Delapan belas

19 4 0
                                    

Lily berjalan menelusuri koridor sekolah, kaki jenjangnya membawa setiap langkah ringannya menuju ruang guru. Beberapa menit tadi, Ibu Rika-- atau wali kelasnya memerintahkan dirinya untuk menghadap sebentar.

Dia mengerti apa yang akan di bahas sekarang ini. Dirinya memantapkan diri sebelum memasuki ruang guru, karena nyatanya pasti banyak orang yang berlalu lalang di dalam sana. Dia hanya tidak terbiasa berada di situasi ramai, terkecuali kelas dan juga tempatnya bekerja-- dia harus profesional.

Lily membungkuk ketika bertemu dengan guru-guru, baik yang masuk maupun keluar. Lalu netranya menatap Bu Rika yang sedang tersenyum di depan sana, sambil mempersilahkannya untuk duduk melalui tatapan.

"Selamat siang bu," Sapa gadis itu ramah, yang langsung di sambut Bu Rika dengan angguk-an.

"Iya, selamat siang nak. Ibu akan langsung membahas, apa yang membuat ibu harus memanggil-mu kemari." Lily memangguk, menyetujui ucapan Bu Rika yang berniat ingin membahas perihal di panggilnya dia kemari, sekalipun dia sudah tahu pasti perihal apa itu. Namun dirinya tidak boleh mengada-ngada, siapa tahu dia melenceng.

Melihat angguk-kan yang Lily berikan, senyum Bu Rika yang awalnya merekah terganti dengan tatapan serius.

"Lily-- ibu tau kamu hanya siswi beasiswa, tapi sekalipun seperti itu-- ibu sangat mengharapkan partisipasi kamu dalam kegiatan sekolah." Bu Rika menghela nafas sebentar.

Lily menunduk, ternyata dugaannya benar. Tuntutan dari sekolah, secara tidak langsung dia di beritahu untuk tahu diri. Sudah di beri beasiswa, tapi tidak pernah ingin mengikuti kegiatan sekolah. Sebenarnya Lily bukannya tidak mau, namun banyak sekali kendala yang mengharuskannya untuk mundur.

"Ibu menyesali karena terlepas dari uang spp dan uang les kamu jika naik ke kelas ujian nanti, sekolah tidak bisa membantu." Lily mengangguk mengerti dengan ucapan wali kelasnya tersebut. Dia tahu fakta itu, beasiswanya hanya berlaku untuk spp dan lesnya nanti.

Bu Rika menatap anak murid kesayangannya itu dengan tatapan iba. Lily, gadis manis itu termasuk murid berprestasi tinggi. Bu Rika tahu jika kemauan Lily untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah sangatlah besar, tapi dana menjadi kendala utamanya. Sejak kelas X, Lily hanya akan mengikuti olimpiade yang di sponsori sekolah. Terlepas dari lomba-lomba individu-- yang pendaftarannya di tanggung sendiri, gadis itu memilih mundur sekalipun dia mau. Ingin rasanya Bu Rika membantu, namun dia tidak bisa. Keuangannya dan Lily tidak berbeda jauh, apalagi dia memiliki dua orang anak yang duduk di bangku perkuliahan, jelas-jelas dia membutuhkan uang dengan nominal yang besar.

"Lily, kamu mampu untuk ikut kegiatan study tour yang akan di laksanakan minggu depan? Bukannya ibu memaksa, tapi ini di haruskan. Kamu tau sendiri kan, tahun kemarin kamu tidak ikut," Ucao Bu Rika lembut, namun tatapannya masih setia menatap Lily.

Lily menghela nafas, detik selanjutnya mendongak dan langsung tersenyum. "Saya bisa Bu, saya akan usaha agar bisa ikut."

Bu Rika terenyuh ketika melihat binar dan ucapan mantap dari anak walinya itu. Bu Rika tersenyum melihat kesungguhan yang terpampar nyata di wajah Lily.

Bu Rika mengangguk, lalu mengelus lengan Lily lembut. Memberikan sapuan menenangkan pada gadis manis itu.

"Ibu yakin kamu bisa, berdoa dan bekerja akan menjadi jalan utama menuju kata sukses. Kamu bukan tidak mampu, tapi kata mampu sudah bosan menghampiri kamu Lily. Kamu itu kaya, kaya akan kebaikan yang sedikit orang memilikinya."

Lily tersenyum mendengar ucapan lembut dari Bu Rika. Wali kelas yang selalu menyemangatinya. Lily mengangguk semangat dan tersenyum di tempat.

"Terima kasih ibu," Ucap Lily tulus.

My Lily [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang