His Story

80 25 1
                                    

How can i like someone like you?

○○○○

Terjebak dalam situasi runyam itu tidak menyenangkan. Tentu saja, memang siapa yang suka?

Jungkook mendapatiku bersama dengan Jiwoo, lalu mengajakku untuk pulang bersamanya. Dengan begitu mudahnya.

"Tidak bisa, aku datang bersama Jiwoo, jadi harus pulang bersamanya."

Penolakan itu cukup membuat Jungkook terdiam, sebab pertemuan yang tidak sengaja ini harusnya disambut dengan riang. Walaupun kami berdua tahu bahwa masing-masing dari kami akan menuntut penjelasan.

Oke, aku bisa saja setuju dan ikut dengan Jungkook, tapi aku tak tega jika membiarkan Jiwoo pulang sendiri. Dia datang bersamaku.

Sebelum akhirnya ia membisikkan sesuatu, "Pergilah, aku ingin melihat kondisi Soyoung." Dan itu membuatku tertegun.

Aku tak punya alasan lagi untuk menghindari Jungkook. Setelah kupikir, aku memang tak seharusnya menghindari ini.

"Geurae, aku ikut denganmu."

Sekali lagi aku menatap Jiwoo untuk memastikan bahwa ia benar-benar setuju dengan keputusan ini. Tidak tampak sorot keraguan pada ekspresinya. Jadi aku yakin dia memang ingin memastikan keadaan Soyoung.

"Aku pergi dulu," ucapku pada Jiwoo sebelum menutup pintu mobil.

Mobil itu melaju membawa kami berdua kembali ke Seoul. Di jalan kami hanya mengheningkan cipta, tak ada satupun yang bertanya atau menjelaskan terlebih dahulu.

"Bagaimana pekerjaanmu, apa berjalan lancar?"

Kulihat dari sudut mataku ia mengangguk, lalu dengan pelan mengiyakan pertanyaanku. Sejak tadi ia tak terlihat ingin mengatakan sesuatu, seperti ingin fokus mengemudi atau ia masih memutar banyak hal di otaknya.

Kuhembuskan napas pelan, "Kenapa tidak bertanya?" Tanyaku yang merujuk pada hal tadi. Aku menatap wajahnya, ia terlihat lelah dengan kantung mata yang menggelap dibanding terakhir kali kami bertemu. Tidurnya memang selalu lewat tengah malam.

"Aku tidak ingin mengekangmu hanya karena itu."

Barusan adalah kalimat terpanjangnya hari ini. Aku akui dia diam sejak beberapa hari lalu, terlihat dari bagaimana ia berbicara denganku di telepon. Terdengar seperti ingin segera mengakhirinya.

"Setidaknya, jika kau peduli, bertanyalah barang satu pertanyaan. Kurasa itu lebih baik bagiku juga bagimu."

Sebelah tangannya lepas dari kemudi, ia menengadahkan telapaknya di depanku. Aku memahami itu jadi kutautkan jariku ke sela-sela jarinya.

Tanpa kuduga ia menarik tanganku dan mencium punggungnya. Seketika tubuhku meremang karena perlakuan yang baru saja kualami.

"Bentuk peduliku tak harus dengan bertanya ini itu."

Dahiku mengerut karena tak setuju, sebab bagiku bertanya itu perlu. "Lalu bagaimana bentuk pedulimu? Bertemu dengan seseorang ketika kau tidak bisa menemuiku barang semenit?"

Kelepasan. Aku membuang muka ke arah lain, kelegaanku disambut rasa sesal karena tak tenang menghadapinya. Seharusnya aku tak begini. Semakin menuang bensin di tengah gemercik api.

Through The Night | JJK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang