Dua Belas

429 22 0
                                    

Apakah hatiku itu layaknya sebuah permainan? Jika iya, katakanlah kepadaku, karena hatiku ini sudah seringkali dipermainkan oleh kebanyakan orang🌻🍁

***
Amaliya terus berlari sekencang mungkin, mengabaikan Satya yang terus memanggil namanya berulang kali. Sekarang ini, Amaliya membutuhkan ketenangan, ya ketenangan. Menenangkan fisik dan batinnya yang tertekan.

Kini, Amaliya sedang ada di danau, tempat ini cukup tenang, sehingga Amaliya bisa menenangkan diri disini. Amaliya terduduk lemas di depan danau tersebut, meremas dadanya kuat guna menahan rasa sakit yang ada.

"Apakah takdir sedang mempermainkan ku sekarang? Kenapa hidup ku menjadi seperti ini? Hatiku bukan mainan yang seenaknya mereka mainkan." Amaliya mulai menarik rambutnya frustasi dan beberapa kali memukul dadanya kuat.

Dibalik sebuah pohon yang ada di danau tersebut, ada raga seorang laki-laki yang sedang memperhatikan Amaliya sedari tadi. Orang itu, ikut memegang dadanya kuat, seakan ikut merasakan apa yang Amaliya rasakan.

Laki-laki itu mulai melangkahkan kakinya ke arah Amaliya berada. Sesampainya di depan Amaliya, laki-laki itu berjongkok dan menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna abu-abu ke arah Amaliya. Amaliya yang melihat sapu tangan itu pun mendongakkan kepalanya dan seketika netranya bertatap dengan netra milik Satya. Ya, laki-laki tadi adalah Satya Farizi, sahabat sekaligus kekasih Amaliya Zahra.

"Ambil dan hapus air mata mu itu," perintah Satya dengan lembut.

Amaliya pun mengambil sapu tangan tersebut dan mulai menghapus kristal-kristal bening yang mengalir apik di pipi mulusnya. Tangisan gadis itu begitu memilukan hati, sehingga siapapun yang mendengarnya pasti akan merasa iba.

"Hidupku benar-benar sudah hancur Satya, udah nggak ada harapan lagi untukku di dunia ini," lirih Amaliya disertai tangisan yang memilukan.

"Hey, kamu nggak boleh ngomong kayak gitu Li, masih ada aku yang akan siap menjadi sandaran buat kamu." Satya menangkup kedua pipi Amaliya dengan sayang.

Amaliya melepas tangan Satya dari pipinya seraya menggelengkan kepalanya pelan.

"Kejadian di kampus tadi, membuatku sangat hancur Satya, hatiku bukan mainan yang seenaknya mereka mainkan," kata Amaliya.

"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu Li, kamu harus bangkit dari keterpurukan ini, aku yakin pasti kamu bisa, percaya sama aku," ucap Satya.

"Berbicara mungkin mudah tapi ketika melakukannya itu yang sulit, aku nggak sanggup Satya, apa gunanya aku hidup di dunia ini, ha?" balas Amaliya.

Keadaan gadis itu sekarang begitu memprihatinkan, rambut yang acak-acakkan, mata bengkak, hidung memerah. Amaliya bangkit berdiri dan mulai berjalan ke arah danau yang ada di depannya.

"Hidupku selama ini begitu tertekan Satya, tak pernah mendapat kasih sayang dari kecil membuatku menjadi anak yang haus akan yang namanya kasih sayang. Setelah kepergianmu ke London waktu itu, hidupku tambah tertekan dan menyakitkan hingga sekarang," jelas Amaliya.

My Destiny [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang