Sembilan

43 8 2
                                    

Jeizen menatap ke depan dengan tatapan malas, guru di depan kelas-nya saat ini terlalu banyak mengoceh. Dia tidak tahu saja jika setengah murid di dalam kelas tidak ada yang mendengarkan-nya. Hendery dan Jason yang asik terkikik-kikik menatap majalah dewasa yang mereka sembunyikan di laci meja. Dan Nandito yang asik sendiri, entah membuat apa karena Jeizen tidak bisa melihat-nya. Diri-nya mengedarkan pandangan-nya, menatap ke bawah. Dari kelas-nya dia bisa melihat eksistensi gadis berambut sebahu yang sedang asik bercengkrama dengan si murid pindahan yang Jeizen yakini memiliki jiwa laki-laki.

Setiap gerakan dari gadis itu tak luput dari pandangan-nya, bagaimana cara gadis itu tersenyum bahkan tertawa tanpa sadar memberi tarikan manis di sudut bibir Jeizen.

Tukh.

Pemuda tampan itu memejam-kan matanya, membuka-nya lalu melirik santai sang guru yang sedang bersidekap dada di depan sana. Jeizen mendengus, bisakah kertas atau mungkin kapur, kenapa harus penghapus papan tulis yang harus melayang menghantam kepala-nya.

"Keluar dari kelas saya Jeizen Andraguna, rangkum materi saya dari Bab 3 sampai 5. Sekarang!" Kesal guru tersebut sambil menatap Jeizen tajam yang mana pemuda tersebut hanya menatap lempeng ke arah-nya.

Jeizen mendelik mendengar kekehan tertahan yang berasal dari Jason dan juga Hendery. Pemuda itu lantas menatap sinis dua pemuda idiot tersebut. Sangat salah mengambil resiko menertawakan-nya. Jeizen langsung berdiri menatap guru tersebut tapi pada detik selanjut-nya tatapan pemuda berparas manis itu jatuh pada eksistensi Jason dan juga Hendery.

"Bahkan aku yang hanya menatap keluar, kalah dengan dua orang pemuda yang santai membaca majalan dewasa di saat pelajaran berlangsung.Tck" Setelah Jeizen menyelesaikan ucapan-nya, diri-nya langsung melangkah meninggalkan kelas. Jeizen tersenyum miring, pasti akan ada bom sebentar lagi.

"JASON! HENDERY KELUAR DARI KELAS SAYA. DAN BERSIHKAN KORIDOR KELAS XII. SEKARANG!!"

Jeizen terkekeh melihat wajah masam kedua sahabat-nya. Sungguh sangat senang rasa-nya melihat kedua idiot itu tersiksa. Pemuda itu bersidekap dada ketika Jason dan juga Hendery mendekat ke arah-nya.

Melihat Jeizen yang nampak senang membuat Jason mendengus sebal, sementara Hendery hanya bisa meratapi nasib membersihkan koridor yang demi apupun sungguh akan membuat badan encok.

"Uh senang ya melihat kami seperti ini. Di mana letak solidaritas-mu?" Ucap Jason kesal. Sementara Jeizen hanya menatap diri-nya lempeng, Hendery? Masih tetap sama meratapi nasib.

"Kau buta? Membuat kalian di hukum itu sudah solidaritas" Jason mendengus mendengar jawaban Jeizen. Jika maksud menjerumuskan mereka dalam hukuman adalah solidaritas yang Jeizen maksud, Jason berharap tidak memiliki sahabat seperti Jeizen. Tingkat menjengkelkan-nya sungguh sudah di atas tingkat dewa.

Melihat Jason yang hanya terdiam, Jeizen terkekeh dan langsung berbalik, berjalan menuju perpustakaan untuk merangkum. Tidak ada habis-habisnya ide untuk menjahili Jason dan juga Hendery, melihat bagaimana tatapan masam Hendery tadi cukup membuat Jeizen senang bukan main. Di setengah perjalanan-nya menuju perpustakaan, Jeizen di pertemukan dengan sosok pemuda lain-nya yang semalam beradu argumen bersama-nya. Entah kenapa melihat murid pertukaran tahunan itu seketika membuat emosi Jeizen mendidih, dia sama sekali tidak mengerti dengan diri-nya bahkan ketika dia memblokir jalan pemuda tersebut, Jeizen masih tidak tahu.

Taufan menatap pemuda yang sedang berdiri di depan-nya lengkap dengan pandangan lurus namun tajam yang menghujami-nya. Taufan tahu orang ini bahkan sangat hafal nama-nya karena Lily yang mengucapkan-nya tadi malam. Namanya Jeizen.

"Hai, apa ada yang salah?" Kata Taufan ramah, diri-nya cukup tahu dengan arti tatapan itu. Tatapan tajam yang se akan-akan ingin melubangi kepala-nya. Pemuda di depan-nya ini rasa-nya tidak bisa di ajak main-main.

My Lily [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang