13

12.8K 1.1K 56
                                    

Aileen bangun kesiangan. Ini akibat dia tidak bisa tidur kemarin karena fikirannya yang sedang ruwet. Dia melihat Tama yang tidur di sofa malah mendengkur, gimana gak tambah sebal dirinya. Benar-benar Tama tidak menganggap penting perasaannya. Suaminya terlihat tidur sangat nyanyak tanda tak punya beban, sedangkan dia mengomel dalam hati sepanjang malam sampai lelah.

Aileen keluar dari kamar pukul delapan setelah selesai mandi. Aileen memakai kaos oblong dan celana pendek. Itu memang pakaiannya sehari-hari jika di rumah. Kalau gak kaos oblong, ya pakai tank top.

Dia langsung menuju ke ruang makan karena mendengar suara tawa Vano.

Dan dia heran saat melihat Vano yang tertawa gembira ternyata sedang bermain dengan papanya. Tumben, fikirnya.

"Ma, papa tadi cerita lucu deh." Ucap Vano yang melihat mamanya masuk ke ruang makan.

"Oh, ya? Emang Papa cerita apa?" Aileen duduk di kursi yang berseberangan dengan Vano dan Tama, kemudian meminum jus jeruk yang sudah tersedia di gelas.

"Cerita kancil dan buaya, Ma. Lucu deh, si kancil pinter banget, Ma." Ucap Vano dengan semangat.

Aileen langsung memandang tajam ke arah suaminya, Tama yang tidak merasa ada yang salah kalau dia mendongeng untuk anaknya, mengernyitkan dahinya, balas menatap Aileen.

"Dengar ya, Sayang. Cerita itu gak lucu dan si kancil gak pintar tapi licik, juga pembohong. Vano gak boleh niru kelakuan si kancil ya, Nak. Karena berbohong itu apa coba?"

"Dosa ya, Ma."

"Ho oh, bener. Lain kali suruh Papa cerita yang lain aja ya? Yang mendidik gitu loh, Pa." Ucapan terakhir ditujukan Aileen ke suaminya untuk menyindir.

Tama menggaruk kepalanya, jadi salah tingkah. Padahal tadi dia bermaksud baik hanya untuk melihat anaknya senang mendengar ceritanya.

Bunda masuk ke ruang makan membawa nasi goreng.

"Aihhh...anak Bunda baru bangun ya. Masak suami kamu lebih duluan bangunnya, Ai. Malu, Bunda."

"Gak papa, Bun. Ai mungkin capek seharian kemarin bawa Vano jalan-jalan."

"Gak usah dibela, Tama. Nanti makin ngelunjak istri kamu."

"Ih, Bunda, anak sendiri dipojokin."

"Ya sudah, kita sarapan dulu. Vano mau ya makan nasi goreng Oma. Gak pedas kok."

"Mau, Oma."

Mereka pun mulai makan. Vano makan disuapi Tama, sekalian juga makan untuknya sendiri.

"Bunda, besok kami kembali ke Jakarta. Ada banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, Bun."

Kami? Memangnya kapan aku setuju pulang sama dia?

Aileen menatap tajam wajah suaminya, tapi Tama sama sekali tidak mau melihat ke arahnya.

"Iya, gak papa. Namanya juga kamu punya perusahaan besar, pasti kerjaan dan tanggung jawab kamu juga besar. Bunda maklum kok."

"Hari ini Saya mau bawa Aileen dan Vano jalan-jalan ke Pantai Malin Kundang, Bun. Bunda sama Yuni ikut juga ya? Biar ramai."

"Loh, Bunda belum ada persiapan untuk piknik loh. Belum masak."

"Nanti di Padang kita beli di rumah makan saja, Bun. Gak usah repot-repot."

"Wah, asik juga nih. Sekali-sekali piknik ya. Vano mau piknik?"

"Piknik, makanan apa itu, Oma?" Tanta Vano polos membuat yang lain tertawa, kecuali Aileen yang wajahnya makin masam.

"Itu bukan makanan, Sayang. Piknik itu artinya jalan-jalan." Jawab Bunda.

Vano bertepuk tangan kesenangan. "Asiiikkk...jalan-jalan lagi."

"Yaudah, kita siap-siap aja. Biar bisa langsung pergi. Sebentar lagi mobil yang Saya rental akan datang." Ujar Tama. "Vano mandi sama papa ya?"

"Mau, Papa." Jawab Vano bersorak gembira. Mungkin karena dia sangat jarang mendapat perhatian papanya selama ini. Jadi begitu Tama menunjukkan perhatiannya, Vano langsung tidak ingat kalau dulu dia diabaikan. Namanya juga anak kecil.

Tama langsung menggendong Vano dan membawanya ke kamar.

Aileen melihat semua itu dengan rasa tak percaya. Dia sama sekali tidak dimintai pendapat. Dia sampai merasa tidak dianggap sama sekali. Betul-betul suaminya itu hebat dalam mengabaikannya.

***

Dengan terpaksa Aileen mengikuti saja keputusan Tama untuk pergi jalan-jalan, karena dilihatnya Vano, Bunda dan Yuni sangat menyambut gembira acara piknik ini. Aileen tidak mau menjadi orang yang melenyapkan kebahagiaan mereka.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan selama 2 jam, mereka tiba di Padang. Mereka mampir ke rumah makan yang cukup terkenal namanya untuk membeli lauk-pauk. Tadi Bunda dan Yuni sudah mempersiapkan piring, gelas plastik dan sendok untuk dibawa. Setelah membeli lauk pauk mereka melanjutkan perjalanan menuju Pantai Malin Kundang.

"Vano, yuk Papa pangku. Kasihan Mama capek pangku Vano." Bujuk Tama yang duduk di sebelah Aileen. Aileen dan Tama duduk di kursi tengah, Bunda di depan, sedangkan Yuni di belakang.

Vano menatap wajah Mamanya. Ada ragu untuk memenuhi permintaan papanya. "Mama capek?"

Aileen tersenyum memandang wajah putranya. "Enggak kok."

Vano kembali menatap wajah papanya.

Melihat kebimbangan di wajah anaknya, Tama langsung bertindak tegas. "Ayo sini, Vano. Sama Papa aja. Kasihan tuh Mama."

"Ma, Vano mau sama Papa."

Belum lagi Aileen menjawab, Tama sudah mengambil Vano dari pangkuan Aileen. Kontan Aileen menatap horor suaminya. Tapi tidak berani mengatakan apa-apa karena lagi ada yang lain di mobil itu.

Tama tersenyum smirk membalas tatapan horor istrinya. Aileen langsung membuang muka.

Akhirnya mereka sampai di pantai yang mereka tuju setelah perjalanan naik turun yang cukup mendebarkan. Kadang naiknya tajam, kadang turunnya juga tajam.

Di pantai, Tama mengajak Vano mengendarai motor yang disewakan di pantai itu dan berkeliling-keliling di pantai. Vano terlihat sangat gembira. Melihat kegembiraan putranya, Aileen pun sampai tersentuh hatinya. Karena momen seperti ini sangat jarang dirasakan putranya.

Setelah puas bermain mereka berfoto di patung Malin Kundang dan makan. Setelah makan mereka banyak mengambil foto dan video. Tama selalu menariknya mendekat untuk berfoto dan bersikap mesra seolah-olah tidak pernah terjadi apapun dengan mereka semalam. Aileen pun terpaksa mengikuti drama yang dibuat Tama.

Ah, seandainya bisa selalu begini tanpa gangguan pihak ketiga, pasti aku akan sangat bahagia, batin Aileen.

Setelah puas bersantai di pantai, mereka pun bersiap pulang. Mereka tiba kembali di Bukit Tinggi saat matahari telah tenggelam.

"Vano senang gak tadi jalan-jalan sama Papa." Tanya Tama ke Vano yang sedang digendongnya saat berjalan masuk ke dalam rumah Bunda.

"Senang, Papa."

"Kalau senang, cium Papa dong."

Cup

Vano mencium pipi Tama.

"Ughhh....anak Papa pinter dan ganteng ya. Nanti mau bobok sama Papa nggak."

Vano menatap Tama ragu, soalnya dia selama ini tidak pernah tidur sama papanya.

Melihat keraguan di wajah anaknya, Tama merasa sedih. "Mau ya?" Bujuk Tama. Dia bertekad untuk lebih dekat dengan anaknya.

Akhirnya Vano mengangguk. Tama pun senang. Dia harus bisa merebut hati Vano, agar istrinya tidak lagi mengatakan kalau dia tidak adil dan yang penting, Aileen tidak minta berpisah lagi.

Aileen yang melihat interaksi kedua laki-laki tampan miliknya itu jadi merasa hangat. Jelas dia tahu kalau Tama sedang berusaha mendekatkan diri dengan anaknya.

Apa dia harus memberikan kesempatan lagi untuk suaminya itu?

09062020

PERNIKAHAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang