CHAPTER 2

24.6K 1K 24
                                    

Pardon me if there are any typos on them!

Pardon me if there are any typos on them!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

"Gue mau pulang." Tiba-tiba Thea bangkit dari tempat duduknya dengan wajah cantik yang sudah tersenyum segaris.

"Lo mau pulang?" Nara dan Ben langsung kelabakan. Mereka segera berdiri, meringasi barang-barang, dan mengikuti Thea dari belakang.

"Gue mau pulang sendiri," jawab Thea lagi tak acuh. "Lo gak lihat mobil baru gue?" tanyanya sambil menunjuk mobil sport bewarna biru laut di depan mereka. Lalu dia menatapnya dengan kedua mata yang berbinar dan berjalan dengan langkah seksi ke sana. "Gue mau kencan dulu bersama mobil gue."

Ben dan Nara langsung membelalakkan kedua mata mereka. "Thea, kita harus pulang menggunakan mobil agensi. Lo belum bisa menyetir dengan baik. Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada lo?"

Thea menutar tubuhnya lalu dia bersedekap sambil menatap asisten dan manajernya tajam. Dia memajukan tubuhnya, lalu tersenyum mengejek. "Gue gak peduli," ucapnya dengan santai. Thea memutar tubuhnya lagi, melepaskan semua perhiasannya, dan dia segera melemparkannya ke belakang. "Nih! Ambil!" serunya yang langsung membuat Ben dan Nara kesusahan untuk menerima semua perhiasan mahal yang dilempar seenaknya.

"Thea, lo yakin lo bisa pulangㅡ" Ucapannya terhenti kala saat itu Thea bersiul dengan keras.

"Tenang saja, Ben, Nara. Gue akan menghubungi lo nanti saat gue sudah sampai apartment. Oke!?"

Kedua manusia itu menghela napasnya pasrah. Mengerti kalau tidak akan bisa membuat gadis itu menuruti keinginan mereka. Ben menoleh, menatap Nara yang sedang menatap Thea dengan khawatir. "Gue harap dia tidak akan membuat masalah lagi. Dia seperti malaikat di depan kamera, tapi dia akan menjelma menjadi malaikat pencabut nyawa jika sudah berhadapan dengannya."

...

"Pa, Ma, aku mau hidup mandiri," ucap seorang pria berusia dua puluh delapan dengan tegas. Lantas kedua orangtuanya yang sedang menyeruput teh itu langsung mengkerutkan dahi dan memicingkan kedua mata kepada anaknya.

"Maksud kamu? Kamu bisa menjadi penerus perusahaan Papa," ucap DanielㅡPapa pria itu dengan tidak kalah tegas. Rautnya sangat tidak terbantah, dan faktanya dia memang tidak mau dibantah.

"Ada Nevan yang bisa melakukannya, Pa." Sang anak tetap tidak mau menurut. Keduanya sama-sama keras.

Akhirnya, AlanzaㅡMama pria itu segera menengahi mereka dan menyentuh lengan Daniel sambil menatapnya lembut. "Noel, kenapa kamu ingin hidup mandiri?"

Noel melirik Mamanya lalu dia berdeham. "Aku hanya ingin merasakan mencari uang sendiri tanpa bayang-bayang Papa. Aku ingin dikenal dengan nama aku sendiri, Pa. Bukan sebagai, Noel Anthonie anak dari Daniel Houlington." Dia menjelaskan. Lalu dia menatap kedua orangtuanya lagi satu persatu. "Aku yakin aku bisa hidup sendiri."

In Your ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang