16

12.6K 1.1K 91
                                    

04062020

"Ai, kamu dari tadi kenapa sih. Kok kayak gak konsen gitu kerjanya. Ingat loh, kita lagi banyak pekerjaan, soalnya kamu sih sering gak masuk akhir-akhir ini."

Aileen menatap Dwi dengan pandangan meminta maaf. "Maaf ya, Dwi. Aku jadi gak profesional gini."

Dwi menghela nafas. "Mungkin aku harus pakai dua asisten kalau kamu begini. Aku gak bisa kerjakan semua sendiri tanpa asisten yang membantuku, Ai. Gimana menurut kamu?"

Aileen menghembuskan nafas. Sadar kalau dia sudah sangat egois. Tentu saja seringnya dia tidak masuk kerja akan mempengaruhi kinerja Dwi sebagai Wakil Direktur.

"Terserah kamu, Dwi. Aku rasa aku memang sulit untuk fokus ke kerjaan sekarang ini. Tapi, tolong jangan pecat aku ya, Dwi." Mohon Aileen.

Dwi memandang iparnya intens, kemudian berkata, "Menurut aku, sebaiknya kamu cuti saja dulu. Supaya fokus mengurus masalah rumah tanggamu."

"Ah, enggaklah. Bisa makin suntuk aku kalau di rumah aja." Apa lagi sekarang di rumah ada anak sambungnya. Bisa tambah stres dia.

"Kenapa suntuk. Kan ada Vano yang bisa kamu awasi 24 jam."

"Iya sih. Kasihan juga Vano sering kutinggal karena harus bekerja."

"Makanya, kamu coba ambil cuti dan fokus mengurus Vano. Anak seumur Vano lebih membutuhkan kamu saat ini."

"Baiklah. Aku akan ambil cuti setelah kamu mendapat sekretaris baru."

"Soal itu kamu tenang aja. Aku kemarin udah buka lowongan untuk posisi kamu, dan besok akan ada wawancara."

"Apaaa? Kamu kok gak bilang-bilang aku sih. Berarti kamu emang udah niat buat nyingkirin aku ya, Dwi." Aileen merasa tersinggung.

"Eh, bukan gitu maksudku, Ai. Aku cuma....."

"Ah, sudahlah. Kalian kakak adik emang niat banget buat nyingkirin aku. Kalau gitu, sekarang juga aku ngundurkan diri." Aileen berdiri dan berjalan keluar dari ruangan Dwi.

Dwi mengejar kakak iparnya dan berhasil memegang lengan Aileen saat Aileen sudah membuka pintu. "Ai, jangan gitu dong. Sumpah aku gak ada maksud buat mecat kamu. Ini cuma asisten cadangan kok. Ya mana tahu kamu nanti-nanti ngambek lagi terus lari dari rumah kayak kemarin."

Aileen membuang muka karena masih kesal. "Sudahlah, Dwi. Aku memang merepotkan dan tidak profesional."

"Jangan marah dong. Aku janji, nanti kalau kamu sudah siap masuk kerja lagi, aku pasti terima kok." Bujuk Dwi.

"Ya sudah. Aku gak papa."

"Senyum dong."

Aileen tersenyum dengan terpaksa. Masak iya orang lagi dongkol bisa segampang itu memberikan senyum.

Saat Aileen membalikkan badan untuk melanjutkan jalannya keluar ruangan, matanya terpaku ke sepasang mata gelap yang menatapnya tajam. Aileen sampai salah tingkah ditatap setajam itu. Padahal dia kan gak ada salah, tapi kok dia merasa gak enak ya.

Pandangan Tama beralih ke tangan Dwi yang sedang memegang lengan istrinya. Tentu saja dia tidak suka melihat adiknya atau lelaki manapun menyentuh istrinya.

Sementara Dwi yang tidak menyadari keberadaan Tama hanya tersenyum memandang Aileen. "Nah, gitu dong. Kan enak ngeliatnya. Oke, aku kerja dulu." Dwi kemudian membalikkan badan masuk ke ruangan kerjanya.

Tama mendekati Aileen. "Ngapain kalian pegang-pegangan tangan." Dalam hati Tama curiga kalau adiknya memang menyukai istrinya. Karena sudah beberapa kali Dwi selalu bilang ingin istrinya diserahkan kepadanya. Dasar gila! Itu tak akan terjadi walau sampai neraka membeku!

PERNIKAHAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang