Finneas

111 33 12
                                    

Moving on doesn't mean you forget about things, it just means you have to accept what happened and continue living.

○○○○

Hari ini aku berhasil menghindari orang-orang terdekatku. Itu bukan karena masalah, hanya saja aku butuh waktu untuk sendiri.

Berhenti memikirkan banyak hal untuk sementara waktu, semua orang perlu itu untuk tetap waras.

Aku melipat baju-baju yang telah aku setrika, walau sekadar menghilangkan kusut pada kainnya. Setelahnya aku memasukkan tumpukan itu ke dalam lemari.

Kulihat jam dinding yang ternyata jarum-jarumnya sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Pikirku tak terlalu malam untuk membeli beberapa minuman kaleng di minimarket terdekat.

Setelah hoodie pink pastel itu terpakai sempurna, aku hendak keluar tetapi sudut mataku menangkap sebuah topi hitam yang terletak di meja.

Ah, aku tidak pernah meyentuhnya.

Tanganku meraih benda itu lantas memakaikannya juga ke kepalaku. Kemudian aku keluar dari kamar dan rumahku.

Aku hendak menutup kembali pagar setelah kulewati, namun hadirnya seseorang mengurungkanku.

Hingga aku memutuskan mengabaikannya sebab untuk melihatnya pun aku malas.

"Ya," tangannya menggapai lenganku. Hendak kutarik kembali namun ia tak berniat melepas.

"Mwo? Apa lagi yang ingin kau bicarakan denganku?" Suaraku sungguh datar tanpa kusengaja.

Mungkin terdengar mengintimidasi baginya, ia hanya diam tanpa kata. Itu membuatku jengah karena aku tak ingin berlama-lama di luar.

"Kau sudah makan?" ucapnya pada akhirnya. Terasa tangannya yang merenggang lalu melepas lenganku.

Bahkan, kurasa ia tak berhak mempertanyakan itu lagi padaku, dan sesungguhnya itu bukan hal penting. Tapi sayangnya suara itu terdengar tulus.

"Sudah." Cukup untuk menjawab pertanyaannya kurasa.

Pandangannya berubah ke bawah, aku jadi menyadari ia memakai topi yang sama-sama hitam denganku. Padahal biasanya ia tak memakai topi.

Jiwoo mengangkat kepalanya kembali, "Eunkyung-ah, mianhae." Kata itu membuat telingaku jengah, lagi, sesering itu dia mengucapkan maaf ketika membahas hal serius.

"Berapa maaf yang kau butuhkan agar puas?" Sindirku, seharusnya ia menyadari bahwa semakin sering seseorang meminta maaf, semakin kosong maknanya.

"Tidak, yang ini sungguhan. Maksudku, yang dulu juga sungguhan. Hanya saja yang ini lebih.." Terlihat jelas bahwa ia gugup, membuatku bingung apa yang sebenarnya hendak ia katakan.

Kudengar helaan nafas beratnya, "Kita tak harus terus begini, kan? Aku ingin kembali seperti biasa," ucapnya.

Otakku hanya mencerna keegoisannya, namun dalam hati aku merasa menjadi orang yang jahat. Di saat yang sama aku juga marah.

"Tidak bisakah membiarkan segalanya mengalir, banyak hal terjadi diluar rencana, Jiwoo."

Iris mataku menangkap seseorang yang berdiri tak jauh dariku dan Jiwoo. Itu Jungkook, ia terlihat mematung. Tanpa pikir panjang aku segera menghampirinya.

Through The Night | JJK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang