ketidakberdayaan

24 2 0
                                    

Dirasa cukup meminum air mineral aku memilih menjatuhkan kepalaku di atas bantal, tangan ku taruh di atas kepala. Rasanya sakit sekali, aku tidak bisa menahannya. Dulu, saat aku masih sekolah rasa sakit ini akan terus-menerus dirasakan setiap harinya hingga membuatku harus menangis tiap hari.

Entahlah, mungkin akibat 'kecelakaan' waktu itu. Tapi karena sekarang penyebabnya karena hujan-hujanan mungkin rasa sakit itu berbeda dari sebelumnya.

Aku mengatur nafas ku agar rasa sakitnya tidak terlalu kentara, mata ku pejam sejenak. Tidak lama semua baik-baik saja, efek obatnya ternyata kuat. Untunglah, aku bisa merasa tenang saat ini.

Aku tidak mendengar suara Axel sama sekali setelah dia memberikan obat, entahlah aku juga tidak ingin melihat wajahnya saat ini.

Sentuhan di dahi ku membuat tubuh ku mematung, ternyata Axel yang memegangnya.

"Suhu nya udah turun, tidur." Kata Axel, aku melepaskan tangannya dan memunggungi Axel.

Jika aku belum nikah dengan Axel, aku sudah pasti akan memakinya sampe puas. Tapi saat ini aku tidak mungkin melakukan hal itu, semakin kesini aku semakin belajar bahwa pernikahan tidak lah mudah. Jika dua-dua nya egois, sudah pasti pernikahan akan hancur bukan.

Air mata saja tidak akan menyelesaikan masalah, harus ada jalan keluar dari salah satu pihak. Memikirkannya saja aku sudah pusing, lebih baik aku tidur lagi.

****
Pagi nya aku sudah merasa lebih baik dari kemarin, sekarang aku berkutat di dapur untuk memasak soto pesanan mama. Tadi pagi aku sama sekali tidak melihat Axel, entahlah. Aku tidak perduli, mau dia pergi atau apapun itu terserah dia.

Aku harus menekan fakta bahkan pernikahan ini di kontrak, mau sebaik apapun aku kepadanya jika dia sendiri yang melakukan sesuatu sesuka hatinya aku tidak mungkin melarangnya bukan.

Bi Ijah sebenarnya sudah bangun untuk mempersiapkan sarapan, tapi aku bilang untuk istirahat saja dan aku yang akan memasak.

Setelah selesai aku menaruh mangkuk nya di atas meja makan, hasilnya lumayan juga. Semoga mama suka.

Aku membuat note di samping mangkuk nya bahwa aku harus ke perusahaan untuk bekerja. Ku bawa laptop dan beberapa berkas laporan lalu pergi menggunakan mobilku.

Tiba di kantor, seperti biasa semua karyawan menyapaku dan ku balas dengan senyuman hangat. Aku masuk ke ruangan ku, menaruh laptop serta berkas.

Kemarin sebenarnya Randy dan Andre menelfon ku terus menerus tapi aku sama sekali tidak ingin mengangkatnya.

Suara langkah kaki membuatku menengok, aku membungkuk hormat.

"Selamat pagi, tuan Renata." Sapa ku sopan, Axel hanya melirik saja lalu masuk ke dalam.

Ku bawa berkas dan tab di tangan ku, lalu masuk ke ruangan Axel. Ku taruh berkasnya di atas meja dan mulai membaca jadwal Axel hari ini.

"Meeting dengan Aparel Design pukul 10.30, tinjauan langsung ke lokasi bangunan pukul 1 siang, tuan." Axel menandatangani berkas lalu fokus ke layar di depannya. Ku ambil berkasnya lalu pamit keluar.

Pukul 10.30 kami meeting, lalu istirahat sebentar. Setelah itu, Pukul 1 siang kami ke lokasi bangunan dengan kendaraan terpisah. Axel dengan mobilnya, aku pun begitu.

Tiba di lokasi aku memarkirkan mobil ku dan menuju tempat peninjauan, aku menatap sekeliling. Lokasinya sangat strategis, jalan raya dan beberapa mall menghiasi pinggir bangunan ini.

Mata ku tertuju ke salah satu anak kecil yang berlari menuju jalan raya, aku refleks ikut lari menghampiri anak tersebut.

"Jangan ke jalan!" Pekikku membuat anak tersebut berhenti pas sekali di jalannya. Aku panik lalu menggapai tubuh anak tersebut lalu menariknya hingga kami terjatuh dan berguling. Untungnya aku melindungi tubuh anak tersebut agar tidak terluka.

NIKAH?! BURUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang