13

435 73 1
                                    

"(Namakamu) sini!"

(Namakamu) yang sedang rebahan santuy di sofa depan televisi terpaksa bangun kala mendengar suara indah mamanya dari arah dapur. Ciri-ciri bakalan disuruh lagi nih pasti hmm.

"Iya!" Nggak ngegas kok dia jawabnya. Cuman agak keras aja biar mamanya denger hehe.

Setelah sampai di dapur, hidung (Namakamu) langsung disambut oleh wangi makanan untuk berbuka puasa. Ada es pisang ijo juga di atas meja.

"Kasihin ini ke rumahnya Iqbaal ya," ucap mama (Namakamu) sambil memberikan dia tempat yang kemarin Iqbaal bawa.

"Sekalian main ya?"

"Nggak. Kamu belum mandi ntar dibilangin bau, nggak malu kamu?"

"Nggak. Aku mau main di rumah Iqbaal ya. Makasih!" (Namakamu) segera berlari agar tidak mendengar jawaban mamanya.

"Kemana lu?" Tanya Bryan saat melihat (Namakamu) berlari-larian.

"Surga!"

"Mati dong."

Oh iya, (Namakamu) nggak kepikiran kalo mau ke surga berarti mati dulu. Eh ngomong apasih, Astagfirullah.

"Bacot lu tong!"

(Namakamu) memakai sendalnya dengan terburu-buru. Entah kenapa ia senang sekali disuruh bawain makanan buka puasa ke rumahnya Iqbaal. Mungkin karena dia udah lama nggak kesana.

***

"Jamet!" (Namakamu) berucap senang kala melihat Iqbaal tengah berjongkok di pintu rumahnya. Cowok itu lagi nunduk mainin ponselnya.

"Tumben keluar kandang."

(Namakamu) tidak tersinggung sama sekali atas ucapan Iqbaal. Dia malah tersenyum meperlihatkan gigi atas dan bawahnya. Iya dia senyum lebar banget karena terlalu senang.

"Nih," (Namakamu) nyodorin takjil yang dia bawa dari rumah.

"Apaan nih?"

"Sembako. Tapi boong hahaha. Tenang aja, bukan sampah kok." Ucap (Namakamu) sambil terkekeh.

Iqbaal ikutan ketawa aja. Terus dia masuk diikuti (Namakamu) di belakangnya. Nggak perlu disuruh masuk dulu kalo (Namakamu) mah, soalnya dia udah nganggap rumahnya Iqbaal kayak rumahnya sendiri.

"Tempatnya ambil aja." Ucap (Namakamu).

"Ya kan punye gue." Ucap Iqbaal ngegas. Untung aja dia lagi pegang takjil yang dikasih (Namakamu), kalo nggak pasti tangannya udah melayang.

"Cuci tangan dimana?" Tanya (Namakamu). Karena mama, ia jadi terbiasa untuk selalu mencuci tangan jika masuk ke dalam rumah.

"Wastafel aja noh."

Iqbaal menunjuk wastafel cuci piring pake dagunya sementara dia naruh pisang ijo yang dibawa (Namakamu) ke meja makan.

"Eh (Namakamu)."

Mendengar namanya dipanggil, (Namakamu) menoleh. Kini ada bunda dan Teh Ody yang memasang wajah berbinar. Mereka juga senang karena (Namakamu) main lagi ke rumah mereka. Berasa jadi artis si (Namakamu) hwhw.

"Kamu kemana aja?" Tanya bunda.

"(Namakamu) mah udah nggak pernah maen kesini lagi." Ucap Teh Ody.

"Hehe (Namakamu) abis perawatan."

Iqbaal mendelik. Dia ngelemparin sampah palastik yang ada di meja, ke arah (Namakamu). Perawatan darimana coba?

"Iqbaal!" Tegur bunda dan Teh Ody. Sedangkan (Namakamu) cuman meleletkan lidahnya.

***

Kini (Namakamu) duduk di depan televisi rumah Iqbaal. Bareng Iqbaal pastinya. Ruang tengah Iqbaal tuh hampir sama kayak (Namakamu), bedanya Iqbaal punya dua meja di sini, kalo (Namakamu) sih cuman satu.

"Cokelatnya udah lo makan?" Tanya Iqbaal. Ia sedang memegang gitarnya. Nggak bang Bryan nggak Iqbaal, mereka suka banget sama gitar. Heran (Namakamu) tuh!

"Gue puasa ege!" Ucap (Namakamu). Dia menggetok kepala Iqbaal sehingga bunyi seperti tempurung kelapa yang kosong.

"Lah emang iya?"

(Namakamu) tidak menjawab. Ia hanya menye-menye sambil nyari siaran di televisi Iqbaal. Sementara Iqbaal mulai sibuk mengatur senar-senar gitarnya.

Jreng! Jreng!

"Iqbaal berisik!"

(Namakamu) mencubit lengan Iqbaal yang tidak tahu apa-apa, "Lo ga liat itu iklan apa hah?" Tanya (Namakamu) sambil menunjuk televisi.

Iklan Marjan. Hmm. Iqbaal hanya menatap datar iklan yang dimaksud (Namakamu). Bukannya dia tidak suka, namun hubungan lutung kasarung sama purbasari dimana elahh. Tapi menurut (Namakamu) itu iklan bagus karena tentang putri-putri. Iqbaal mah iya aja kalo ke (Namakamu).

"Eh-eh kok episodenya ini mulu ya dari puasa pertama."

"Mana gue tahu."

"Nggak ada yang ngomong sama lo!"

Iqbaal hanya membentuk mulutnya seperti huruf 'O', dia lupa kalau (Namakamu) itu agak gila.

Setelah iklan kesukaannya (Namakamu) berakhir, dia langsung mematikan televisi. Udah gitu, tangannya langsung narik gitar Iqbaal yang lagi dia mainin. Untung Iqbaal sabar.

"Ajarin dong," ucap (Namakamu) semangat. Ia selalu ingin tahu cara bermain gitar, namun karena Bryan orangnya pelit hidup dan mati, jadi dia nggak mau minjamin.

"Males."

"Pelit."

"Biar."

"Yaudah gue mau pulang." (Namakamu) kini merajuk. Dia berdiri sambil cemberut. Iqbaal yang ngeliat jadi gemas.

"Yaudah sini gua ajarin. Dasar cewek, ngancem mulu taunya."

"Tuker yok. Gua jadi cowok, lu jadi cewek."

"Si tolol."

"Bunda, Iqbaal ngomong kasar!" Adu (Namakamu) dengan berteriak. Udahlah dia belum mandi, datang ke rumah orang teriak-teriak pula, emang nggak ada akhlak anak ini.

"IQBAAL!" Teriak bunda dan Teh Ody berbarengan.

Iqbaal membuat gerakan seperti ingin memukul (Namakamu), "Aduan dasar."

"Bunda, Teh Ody, Iqbaal mau mukul cewek!"

"ALE!"

"Alay lo. Gitu aja ngelapor." Balas Iqbaal.

"Bunda, Teh Ody, Iqbaal ngebentak-bentak cewek!"

"IQBAAL DHIAFAKHRI!"

"Iya-iya ini Iqbaal diem nih!"

(Namakamu) ketawa ngelihat muka Iqbaal yang cemberut. Makanya dia seneng main kesini, soalnya selalu aja dibelain sama orang rumah. Hahaha. Dia jadi bisa nindas Iqbaal secara nggak langsung.

Tbc

Double up nih haha

[3] P U A S A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang