Bunda Rike dan Mama Renita menatap bergantian kedua remaja millenial di hadapan mereka. Perasaan sebelum pergi membeli keju mereka berdua masih akur aja, kenapa sekarang udah perang dingin lagi?
"Ehem," Mama (Namakamu) pura-pura berdehem. Entah kenapa dia merasa keadaan sangat menegangkan.
"Bunda mencium bau-bau anak yang lagi marahan nih." Kata bunda.
(Namakamu) dan Iqbaal hanya diam. Bedanya (Namakamu) menatap ke arah kanan, sedangkan Iqbaal menunduk. Merasa tidak digubris, bunda segera menepuk bahu mereka.
"Ada apa?" Tanya Bunda.
(Namakamu) hanya menggeleng, sedangkan Iqbaal kini menatap bunda Rike dan mama Renita, "Nggak tahu tuh si (Namakamu). Marah-marah nggak jelas." Iqbaal melapor layaknya anak kecil. Wajahnya cemberut imut!
Mendengar jawaban Iqbaal, (Namakamu) menoleh sambil melotot. Enak saja cowok itu menyalahkannya, padahal yang memulai permasalahan kan dia. Coba aja dia nggak nyamperin Dianty. Coba aja dia nggak motong ucapan (Namakamu) pas sedang ngehibur dia.
"Malah nyalahin." Ucap (Namakamu). Wajahnya kini ikutan cemberut.
"Iyalah. Kan bukan salah gue."
"Bukan salah gue juga!"
"Hust..hust!" Mama Renita kembali menegur (Namakamu) dan Iqbaal kala suara mereka semakin keras.
"Bunda sama Mama mau nyari bahan lagi deh. Kalian berdua saling minta maaf aja dulu." Ucap Bunda dengan santai. Tangannya kini meraih kembali keranjang yang sempat ia simpan saat ingin menepuk bahu (Namakamu) dan Iqbaal.
"Awas aja kalo kalian masih marahan lagi," ancam mama.
"Mau ikut!" Rengek (Namakamu) yang dibalas gelengan oleh kedua orang tua tersebut. Lalu mereka dengan segera pergi meninggalkan tempat (Namakamu) dan Iqbaal berada agar gadis itu tidak mengikuti mereka. Orang tua yang baik, untung sabar, batin (Namakamu).
***
Sudah 5 menit berlalu namun Iqbaal dan (Namakamu) belum juga berbicara. Mereka hanya berdiri seperti anak hilang sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari orang tuanya. Jujur aja, kaki (Namakamu) udah pegel, dari datang ke sini kan dia belum duduk sama sekali. Kasihan.
Terdengar decakan dari mulut Iqbaal. Entah sudah decakan ke berapa itu karena daritadi cowok itu sibuk berdecak. Mana gayanya cool banget lagi. Iqbaal saat ini bersandar di tembok dengan tangan terlipat di depan dada. Kenapa sih Iqbaal kayak gitu saat (Namakamu) lagi ngambek? Kan gemesnya (Namakamu) jadi harus dia tahan!
"Lo kenapa sih?" Setelah berdecak lagi, Iqbaal akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang ingin dia keluarkan daritadi.
"Kenapa?" (Namakamu) balas bertanya dengan nada ketus.
"Mana gue tahu. Lo tiba-tiba marah nggak jelas, gimana gue mau tahu." Jujur Iqbaal. Ia tidak mengerti kenapa (Namakamu) bisa marah. Seingatnya dia nggak ngelakuin kesalahan apapun daritadi. Atau jangan-jangan (Namakamu) lagi PMS?
"Lo PMS?"
(Namakamu) molotot menatap Iqbaal, nggak sopan banget pertanyaannya, "Enak aja." Ketusnya. Dia kan udah dapat waktu itu, masa iya mau dapat lagi. Dasar Iqbaal!
"Yaudah gue yang salah, lo yang bener," Iqbaal mengangkat kedua tangannya di atas layaknya pencuri yang telah tertangkap polisi, "Sekarang bisa kasih tau gue apa alasan lo marah?" Sambungnya.
(Namakamu) mendengus. Dasar nggak peka. Tadi aja dia ngatain (Namakamu) nggak peka, padahal dia sendiri yang nggak peka!
"Inget sendiri lah."
Iqbaal cemberut. Udah ngalah juga, masih aja nggak mau dikasitau. Terpaksa dia kembali mengingat-ingat ucapannya saat mereka ketemu Dianty tadi karena Iqbaal yakin di situ letak permasalahannya.
"Lo marah karena gue tinggalin? Ck lo nggak pernah nonton sinetron, ya? Dimana-mana tuh kalo mereka marah atau nyiduk seseorang, pasti langsung ditinggalin. Masa lo nggak tahu sih!" Astagfirullah Iqbaal. Dia ketularan film sinetron.
"Atau karena gue ngomong kita bukan di hutan? Eh tapi bukan kayaknya."
Iqbaal kini mengetuk-ngetuk dagunya sendiri, "Seingat gue nggak ada lagi deh."
"Astagfirullah Iqbaal, Subhanallah Walhamdulillah Walailahailallahu Wallahuakbar." (Namakamu) sibuk mengucap nama Allah sambil mengelus dada. Untung aja masih puasa, kalo nggak udah dipastikan Iqbaal bonyok sekarang juga.
"Udahlah lupain aja. Lu bego soalnya." Ketus (Namakamu).
Iqbaal kini memasang wajah berbinar, "Berarti kita nggak marahan lagi dong?"
"Iya."
"Nah gitu dong." Iqbaa tersenyum di balik masker hitamnya lalu menjentikkan jari.
Tiba-tiba Bunda dan Mama nongol entah dari arah mana, "Udah berbaikan?"
(Namakamu) dan Iqbaal kompak mengangguk membuat Bunda dan Mama ikut tersenyum. Tidak tahu saja dua remaja ini kalo mereka berdua sibuk memperhatikan dari jauh. Mana sembunyinya di toko orang lagi. Kan jadi dikira maling. Astagfirullah. Udah gitu setiap orang lewat natap Bunda dan Mama dengan curiga. Untung aja mereka sabar.
"Yaudah ayo pulang. Udah ke beli semua ini."
Semua mengangguk lalu berjalan menuju parkiran. Eh ke kasir dulu deh, nanti mereka malah dikira maling beneran lagi. Setelah selesai dengan urusan kasir, mereka segara pergi ke tempat Iqbaal tadi memarkir mobil.
"Ayo naik."
Semua udah naik. Sekarang (Namakamu) duduk di samping Iqbaal sedangkan Bunda di samping Mama. Iqbaal kemudian menarik persneling dan memundurkan mobil. Namun sepertinya dia tidak cukup hati-hati, buktinya terdengar bunyi seperti menabrak sesuatu.
Saat menoleh, Iqbaal terkejut sambil menelan ludahnya. Sial Iqbaal malah nabrak mobil yang masih plat putih. Setelah yang lain ikut noleh ke belakang, mereka juga terkejut dengan bermacam ekspresi. (Namakamu) melotot nggak percaya, Bunda tersenyum dari tempat duduknya. Sedangkan Mama sibuk mengelus pundak Bunda agar tetap tenang.
Tbc
Iqbaal nabrak mobil baru haha🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] P U A S A (TAMAT)
FanfictionHanya cerita tentang Iqbaal dan (Namakamu) untuk menemani kegabutan kita saat sahur, puasa, dan nungguin buka puasa. ........................................................................................... Follow ig: @vitaans._