Setelah acara traktir-traktirannya tadi, mereka bertiga pun memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, Syifa yang dijemput oleh supir papanya dan Satya yang mengantarkan Amaliya pulang ke rumahnya dulu.
Di dalam mobil hanya ada keheningan yang terjadi hingga suara Satya mengintrupsi Amaliya.
"Li, kamu masih kerja di toko buku itu?" tanya Satya.
"Iya masih, emang kenapa?" tanya balik Amaliya.
"Kamu berhenti ya dari toko buku tersebut, kamu jangan kerja lagi," pinta Satya.
Amaliya yang mendengarnya pun merasa kaget, ada apa ini?
"Loh kenapa? Kalo aku enggak kerja, gimana caranya aku bayar uang semester an ku, bu Rani sudah menagih lagi," jelas Amaliya.
"Gampang, biar uang semester an kamu, aku yang bayar, yang penting kamu enggak kerja lagi," ucap Satya enteng.
"Tapi Satya, ntar aku dikira cewe matre, apalagi setelah kejadian di kampus tadi, pasti banyak yang membenci aku, dan satu lagi, aku nanti ngerepotin kamu, kamu kan juga butuh uang itu kan?" kata Amaliya.
"Siapa bilang kamu cewe matre? Kamu bukan cewe matre kok Li, dan kamu nggak pernah ngerepotin aku kok ya, dan soal uangnya, sebenarnya aku udah bilang sama orang tuaku soal aku yang ingin bayarin uang semester an kamu dan respon mereka, mereka setuju kok," papar Satya yang semakin membuat kaget Amaliya ditempatnya.
"Ta-tapi kan a-ak---"
Ucapan Amaliya menggantung di udara ketika Satya lebih dulu menyelanya dengan gerakan cepat.
"Nggak ada tapi-tapian, besok kamu harus berhenti dari pekerjaan itu, besok aku anterin kamu ke toko buku itu," ucap Satya.
Amaliya hanya bisa pasrah dan mengangguk lesu. Dan dirinya pun akhirnya menyandarkan kepalanya seraya menatap ke arah jendela.
Keadaan kembali hening dan suasana canggung menyelimuti keduanya, hanya ada suara lagu dari radio yang diputar. Hingga tak lama kemudian, sampailah mobil Satya di pekarangan rumah Amaliya disertai suasana canggung yang masih menyelimuti.
Satya pun menoleh ke samping dan mendapati Amaliya sedang melamun entah melamunkan apa, Satya juga tidak tahu pasti.
Satya mulai menepuk-nepuk pipi Amaliya pelan guna menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Li, Liya, ini udah sampai di rumah kamu," ucap Satya.
"Ha? Apa?" balas Amaliya yang baru sadar dari lamunannya.
"Maaf tadi aku nggak ngeh tadi," sambung Amaliya.
Amaliya pun menatap sekitarnya dan baru menyadari bahwa ini sudah sampai di depan pekarangan rumahnya.
"Yasudah ya Satya, terima kasih udah nganterin aku pulang, aku masuk dulu ya, bye," pamit Amaliya.
Ucapan Amaliya hanya dibalas anggukan singkat serta senyuman manis dari cowok itu. Lalu, mobil Satya mulai meninggalkan pekarangan rumah Amaliya.
***
Sesuai ucapan Satya kemarin, Satya akan mengantar Amaliya ke toko buku tersebut.Kini, mereka sudah ada di dalam mobil menuju toko buku tersebut yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari rumah Amaliya.
Di dalam mobil, hanya ada keheningan diantara mereka. Satya yang fokus menyetir dan Amaliya yang sedang bermain ponselnya.
"Oh iya, tante Bella udah sayang kan sama kamu?" tanya Satya.
Pertanyaan Satya berhasil menghentikan tangan Amaliya yang sedang menari-nari indah di papan keyboard yang ada di handphonenya.
Amaliya pun menoleh ke arah Satya dengan pandangan yang sulit diartikan. Satya yang mengerti akan pandangan itu pun berkata,
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [COMPLETED]
Teen FictionJika disuruh memilih Amaliya Zahra lebih baik tidak sama sekali terlahir kedunia ini. Terlahir sebagai anak haram yang tak pernah diharapkan oleh pihak manapun membuatnya haus akan yang namanya kasih sayang. Anak dari hasil pemerkosaan yang dialami...