19

15.3K 1.6K 245
                                    

Aileen memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. Hanya pakaian yang simpel dan penting saja. Sedangkan pakaian-pakiannya yang glamour semua ditinggalkan. Pikirnya, untuk apa dia membawa pakaian-pakaian seperti itu, toh dia gak berniat datang lagi ke acara-acara kelas atas. Dia akan kembali ke kehidupannya yang lama dan sederhana.

Selanjutnya Aileen memasukkan pakaian Vano ke koper lain. Dia sudah memutuskan akan pergi meninggalkan Tama. Selamanya. Dia tidak akan mempertahankan suami yang menganggapnya buruk dan tak bisa menghargai perasaannya. Untuk apa? Rumah tangga ini bagai neraka baginya. Sudah tak tertahankan lagi.

Aileen menggendong Vano yang masih tertidur dan menyuruh pelayan membawa kedua kopernya. Dia berjalan menuju ruang keluarga, karena biasanya Tama akan ada di sana membaca koran pagi setelah sarapan di hari minggu. Bagaimanapun dia harus permisi kepada suaminya, dia tidak mau jadi pengecut yang selalu pergi diam-diam.

Aileen melihat Tama yang sedang duduk santai di sofa sedang membaca koran. Aileen berjalan mendekati Tama. Tama tampak tidak mengetahui kedatangannya, karena Tama tetap membaca koran.

"Mas..."

Tama menurunkan korannya dan memandang Aileen dengan wajah dingin.

"Mas, aku akan pergi."

Tama mengerutkan keningnya, dia belum paham apa maksud perkataan Aileen. "Kemana?" Ujarnya datar. Pikirnya, Aileen mau pergi jalan-jalan ke Mal.

"Mas gak perlu tahu. Aku pergi dan gak bermaksud kembali."

Kening Tama semakin berkerut, bingung dengan perkataan istrinya. "Maksud kamu apa, Ai. Kenapa sih kamu cari gara-gara terus. Kamu kekanakkan, Ai. Sedikit-sedikit pergi setiap ada permasalahan."

"Kali ini aku memang akan pergi dan gak akan kembali ke rumah ini lagi. Mas boleh tenang sekarang, karena gak akan ada lagi aku yang selalu membuat Mas kesal."

Tama meletakkan koran yang dibacanya ke kursi, dan dengan perlahan berdiri dan menatap tajam wajah Aileen yang pucat. "Apa-apan lagi ini. Tidak cukup pertengkaran kita semalam? Mas sengaja mendiamkan kamu supaya kamu lebih tenang. Tapi kamu malah mengatakan yang enggak-enggak."

"Udahlah, Mas. Gak usah berbelit-belit. Intinya aku akan pergi dan kita berpisah. Aku akan mengurus surat perceraian kita."

Wajah Tama seketika pucat. "Dan kau akan membawa Vano?" Tanya Tama saat melihat pelayannya mendekat membawa dua koper. Ternyata istrinya sudah benar-benar berniat untuk pergi meninggalkannya.

"Tentu saja. Vano masih kecil dan dia membutuhkanku."

"Dan Vano tidak membutuhkan ayahnya. Begitu kan maksudmu?"

"Kau yang mengatakannya, Mas. Bukan aku."

"Kau tidak akan meninggalkanku, Aileen. Vano membutuhkan kita berdua. Dan aku tidak mau pernikahanku gagal untuk kedua kalinya. Rekan-rekan bisnisku akan menilai jelek diriku. Mau ditarok dimana mukaku kalau mereka tahu aku gagal untuk kedua kalinya dalam pernikahan?"

Oh, jadi yang dipedulikan Tama hanya reputasi dirinya jika bercerai bukan karena dia mencintainya dan Vano. Ternyata Mas Tama mempertahankan mereka hanya untuk menjaga citranya di hadapan rekan bisnisnya. Baiklah, dia tidak akan mengikuti maunya Tama. Dia harus mencari kebahagiaannya sendiri, biarlah dia dianggap egois. Dia sama sekali tidak peduli.

"Itu urusan, Mas. Bukan urusanku. Mungkin takdir kebersamaan kita memang hanya sampai di sini. Ini yang terbaik bagi kita, dan Mas bisa mencurahkan seluruh perhatian Mas kepada anak dan mantan istri Mas tanpa harus ribut denganku lagi."

"Oh, maksudmu semua permasalahan rumah tangga kita karena mereka? Selalu saja kau menyalahkan mereka, Ai." Teriak Tama dengan emosi. "Baiklah kalau itu maumu, tapi Vano tidak akan kau bawa." Setelah mengucapkan itu, Tama mengambil Vano dari Aileen.

Aileen tentu saja terkejut, kemudian berusaha merebut Vano dari dekapan Tama.

"Mas, berikan Vano kepadaku. Dia membutuhkanku, Mas."

"Vano juga membutuhkanku."

Vano terbangun karena mendengar teriakkan kedua orangtuanya. Dia ketakutan mendengar suara-suara keras yang keluar dari mulut kedua orangtuanya hingga dia menangis.

"Mamaaaa....huaaaa...."

"Kau lihat, Mas. Vano lebih membutuhkanku. Dia ketakutan, Mas. Tolong berikan Vano kepadaku." Bujuk Aileen dengan suara pelan karena khawatir anaknya akan lebih ketakutan jika dia bersuara keras.

"Kalau gitu jangan pergi. Tetaplah di sini. Pilihanmu hanya itu. Tetap di sini dan membesarkan Vano, atau pergi tanpa Vano." Ancam Tama.

Hati Aileen berkecamuk. Bingung dengan pilihan yang dibuat Tama. Dari lubuk hatinya dia ingin terus bersama anaknya, tapi akal sehatnya menyuruhnya pergi meninggalkan Tama walau tanpa Vano. Karena kalau dia tetap bertahan di sisi Tama, dia merasa kehidupannya akan tetap sama seperti yang sudah dialaminya selama ini selama anak dan mantan istrinya terus mengusik kehidupannya. Tapi nanti dia bisa mengurus hak asuh anaknya saat di pengadilan.

"Aku akan mengurus hak asuh anak kita saat sidang cerai nanti, Mas." Putus Aileen dengan berat hati, kemudian membalikkan badannya dan mengambil koper yang berisi pakaiannya kemudian berjalan cepat meninggalkan rumah yang telah ditinggalinya selama lebih dari tiga tahun, saksi suka dukanya hidup bersama Tama. Aileen berjalan keluar tanpa sekalipun menoleh ke belakang, karena dia tidak mau Tama melihat kerapuhannya selain dia juga tidak sanggup mendengar jerit tangisan anaknya yang memanggil-manggil dirinya. Aileen mengeraskan hatinya.

Sementara itu, Tama menatap nanar kepergian istrinya. Wajahnya pucat. Dan matanya menyiratkan kesedihan. Tama mendekap erat putranya yang meraung-raung memanggil mamanya.

Dia tidak menyangka Aileen akan berani mengambil keputusan sedrastis ini. Karena selama ini Aileen akan mengalah pada akhirnya dari setiap pertengkaran mereka. Entah apa yang ada dipikiran istrinya hingga berani meninggalkannya. Bahkan tega meninggalkan Vano yang masih kecil dan butuh kasih sayang dari mama dan papanya.

20062020

Kenapa saya bikin ceritanya Aileen tega ninggalin anaknya dan pergi? Ini saya ambil dari kisah teman saya yang terpaksa ninggalin anaknya yg masih berusia 3 th karena suaminya gak ngasih temen saya itu untuk membawa anaknya.
Saya sampe gereget lihat teman saya itu, saya bilang kenapa pergi pake permisi sih, kok gak pergi diam-diam aja, langsung bawa anak sekalian, udah tau suami kezam. Hadehhh....

Si Aileen goblok sih, pergi pake permisi segala, ya gitulah akibatnya.

PERNIKAHAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang