Suara nyaring bel sekolah sudah berbunyi, tanda semua kegiatan pembelajaran di sekolah pada hari ini telah usai. Rafa segera membereskan buku dan berjalan meninggalkan kelas. Langkahnya yang lebar-lebar segera membawanya melewati kantin. Disana beberapa anak basket sedang berkumpul sambil mengobrol.
“hey Fa!” seru Vito, salah satu anggota basket yang sedang duduk sambil melambai ke arah Rafa. Rafa segera berderap ke arahnya sambil tersenyum. Seluruh anggota basket segera menyapanya.
“Fa lo tuh cewek, masa lari-lari gitu. Ga liat tuh rok lo udah hampir sobek” timpal salah satu anggota basket putri, Nisa, yang sedang menyeruput es teh manisnya.
“Sorry Sorry, maklum gue udah sebulan ini gak pake seragam. Gak biasa lagi pake rok” jawab Rafa santai.
“sebulan?! Pantesan gue jarang liat lo di sekolah. Kemana aja lo?” tanya Vito penasaran, beberapa anggota pun jadi ikut memperhatikan.
“ada urusan keluarga gitu To. Panjang lah ceritanya. Oiya kalian lagi ngapain disini? Nggak latian?” Rafa malah balik bertanya.
“kita lagi siap-siap mau makan bareng. Minggu lalu tim kita juara 1 kompetisi basket antar SMA. Lo ikut ya” jawab Vito semangat.
“wah congrats ya! Gue ikut seneng, tapi gue ga bisa ikut. Gue ada janji sama Mama” Rafa mencoba menolak secara halus.
“lagian lo kenapa mesti keluar dari tim basket putri sih Fa? Tim putri jadi kalah kemarin” ujar Laila, kakak kelas Rafa.
“gue lagi fokus di panahan Kak, gue juga keluar dari Aikido dan IT demi fokus di panahan. Papa nyuruh gue buat lanjutin di klub temen Papa” jawab Rafa. Wajah Laila terlihat kecewa.
“yaudah gue cabut duluan ya temen-temen! Bye!” Rafa segera berlari sambil melambai pamit. “jangan lari Fa ntar rok lo sobek!” seru Nisa, tapi Rafa tak mendengarnya.
Setibanya di gerbang sekolah, Rafa melihat mobil sedan berwarna hitam sudah menunggu. Rafa menghela napasnya pelan, lalu berjalan gontai mendekati mobil itu dan segera masuk ke dalamnya. Pria yang duduk dibelakang kemudi pun segera tancap gas meninggalkan sekolah.
Rafa mengecek ponselnya, mencoba menghilangkan rasa malasnya. Tapi justru ponselnya membuatnya makin malas, ada telepon dari Tante Lena. Bukan, dari “Bunda” Lena.
Rafa memejamkan matanya, berusaha untuk tidak memedulikan ponselnya yang bergetar. Pak Beno, supir Rafa, melirik ke arah Rafa lewat cermin lalu tersenyum.
“dari Bu Lena ya Fa?” tanya Pak Beno, seolah tahu bagaimana gerak-gerik Rafa ketika Tante Lena menelepon. “iya Pak. Boleh ga diangkat kan? Anggep aja akunya lagi tidur” balas Rafa, ia kemudian menutup matanya lagi. “nggak boleh dong Fa, masa sama Bu Lena begitu. Kan Bu Lena orangnya baik” jawab Pak Beno, tapi Rafa tampak tak memedulikannya. Ia tetap menutup matanya untuk berpura-pura tidur. Pak Beno hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Dering ponsel Rafa pun akhirnya berhenti.
Setibanya di rumah, Rafa segera turun dari mobil. Pak Beno yang membukakan pintu Rafa malah tersenyum ke arahnya lalu berkata, “lain kali matikan aja Fa hpnya, biar gak bohong”. Rafa hanya manyun-manyun tak jelas lalu melenggang masuk ke rumah.
“Assalamualaikum. Ma, Rafa pulang!” teriaknya dari arah pintu. Ia segera melepas sepatunya lalu berjalan menuju dapur. Segera ia mengambil sebotol jus dari kulkas. Mama yang baru turun dari lantai 2 hanya mengernyit melihat anaknya yang sibuk meneguk minuman di dapur.
“loh Fa, kok kesini sih?” tanya Mama menatap Rafa heran.
“Assalamualaikum, Ma” ucap Rafa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Mr. Detective
Genç KurguRafa selalu berdoa agar keluarganya tetap sehat dan bahagia. Tak pernah sedikitpun terselip doa ingin cepat dapat jodoh. Tapi Tuhan mempertemukan Rafa dan Haidar dengan cara yang tidak biasa! Bagaimana kisah seorang gadis tomboy berusia 17 tahun yan...