10

18.7K 1.1K 99
                                    

Tama mengambil ponselnya yang ada di nakas tanpa melepaskan pelukannya pada Aileen.

"Ya, ada apa, Cel?"

Ckk, udah pasti dia yang berani menelepon di jam-jam tak menyenangkan. Kalau tidak Celia, pasti anaknya, Naura.

"Apa kamu tidak bisa mengatasinya sendiri, aku sedang di Tokyo."

Aileen merasakan tubuh Tama tiba-tiba tegang. Pasti sesuatu telah terjadi, fikir Aileen.

"Oke...oke...aku besok pulang. Kau tenangkanlah dirimu. Jangan panik."

Kemudian Tama menutup ponselnya, kemudian memandang Aileen dengan perasaan bersalah. "Ai, besok kita memang harus pulang."

Aileen membuang muka. Malas mendengar kelanjutan ucapan suaminya.

"Ai, Mas mohon pengertianmu."

Hmm..ada apa lagi ini? Memangnya selama ini kurang pengertian apa lagi dia? Tapi dari nada suara suaminya, pasti dia akan mengatakan sesuatu yang tidak enak di dengar Aileen.

"Ai, sepulang kita nanti, Mas akan menginap di rumah Celia beberapa hari." Ucap Tama hati-hati. "Jangan marah dulu, Ai. Dengarkan penjelasan, Mas." Lanjut Tama buru-buru saat melihat ekspresi Aileen yang akan marah. "Naura mencoba melakukan bunuh diri. Dia sekarang di rumah sakit karena kehilangan banyak darah. Menurut Celia, Naura sakit hati karena aku kemarin memarahinya dan kembali ke sini. Mas mohon pengertianmu, Ai. Naura saat ini berada di usia yang sangat labil. Dia membutuhkan perhatian dari kedua orangtuanya. Pliss.."

Aileen mendengus. "Setahuku, kalian sudah bercerai lebih dari tiga tahun lalu. Tapi kenapa tingkah anak kamu seolah kalian baru saja berpisah? Apa kamu tahu dia sering menganggap aku orang yang sudah memisahkan kalian." Aileen bangkit dari tempat tidur dan mengambil baju tidurnya yang tergeletak di lantai kemudian memakainya.

"Aileen, pliss, bersabarlah. Mas mohon kau mengerti."

Aileen melepaskan diri dari rangkulan Tama dan duduk tegak menatap suaminya dengan pandangan benci. "Bersabar? Masalahnya, sampai kapan aku harus sabar, Mas."

Tama pun turun dari tempat tidur dengan tubuh telanjang mendekati Aileen, dan dia memperhatikan bagaimana Aileen memandangi tubuhnya dengan tatapan lapar. Aileen tidak kebal terhadapnya, dan disitu dia selalu memanfaatkan Aileen agar tetap di sisinya apapun yang terjadi. Aileen yang marah dan merajuk akan luluh jika disentuhnya.

Tama merangkum wajah Aileen dan mengecup bibirnya dengan mesra. Tama mengangkat wajahnya dan memandangi wajah cantik istrinya yang bak boneka. "Bersabarlah. Aku sedang mengatasi sifat anakku itu. Tapi butuh waktu." Ujarnya lembut.

Akhirnya Aileen mengangguk lemah dan Tama tersenyum penuh kemenangan. Aileennya yang lembut dan cantik akhirnya akan menurut. Maka dia akan menghadiahi istrinya dengan percintaan yang luar biasa malam ini.

***

Seminggu kemudian.

"Gila kamu, pagi-pagi buta udah datang." Ucap Rosi dengan muka bantalnya dan matanya terbelalak melihat temannya yang membawa koper besar.

"Aku mau tinggal di sini, bolehkan?" Rayu Aileen sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Masuk." Rosi membuka pintunya lebar-lebar agar sahabatnya bisa masuk beserta anak dan koper besarnya.

Aileen berjalan masuk diikuti oleh Rosi dan langsung menuju kamar yang biasa ditempatinya. Diletakkannya pelan-pelan Vano yang sedang tidur.

Aileen duduk di tepi tempat tidur dan tiba-tiba saja menangis. Kedua telapak tangannya menutupi wajahnya.

PERNIKAHAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang