sana, terakhir saat perayaan paskah."

My Lily [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang