15

11.6K 1.1K 45
                                    

"Pa, Naura pingin sarapan nasi goreng. Naura lagi gak pingin makan roti."

"Oke, Sayang. Biar Papa bilangi ke Bibik ya nanti. Tapi sekarang kamu harus sarapan yang ada aja, karena kamu akan terlambat ke sekolah kalau nunggu Bibik bikin nasi goreng."

"Gak mau, Pa. Naura pingin nasi goreng, dan yang masak Tante Ai aja."

Aileen yang sedang menyuapi Vano makan terkejut, diapun menoleh dan memandang ke arah Tama dan Naura yang duduk bersebelahan.

"Ai, tolong buatkan nasi goreng untuk Naura ya?" Pinta Tama.

"Tapi aku juga mau ke kantor, Mas. Dan sekarang aku lagi ngasih makan Vano."

"Biar Vano sama Mas aja. Mas yang nyuapi."

"Tapi aku akan terlambat ke kantor, Mas."

"Nanti biar Mas yang permisikan sama Dwi."

Aileen kesal melihat Tama begitu gigih untuk mewujudkan permintaan putrinya. Tapi mau gimana lagi, gak mungkin dia menolak karena dia sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak permintaan Tama.

Ditatapnya wajah Naura yang tersenyum penuh kemenangan ke arahnya. Dia tahu putri sambungnya itu cuma mau mengerjainya saja. Aileen hanya bisa menghembuskan nafas dan berdiri serta berjalan menuju dapur.

Lima belas menit kemudian Aileen membawa nasi goreng ke ruang makan dan meletakkan piring berisi nasi goreng itu ke hadapan Naura yang sedang memperhatikan Tama yang sedang menyuapi Vano. Ekspresi Naura terlihat aneh. Dia memandang sendu ke arah Vano dan Tama.

"Makanlah, Naura. Nanti kamu terlambat ke sekolah."

Tanpa mengucapkan terima kasih Naura memakan sarapannya.

"Gimana, enak gak masakan Mama Aileen." Tanya Tama yang sudah selesai menyuapi putranya.

Naura mendengus tidak menjawab pertanyaan papanya, tapi dia tetap memakan sarapannya hingga habis.

Tama tersenyum melihat putrinya. Dia senang Naura ada di rumahnya, jadi dia bisa selalu mengawasinya dan tidak perlu harus ke rumah mantan istrinya untuk menjenguk putrinya. Apapun yang terjadi dengan pernikahan pertamanya dulu, Naura tidak boleh tersakiti karena kesalahan orangtuanya. Naura tetaplah darah dagingnya yang masih menjadi tanggung jawabnya.

"Ai, Naura, ayo kita berangkat." Ucap Tama setelah melihat Naura selesai makan.

Aileen memanggil baby sitter yang menjaga Vano, kemudian berjalan menyusul suaminya yang sudah keluar duluan bersama Naura.

Tama selalu memakai supir kalau pergi ke kantor. Tapi kali ini tidak, karena supir mereka tadi malam minta izin tidak dapat bekerja dikarenakan sakit.

Biasanya kalau suaminya yang menyetir, maka Aileen duduk di depan. Tapi saat Aileen sampai di mobil, ternyata Naura sudah duduk di sana. Aileen sangat kesal. Tapi dia memilih diam dan duduk di belakang.

Tama menjalankan mobilnya dan terlebih dahulu mengantar Naura ke sekolahnya. Naura turun dari mobil, mencium tangan papanya, tapi saat akan keluar dari mobil tanpa menyalam Aileen, Tama menegurnya.

"Naura, salam Mama Aileen. Papa gak suka kamu bersikap tidak sopan begitu."

Dengan wajah cemberut Naura menyium sekilas tangan Aileen kemudian keluar dari mobil.

"Ai, kamu pindah ke depan dong. Masak aku kayak supir kamu."

"Udahlah, Mas. Jalankan aja mobilnya. Ai malas pindah-pindah. Gak ada yang liat juga, kan kacanya gelap."

"Ya tapi Mas kan mau dekat sama kamu."

"Udah deh, gak usah gombal receh. Cepetan jalan, udah terlambat juga."

"Kamu kenapa sih, kok cemberut gitu? Emang Mas ada salah?"

Kamu itu ngeselin, Mas. Ucap Aileen dalam hati. "Enggak. Mas sih enggak pernah salah. Udah ah, ayo berangkat, Mas kan ada rapat pagi ini."

Tama menghembuskan nafasnya, kemudian melajukan mobilnya ke jalanan yang padat.

Tama menghentikan mobilnya di depan lobby kantornya, dan seorang petugas keamanan mengambil alih mobilnya untuk diparkirkan ke tempat parkir khusus.

Tama menggenggam tangan Aileen memasuki kantor. Sikapnya itu selalu membuat iri para karyawati di kantornya. Aileen tahu kalau mereka selalu diperhatikan oleh para karyawati. Kadang dia mendengar bisik-bisik mereka secara tak sengaja. Mereka sering mengatakan kalau Aileen sangat beruntung dinikahi Tama, seorang pria kaya dan tampan juga romantis. Mereka gak tahu saja kalau hidupnya seperti separuh di neraka sejak menikahi bos mereka.

Tama dan Aileen memasuki lift khusus. Dan begitu pintu tertutup, Tama langsung mencium bibir Aileen. Tentu saja Aileen terkejut, dia berusaha mendorong tubuh Tama. Tapi tentu saja itu sulit, karena Tama mendekapnya sangat erat. Dia lagi kesal dengan suaminya dan tak ingin disentuh, maka upaya yang dilakukannya adalah menggigit bibir suaminya hingga suaminya menjauh.

Tama melotot memandang Aileen. Kemudian mengusap bibirnya yang terasa pedih karena gigitan istrinya. Entah kenapa dari semalam Aileen tidak mau didekatinya. Bahkan tidurpun dia dikasih punggung.

"Kamu kenapa? Mas perhatikan dari semalam kamu diami Mas."

"Gak papa, Mas. Lagi gak mood aja."

Syukurnya sebelum Tama bertanya lebih lanjut, pintu lift terbuka dan Aileen segera keluar yang kemudian diikuti Tama dari belakang.

Tama menggelengkan kepalanya melihat istrinya yang berjalan di depannya. Hhhh...entah apalagi salahnya yang membuat istrinya merajuk.

Tama tidak mau ambil pusing karena dia harus segera ke ruang rapat pagi ini. Maka tanpa bertanya lebih lanjut, Tama memasuki ruangannya yang berseberangan dengan ruangan Aileen.

13062020

Biar puas saya kasih double update

PERNIKAHAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang